Pangkas Birokrasi, Tantangan Baru Reformasi Birokrasi
Penyederhanaan birokrasi seperti diinginkan oleh Presiden Joko Widodo bisa membuat pemerintahan lebih efektif dan efisien. Namun, untuk mewujudkannya tidak seperti membalikkan telapak tangan. Pemerintah harus hati-hati.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat mengikuti upacara HUT Ke-74 RI di kawasan Pantai Maju atau Pulau D hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Wacana memangkas birokrasi pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato politiknya pasca-diumumkan sebagai presiden terpilih periode 2019-2024 pada Juli lalu. Meski belum gamblang disebut birokrasi akan dipangkas, dia sudah menyatakan semestinya pemerintahan bisa bekerja dalam struktur yang sederhana agar bisa berjalan semakin lincah.
Gagasan itu kian konkret ketika Presiden Jokowi berpidato dalam pelantikannya pada Minggu (20/10/2019). Secara tegas ia mengungkapkan, birokrasi harus disederhanakan dengan cara memangkas struktur eselon, dari lima tingkat menjadi dua tingkat saja.
Birokrasi yang sederhana diyakini mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pemerintah. Hal itu dibutuhkan untuk mewujudkan target Indonesia menjadi negara maju. Keluar dari middle trap income atau menjadi negara berpendapatan per kapita Rp 320 juta per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan pada 2045.
Selama ini, struktur birokrasi yang hierarkis memang membuat kinerja pemerintah bergerak lambat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Rabu (30/10/2019), mencontohkan, untuk menyelenggarakan kegiatan di ranah kelistrikan, ada 2.000 jenis izin yang harus dipenuhi. Pengurusan izin baru selesai dalam waktu 2-4 tahun karena membutuhkan persetujuan dari pejabat eselon yang berlapis.
Hierarki jabatan juga berdampak pada rendahnya kompetensi ASN. Inovasi dan kreativitas mereka terhambat karena sistem berlapis itu tak memungkinkan mereka berkreasi, apalagi melebihi atasannya.
Peserta seleksi kompetensi dasar calon pegawai negeri sipil menunggu dimulainya tes di kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Jumat (26/10/2018). Seleksi untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang diikuti sekitar 400 peserta tersebut sempat tertunda karena gangguan jaringan internet.
Situasi tersebut menempatkan Indonesia pada posisi rendah dalam Indeks Efektivitas Pemerintah atau Government Efectiveness Index (GEI). Pada 2017, Indonesia masih berada di peringkat 98.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) periode 2014-2019 Sofian Effendi mengatakan, untuk keluar dari middle income trap, Indonesia memang harus terus meningkatkan poin GEI. Setidaknya, pada 2024 poin Indonesia harus sudah mencapai angka 76, dengan peringkat paling jelek ke-50.
Mencari konsep
Tjahjo mengatakan, untuk merealisasikan instruksi Presiden tersebut, Kemenpan RB akan memulai pemotongan struktur eselon di lingkup internal. Jabatan eselon tiga dan empat akan dialihkan kepada jabatan fungsional.
Meski menyadari ini tugas yang tidak ringan, Tjahjo menargetkan, agenda ini selesai dalam waktu enam bulan. Ia pun berkomitmen siap menerima sanksi bahkan pemecatan jika gagal melaksanakannya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo di kompleks Istana Presiden untuk mengikuti rapat terbatas tentang bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Deputi Bidang Kelembagaan Kemenpan RB Rini Widyantini mengatakan, pengalihan jabatan akan dipetakan berdasarkan unit kerja bukan per individu. Sejauh ini, mereka diperkirakan akan menempati posisi jabatan fungsional analis kebijakan.
Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk berada di jabatan fungsional lain. Saat ini terdapat 196 jenis jabatan fungsional. Jenis itu masih bisa bertambah seiring dengan pengalihan jabatan yang akan dilakukan secara besar-besaran.
Rini mengatakan, pemangkasan eselon sebenarnya bukan agenda baru bagi Kemenpan dan RB. Pada 2012, pihaknya juga telah menguji coba gagasan tersebut pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Di lembaga tersebut, pemangkasan eselon tiga dan empat membutuhkan waktu enam bulan. Proses pengalihan jabatan berlangsung cepat karena hampir semua pejabat hasil pemangkasan itu memiliki jobdesk yang sama dengan jabatan fungsional auditor.
Meski demikian, pihaknya belum bisa menerapkan praktik serupa di seluruh instansi pemerintah. Pihaknya masih perlu berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah.
”Diskusi itu terkait dengan pemetaan jabatan struktural yang bisa dialihkan ke jabatan fungsional. Pemetaan membutuhkan waktu setidaknya satu tahun,” kata Rini.
Menurut dia, pengalihan jabatan memang tidak bisa serta-merta dilakukan. Harus ada identifikasi terhadap pekerjaan yang melekat pada pejabat struktural, kemudian memeriksa relevansinya dengan kategori jabatan fungsional yang tersedia. Jika kategori jabatan fungsional tambahan dibutuhkan, harus ada proses penciptaan kategori baru.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Antisipasi gejolak
Selain perkara jobdesk, Rini mengakui, pengalihan jabatan juga memerlukan manajemen transisi. Hal itu antara lain mekanisme penggajian, tunjangan jabatan, pengaturan kepangkatan, dan mekanisme pengajuan pensiun dini.
”Seluruh aspek itu masih dihitung walaupun Pak Menpan RB berkomitmen tidak akan ada pengurangan gaji bagi pejabat eselon tiga dan empat yang dipangkas,” kata Rini.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia yang menjabat Wamenpan RB 2011-2014 Eko Prasojo mengatakan, manajemen perubahan pada agenda pemangkasan birokrasi penting untuk mengantisipasi gejolak yang mungkin muncul dari tubuh pemerintahan.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasodjo (paling kiri).
Dia tidak memungkiri, para pejabat eselon tiga dan empat yang akan dialihkan tentu kaget dan mempertanyakan nasib mereka ke depan.
Pengalihan pejabat struktural menjadi pejabat fungsional sebenarnya juga membuka kemungkinan bahwa mereka akan dipindahkan ke instansi lain yang membutuhkan kualifikasi dan kompetensi mereka.
Seperti diberitakan berbagai media, para aparatur sipil negara sudah mulai mempertanyakan rencana pemangkasan eselon tersebut kepada Ketua Umum Korps Pegawai RI Zudan Arif. Zudan pun mengingatkan, pemangkasan birokrasi harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang serta konsep mitigasi risiko yang jelas. Bagi dia, penyederhanaan struktur tak menjamin perbaikan pelayanan publik, yang menjadi tujuan utama penyelenggaraan birokrasi.
Penyederhanaan birokrasi sebagai bagian dari reformasi birokrasi memang merupakan kerja berat yang harus dikerjakan secara cermat dan hati-hati. Pada 2015, Eko Prasojo pernah mengibaratkan reformasi birokrasi itu seperti memperbaiki mesin pesawat yang sedang terbang. Pesawat tidak boleh jatuh, tetapi kerusakan mesin harus bisa diatasi.