Saat Mahfud Pamit dari Jabatan Penasihat Sultan HB X
Mohammad Mahfud MD mengajukan pengunduran diri kursi ketua Parampara Praja atau Dewan Pertimbangan Gubernur DIY, Senin (28/10/2019) siang. Ia mengenang jabatan unik yang sudah diembannya tiga tahun terakhir itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·6 menit baca
Mohammad Mahfud MD, duduk di ruang Parampara Praja atau Dewan Pertimbangan Gubernur DIY, Senin (28/10/2019) siang. Sesaat, ia membaca dokumen di meja. Ruang kerjanya tiga tahun terakhir itu akan ditinggalkan setelah resmi dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Papan berisi nama lengkap Mahfud juga masih terpasang di ruangan yang berada di kompleks Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut. Sebelum dilantik menjadi Menkopolhukam di Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10), Mahfud lebih dulu menjabat sebagai Ketua Parampara Praja. Ia menduduki posisi tersebut sejak 2016. Bersama tujuh anggota Parampara Praja lain, Mahfud dilantik Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono (HB) X pada 30 Agustus 2016.
Seharusnya, Mahfud menduduki jabatan ketua Parampara Praja hingga 2021. Namun, karena ia dipilih Presiden Joko Widodo sebagai Menkopolhukam, Mahfud memilih mengajukan permohonan nonaktif dari jabatan sebelumnya tersebut.
Kedatangan Mahfud ke Kantor Gubernur DIY, Senin siang, untuk menyampaikan permohonan nonaktif itu secara langsung kepada Sultan HB X yang juga Raja Keraton Yogyakarta. "Oleh karena saya sudah diangkat menjadi Menkopolhukam, maka saya menghadap Gubernur hari ini untuk menyampaikan informasi itu dan permohonan untuk nonaktif (dari jabatan Ketua Parampara Praja)," kata Mahfud setelah bertemu dengan Sultan HB X.
Menurut Mahfud, sesuai kontraknya sebagai Menkopolhukam, ia tidak boleh menduduki jabatan lain di lingkungan pemerintahan yang bisa mengganggu tugas-tugasnya. "Menurut kontrak saya dengan Presiden, selama menjadi menteri, saya tidak akan menduduki jabatan di lingkungan pemerintahan yang bisa saling mengganggu waktu dan fungsi," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Parampara Praja merupakan lembaga nonstruktural yang bersifat independen di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY. Lembaga itu bertugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Gubernur DIY dalam rangka penyelenggaraan urusan keistimewaan.
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, DIY memiliki keistimewaan mencakup lima bidang, yakni kebudayaan, pertanahan, tata ruang, kelembagaan, serta tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Parampara Praja periode 2016-2021 berisi delapan orang tokoh, termasuk di dalamnya perwakilan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang merupakan dua institusi kerajaan tradisional di DIY. Anggota Parampara Praja dari perwakilan Keraton Yogyakarta adalah Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi (putri pertama Raja Keraton Yogyakarta Sultan HB X), sementara perwakilan dari Pakualaman adalah Gusti Pangeran Haryo Wijoyo Harimurti (adik Adipati Pakualaman, Paku Alam X).
Saya ini orang Madura, tapi menjadi ketua dewan pertimbangan sebuah provinsi yang menjadi pusat budaya Jawa. (Mahfud MD)
Sementara itu, anggota Parampara Praja dari unsur tokoh masyarakat adalah Mahfud MD, Sutaryo (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada), Hermien Kusmayati (Guru Besar Institut Seni Indonesia Yogyakarta), Edy Suandi Hamid (Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia), Amin Abdullah (Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga), dan Suyitno (ahli pertanahan).
Mahfud menyatakan, dirinya merasa terhormat saat diminta menjadi ketua Parampara Praja. Apalagi, anggota Parampara Praja itu ternyata tidak hanya berasal dari Yogyakarta. Mahfud, misalnya, berasal dari Madura, Edy Suandi Hamid berasal dari Sumatera Selatan, sedangkan Amin Abdullah kelahiran Pati, Jawa Tengah.
"Saya ini orang Madura, tapi menjadi ketua dewan pertimbangan sebuah provinsi yang menjadi pusat budaya Jawa. Dan uniknya, dewan pertimbangan ini memang tidak terdiri dari orang-orang Yogyakarta saja," tutur Mahfud.
Selama sekitar tiga tahun menjadi ketua Parampara Praja, ada beberapa pengalaman menarik yang dirasakan Mahfud. Salah satunya, ia bisa mengenal lebih dekat sosok Sultan HB X dari dekat. Menurut Mahfud, Sultan merupakan sosok raja yang demokratis dan sederhana.
"Seperti yang sering saya share (bagikan) di media sosial, Sultan kita ini adalah sultan yang sangat demokratis dan sangat bersahaja. Meskipun sebutannya raja, duduknya selalu bersama rakyat," ungkap Mahfud.
Karakter semacam itu, lanjut Mahfud, antara lain tampak saat dirinya menemani Sultan HB X melakukan kunjungan ke luar negeri. "Beliau tidak pernah milih-milih tempat istimewa, jalan-jalan ya biasa saja. Saya pernah ke luar negeri dengan beliau, ya biasa-biasa saja. Tidak ada jarak psikologis yang membedakan dengan pejabat struktural di bawahnya. Jadi seperti kawan saja," ungkapnya.
Sultan meyakini, setelah Mahfud nonaktif dari jabatan itu, kinerja Parampara Praja tidak akan terganggu.
Sementara itu, Sultan HB X menyatakan, ia menerima permohonan nonaktif yang diajukan Mahfud MD. Sultan juga meyakini, setelah Mahfud nonaktif dari jabatan itu, kinerja Parampara Praja tidak akan terganggu. "Enggak ada masalah," ujar dia.
Menurut Sultan, selama ini, Mahfud telah melaksanakan tugas sebagai Ketua Parampara Praja dengan baik. Namun, saat ditanya tentang pemilihan pengganti Mahfud, ia mengaku masih menunggu surat resmi dari Mahfud. "Kita lihat suratnya Pak Mahfud dulu," katanya.
Dalam pelantikan anggota Parampara Praja, 30 Agustus 2016, Sultan menyatakan, para anggota Parampara Praja merupakan orang-orang yang memahami nilai-nilai keistimewaan DIY. Mereka juga dianggap sebagai orang yang sudah sampai pada tataran “melampaui” dirinya sendiri sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi mengutamakan pengabdian untuk masyarakat.
Saat itu, Sultan berharap para anggota Parampara Praja bisa memberi saran dan masukan mengenai masalah-masalah berkait program keistimewaan DIY. Para anggota lembaga itu juga diharapkan lebih berfokus pada upaya aktualisasi nilai-nilai keistimewaan dalam tindakan sehari-hari. Misalnya mengubah pola pikir pegawai negeri sipil dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.
“Penghargaan atas keistimewaan DIY tidak cukup hanya dengan merawat kenangan, berpangku tangan sambil bernostalgia saja, tetapi harus membangkitkan semangat membangun kesejatian ‘Jogja Istimewa’, yakni tercapainya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat,” ungkap Sultan.
Tertutup
Ketua Paniradya Kaistimewan DIY Beny Suharsono, menuturkan, selama ini, Parampara Praja bertugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Gubernur DIY. Pertimbangan, saran, dan pendapat itu diberikan secara tertutup kepada Gubernur DIY dalam jangka waktu tiga bulan sekali. Oleh karena itu, publik tidak bisa mengetahui isi saran dan pertimbangan yang diberikan Parampara Praja kepada Gubernur DIY.
"Tugas anggota Parampara Praja kan memberikan nasihat, saran, dan rekomendasi secara tertutup kepada beliau (Gubernur DIY), nanti beliau (Gubernur) yang menyampaikan kepada OPD (organisasi perangkat daerah) mengenai tindak lanjutnya," kata Beny.
Parampara Praja bertugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Gubernur DIY. Pertimbangan, saran, dan pendapat itu diberikan secara tertutup dalam jangka waktu tiga bulan sekali.
Paniradya Kaistimewan merupakan lembaga struktural Pemda DIY yang bertugas mengkordinasikan urusan keistimewaan. Salah satu tugas Paniradya Kaistimewan adalah mendukung kerja-kerja Parampara Praja.
Meski rekomendasi yang diberikan Parampara Praja bersifat tertutup, lembaga itu kerap menyelenggarakan diskusi terbuka mengenai beragam tema untuk menjaring masukan dari berbagai pihak. Pada 26 Juni 2019, misalnya Parampara Praja menggelar diskusi dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Yogyakarta mengenai wacana pembangunan jalan tol menuju Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, DIY.
Sebelumnya, Maret 2019, Parampara Praja menggelar pertemuan dengan kepala desa dan dusun di DIY untuk menjaring aspirasi mengenai keistimewaan DIY. Selain itu, Parampara Praja juga pernah mengadakan diskusi dan pertemuan dengan sejumlah pihak untuk menjaring aspirasi terkait upaya pencegahan intoleransi dan radikalisme.