JK: Pengabdian Tiada Akhir
Minggu, 20 Oktober ini, Jusuf Kalla mengakhiri tugasnya sebagai Wakil Presiden RI, mendampingi Presiden Joko Widodo. Akan tetapi, hal itu tidak akan mengakhiri pengabdian Jusuf Kalla pada negeri ini, khususnya di bidang perdamaian.
Satu hari sebelum jabatan berakhir, Sabtu (19/10/2019), Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang akrab disapa Pak JK, masih bekerja sebagai orang nomor dua di Republik Indonesia. Sejak pagi hingga sore hari, Pak JK ada di Istana Wapres di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Ia menerima kunjungan Wakil Presiden China Wang Qishan.
Meski sebentar lagi jabatannya berakhir, Pak JK tak mengurangi aktivitasnya. Bahkan, satu pekan terakhir, dari pagi hingga malam, kegiatan tokoh asal Bone, Sulawesi Selatan, itu justru lebih padat. Mulai dari dialog dengan 100 ekonom, mengajak para duta besar melihat pembangunan Universitas Islam
Internasional Indonesia di Depok, pengantar purnatugas di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, peluncuran lembaga dana kerja sama pembangunan internasional di Kementerian Luar Negeri, hingga silaturahmi dengan Presiden Joko Widodo dan kabinet di Istana Negara.
Selama lima tahun, Wapres Kalla seolah tak pernah lelah meski harus menjalankan tugas dan aktivitas yang padat. Hal itu karena semuanya dilakukan atas dasar keikhlasan. Dengan keikhlasan itulah, ia berjanji terus mendukung pemerintah dengan memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan bangsa dan negara. ”Bagi teman-teman (menteri) yang ikut saya, artinya istirahat, kita lanjutkan mendukung (pemerintah) dengan memberi pandangan dan harapan ke Presiden dengan tim yang baru,” kata Kalla saat silaturahmi di Istana Negara.
Untuk mengetahui pengabdiannya yang tanpa akhir, Kompas mewawancarainya di Istana Wapres, Sabtu sore. Inilah sebagian wawancaranya.
Dua kali jadi wapres, apa capaian Bapak yang paling memuaskan?
Banyak hal yang tentu kita capai. Pertumbuhan ekonomi baik, khususnya yang pertama (2004-2009), mulai dari 4,5 persen, lalu naik 6,5 persen. Kemudian perdamaian, seperti dikatakan tadi, di Ambon, Poso, dan Aceh.
Bagi Bapak, apa yang paling berkesan saat mendampingi Pak Jokowi dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono?
Buat saya semua sama, jadi tidak ada yang lebih baik daripada yang lainnya. Namanya juga pemerintahan. Memang suasana berbeda, tetapi sama.
Selama ini Bapak ditugasi menyelesaikan sejumlah masalah. Ada yang belum tuntas?
Secara prinsip selesai, tetapi butuh waktu dan harus dilanjutkan lagi. Seperti bencana di Sulawesi Tengah, sekarang masih proses. Mungkin minggu depan pembagian dana bantuan Rp 2 triliun yang tentu dilanjutkan Pak Ma’ruf Amin.
Untuk masalah komunikasi dengan Presiden, apa masukan Bapak untuk Pak Ma’ruf?
Pak Jokowi ini berbeda dengan presiden sebelumnya. Semua keputusan kolektif kolegial, semua diambil di rapat. Setiap tahun, kira-kira ada 250 kali rapat, dalam satu hari, kadang-kadang tiga kali rapat. Karena kolegial, hubungannya lancar-lancar saja di kabinet.
Menurut Bapak, ruang-ruang apa yang harus diperkuat lima tahun ke depan?Tetap saja masalah ekonomi karena itu gambaran sebuah negara. Jika ekonomi baik, sosial juga pasti baik dengan syarat ada pemerataan. Sebab, tak mungkin ada pemerataan tanpa pertumbuhan. Jadi, teori yang dipakai sejak Pak Harto (Presiden Soeharto) tetap berlaku, pertumbuhan dan pemerataan itu sejalan. Dan itu inti dari bagaimana ekonomi tumbuh, tetapi sosial juga baik. Tanpa itu, negara tak akan pernah stabil. Untuk itu, perkuat tim ekonomi dan politik yang stabil.
Dengan slogan Bapak, lebih cepat lebik baik, untuk eksekusi berbagai tugas, bagaimana pusat hingga daerah bisa menjalankan hal itu?
Di masa mendatang, menteri perekonomian harus kuat. Karena wapres akan fokus ekonomi syariah, produksi halal, seperti ditulis di Kompas, maka dibutuhkan orang yang profesional untuk membantu presiden koordinasi ekonomi.
Apakah Bapak dimintai masukan kabinet ke depan?
Oh, iya, saya berbicara, tetapi bicara soal konsep. Saya tak bicara soal orang.
Selama ini Bapak mengoordinasi penanganan bencana dan ke depan potensi bencana semakin banyak. Bagaimana pemerintah perkuat penanganan bencana?
Sistem penanganan bencana harus diperkuat. Sebenarnya ada BNPB yang menangani, tetapi butuh kebijakan cepat. Contohnya di NTB. Jadi, negara harus keras untuk tangani bencana. Seperti diceritakan Wapres China, Dinasti Ming jatuh karena kekeringan dan turunnya produk panen akibat meletusnya Gunung Krakatau dan adanya pemberontakan. Bencana bisa jatuhkan dinasti, apalagi pemerintah.
Terkait perdamaian dunia, apakah peran itu akan tetap dijalankan Bapak setelah tak menjabat?
Saya akan bekerja seperti di PMI, kan itu lembaga kemanusiaan yang besar. Ini lembaga yang tak fokus ke politik. Saya ingin menghindari seperti itu, tak bicara banyak politik, tetapi bicara bagaimana tingkatkan pendidikan, kemampuan teknologi masyarakat, dan kemanusiaan dikerjakan. Walaupun tentu akan bersinggungan dengan politik, saya tak akan ikut politik praktis.
Khusus untuk Afghanistan, ada rencana yang akan dilakukan Bapak?
Kemarin Dubes Afghanistan datang membawa pesan Presiden Ashraf Ghani agar Indonesia, khususnya saya, dalam posisi apa pun, diminta partisipasi dalam upaya perdamaian Afghanistan. Jadi, mungkin dalam waktu-waktu akan datang saya akan berkunjung lagi ke sana, memberikan alternatif-alternatif baru mencapai perdamaian.
Apa rencana terdekat Bapak setelah tidak menjabat?
Istirahat, dua-tiga bulan. Akan jalan-jalan, di dalam negeri, di luar negeri, ke mana saja, masih dirancang.
Jika Bapak diberi tugas baru, misalnya sebagai penasihat perdamaian, apakah Bapak akan terima?
Tugas positif yang baik, insya allah akan saya laksanakan. Saya sudah bilang, ”Pak Presiden, pokoknya kalau ada apa-apa yang saya tahu dengan baik, Bapak (presiden) telepon saya saja.” Perdamaian itu naluri saya.