JAKARTA, KOMPAS - NA (15), siswi kelas X sekolah menengah atas di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, dilecehkan saat sedang mengikuti acara jurit malam sekolahnya. Pelaku pelecehan merupakan seorang buruh asal Pekalongan, Jawa Tengah, berinisial S (26) yang menyamar sebagai kakak kelas korban. Mengantisipasi kejadian itu terulang, sekolah-sekolah diimbau untuk memperketat pengawasan dalam kegiatan serupa.
Karena berhasil mengelabui, S menjebak NA agar terpisah dari temannya dan hanya berdua dengan S. Namun, NA mampu keluar dari cengkeraman pelaku setelah memberontak.
“Gigi korban sampai lepas karena menggigit tangan tersangka,” tutur Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar M Sandy Hermawan, dalam pengungkapan kasus pada Selasa (5/11/2019) di Ancol, Jakarta Utara.
Sandy mengatakan, gigitan pada tangan menjadi petunjuk dalam mencari pelaku pasca kejadian. Setelah melakukan kejahatannya pada pukul 00.30 hari Rabu (23/10/2019), S diringkus petugas pukul 08.00 di hari yang sama usai korban melapor ke polisi.
Kepala Kepolisian Sektor Kepulauan Seribu Selatan Ajun Komisaris Jupriono menambahkan, S sudah sepekan bekerja di Tidung saat itu. Ia merupakan buruh bangunan pada proyek pembangunan penampungan air di sana dan sudah memantau korban sejak beberapa hari sebelumnya. Jurit malam merupakan agenda penutup dari rangkaian acara di sekolah korban.
Tersangka menyamar sebagai senior yang mengurus jurit malam dan menunggu di jalur yang bakal dilewati korban saat berjalan. Agar mukanya tidak kelihatan, S menutupi kepalanya dengan kemeja kotak-kotak. Saat korban lewat menuju arah S, rupanya korban berjalan berdua dengan siswa laki-laki.
Ia pun mencari cara agar NA terpisah dari temannya. “Saya berhentikan, terus yang laki-laki (saya suruh) ke kanan, yang cewek ke kiri,” ujar S.
Korban dan temannya menurut karena mereka mengira S memang kakak kelas. Namun, NA curiga karena S membawanya menuju semak-semak di pinggir laut sehingga NA bertanya mengapa ia melakukan itu. Tidak lama kemudian, pelaku membekap korban dengan tangan kanan sedangkan tangan kiri memegang dada korban.
Namun, S menyangkal ia mencabuli NA. Ia menyampaikan hanya memegang badan korban serta membekap mulutnya karena korban memberontak. NA memberanikan diri menendang-nendang serta menggigit tangan korban dengan kencang. Korban juga terus berteriak sehingga tersangka panik dan kabur.
Saat pagi telah terang, NA melapor ke Polsek Kepulauan Seribu Selatan. Penyelidikan tidak mudah karena petunjuk amat minim. Karena NA menyebutkan telah menggigit tangan pelaku dan pelaku diduga kakak kelasnya, polisi pun mengumpulkan seluruh kakak kelas korban guna mengecek tangan mereka. Tanda bekas gigitan sama sekali tidak ditemukan.
Namun, pencarian tidak berhenti. Petugas mencari juga terduga pelaku di sekitar tempat kejadian. Polisi kemudian mengumpulkan para pekerja di proyek pembuatan penampungan air dekat tempat kejadian hingga mendapatkan S karena terdapat bekas gigitan di tangannya.
Saat ditanya alasannya melecehkan korban, pelaku menjawab ia tidak memiliki niat memperkosa. Ia hanya ingin berkenalan dengan NA. Jupriono menuturkan, S memiliki istri yang ditinggal di Pekalongan.
Pelaku terancam hukuman penjara 5-15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Ia dikenakan Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 289 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Guna mengantisipasi kerentanan pada acara-acara jurit malam selanjutnya, Sandy menyebutkan, kepolisian tidak berwenang melarang sekolah-sekolah menyelenggarakannya. Namun, ia mengimbau guru dan pengurus acara menerapkan pengawasan ketat, apalagi jurit malam diadakan dalam kondisi malam yang gelap. Jika perlu, sekolah bisa berkoordinasi dengan kepolisian setempat untuk ikut menjaga keamanan selama acara.