Risiko Politik Gerindra dan Kembalinya Sandiaga Uno
Konferensi Nasional Gerindra hari ini akan memutuskan langkah politik Gerindra selanjutnya. Sinyal Gerindra bergabung dalam pemerintahan Jokowi menguat, tetapi ada risiko yang harus ditanggung jika jalan itu dipilih.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
Sikap politik Partai Gerindra selama periode kedua pemerintahan Joko Widodo akan diputuskan dalam Konferensi Nasional Partai Gerindra di Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Kabupaten Bogor, Kamis (16/10/2019) ini. Sinyal Gerindra bergabung dalam pemerintahan Jokowi menguat, tetapi ada risiko yang harus ditanggung jika jalan tersebut betul dipilih.
Pasca-Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto merapatkan diri ke partai-partai dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK), koalisi partai politik pendukung Presiden-Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Setelah bertemu Presiden Jokowi, Jumat (11/10/2019), Prabowo lebih gencar menemui ketua umum partai dalam KIK. Terakhir, Prabowo menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Selasa (15/10/2019).
Sekalipun safari politik itu dibantah Prabowo dan jajaran elite Gerindra sebagai upaya masuk dalam KIK dan mendudukkan kadernya di Kabinet Jokowi-Amin, tak sedikit yang meyakini sebaliknya. Jabatan menteri dalam Kabinet Jokowi-Amin dipercaya menjadi target utamanya.
Terlepas dari keyakinan sebagian orang itu, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, opsi bergabung atau berada di luar pemerintahan baru akan dibahas dalam Konferensi Nasional (Konfernas) Gerindra; khususnya dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas).
Rapimnas merupakan rapat pengambilan keputusan tertinggi setelah kongres dan di dalamnya duduk pengurus Gerindra pusat serta pimpinan Gerindra di daerah-daerah.
Hasil keputusan konferensi tersebut krusial bagi Gerindra. Apalagi jika partai yang pada Pilpres 2014 dan 2019 menjadi rival Jokowi ini memutuskan masuk ke dalam pemerintahan Jokowi dan KIK. Soliditas partai dan loyalitas kader serta konstituen Gerindra bisa terguncang.
Pasti lebih banyak kader dan konstituen memilih untuk tetap di luar pemerintah.
Kegelisahan kader
Sinyal keguncangan itu setidaknya sudah tampak dari Sumatera Barat yang selama ini jadi salah satu basis utama pendukung Gerindra.
”Karena Sumbar adalah basis Gerindra dan Prabowo, maka kalau ditanya mana yang lebih banyak setuju berkoalisi dengan pemerintah atau di luar pemerintah? Pasti lebih banyak kader dan konstituen memilih untuk tetap di luar pemerintah,” kata Sekretaris DPD Partai Gerindra Sumatera Barat Desrio Putra.
Akan tetapi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang juga menjabat Wakil Ketua DPR meyakini kader dan pengurus akan teguh mematuhi satu komando dari Prabowo.
Untuk itu, peranan Konfernas Partai Gerindra menjadi penting. Dengan bertemunya para pejabat teras pengurus pusat dan kader di daerah, soliditas partai diharapkan terjaga. ”Acara (Konfernas) itu menitikberatkan pada menyamakan persepsi,” kata Dasco.
Sementara bagaimana sikap konstituen Gerindra dan Prabowo, Dasco pasrah. ”Kalau mengenai para pemilih presiden ya sudah... Terserah saja,” kata Dasco.
Sandiaga kembali
Di tengah dinamika politik di internal itu, Gerindra mendapat angin segar dengan kembalinya Sandiaga Salahuddin Uno, calon wakil presiden pendamping Prabowo dalam Pilpres 2019. Kemarin (15/10/2019), Sandiaga mengumumkan keputusannya itu dengan cara unik melalui akun Instagram-nya.
Dalam video singkat yang diunggah di akun Instagram-nya itu, dia berlagak seperti Superman. Diiringi lagu Superman, dia membuka kemeja berwarna biru dengan di dalamnya kaus bertuliskan Gerindra berwarna emas. Dari tulisan itu, kemudian terpancar cahaya keemasan, lantas di akhir video tertera tulisan, ”Saya Kembali”.
Kembali masuknya Sandiaga ke Gerindra, menurut rencana, secara resmi akan diumumkan saat Konfernas Gerindra.
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, kembali masuknya Sandiaga menjadi kader praktis memperkuat daya tarik Gerindra. ”Efeknya jelas bagi Gerindra. Kualitas (Sandiaga) yang pantas dan mumpuni akan memperkuat Gerindra bersama tokoh-tokoh lainnya,” kata Dahnil.
Sebelum ikut dalam Pilpres 2019, Sandiaga menjabat salah satu fungsionaris Partai Gerindra. Ia meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina beserta keanggotaannya di Partai Gerindra, di tengah polemik penentuan calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo.
Jalan buntu dalam perundingan antara Partai Gerindra, PAN, PKS, dan Partai Demokrat dalam penentuan cawapres ternyata menjadi peluang bagi Sandiaga. Agar tak terkesan Gerindra merebut kedua kursi capres dan cawapres, Sandiaga melepaskan keanggotaannya dari Gerindra.
Kejutan Sandiaga kembali menjadi kader Gerindra di saat-saat jelang pelantikan Presiden dan pembentukan kabinet sekaligus menimbulkan tanda tanya. Mungkinkah Sandiaga menjadi menteri?
Jadi menteri
Namun, Dahnil membantah spekulasi tersebut. ”Bang Sandi sudah pernah menyampaikan secara resmi bahwa beliau tidak bersedia berada di dalam pemerintahan,” ujarnya.
Dahnil mengatakan, Sandiaga akan fokus untuk melatih para calon kepala daerah Gerindra yang akan bersaing dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Menurut rencana, pilkada digelar di 270 daerah.
Sekalipun dibantah, peluang Sandiaga masuk menjadi menteri dalam Kabinet Jokowi-Amin tidak bisa ditutup begitu saja. Peneliti Departemen Politik Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan, masih sangat mungkin bagi Sandiaga untuk membalikkan pernyataannya.
Terlebih lagi, memiliki posisi menteri bagi sebagian besar partai dipercaya menjadi sebuah keunggulan untuk menyongsong kontestasi politik selanjutnya. Partai akan mendapat sokongan sumber daya dari negara. Apalagi jika menteri itu dinilai berprestasi oleh publik, publik akan mengganjarnya dengan pilihan pada partai asal menteri itu pada pemilu selanjutnya.
Selain itu, masuknya Sandiaga ke dalam Gerindra membuka lebih banyak opsi bagi Gerindra untuk Pilpres 2024. Tak terkecuali bagi Sandiaga, masuk kembali ke Gerindra membuka jalannya untuk kembali berkontestasi dalam Pilpres 2024.
”Saya kira, Sandi berpikir juga, bagaimana caranya dilirik publik? Bagaimana kontribusinya bagi publik kalau tidak punya jabatan?” kata Arya.
Dengan demikian, Konfernas Partai Gerindra tidak hanya krusial terhadap konstelasi politik Gerindra jangka pendek, tetapi juga jangka panjang menghadapi kompetisi politik selanjutnya.