Siti Zulaikhatun Nadila (13) melahap sarapannya dari kotak bekal plastik pada Kamis (10/10/2019) pagi. Ada nasi putih, telur mata sapi, tumis kangkung, dan tempe. Sesekali siswi kelas VIII SMPN 1 Labuapi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat itu mengobrol dengan teman-teman yang duduk semeja dengannya. Mereka juga tengah menyantap sarapan. Menunya adalah karbohidrat, sayuran, protein, dan air putih.
Kegiatan itu selama satu tahun terakhir dilakukan setiap hari sebelum mereka memulai pelajaran. Sebenarnya, dahulu beberapa siswa sering membawa bekal makanan sendiri. Akan tetapi, isinya dari segi gizi belum mencukupi karena sekadar membuat perut kenyang. Bahkan ada siswa yang biasanya tidak sarapan di rumah. Mereka menunggu hingga jam istirahat pada pukul 09.30 untuk jajan di kantin. Menu yang tersedia dulu mi instan, gorengan, dan minuman berperisa.
"Dulu makanan yang dibawa itu nasi putih pakai mi goreng dan bakwan, tapi cuma untuk makan siang. Kalau sarapan saya jarang," tutur Siti.
Wajib sarapan
Pola makan Siti jamak dialami anak-anak Indonesia. Pada 2015 Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan survei siswa sekolah berusia 12-17 tahun. Ternyata, hanya 30 persen siswa yang rutin sarapan setiap hari, itu pun tidak terjaga keseimbangan gizinya. Penelitian yang sama menyatakan 30 persen siswa juga setiap hari meminum minuman manis dalam kemasan.
Survei terhadap siswa sekolah berusia 12-17 tahun, ternyata hanya 30 persen siswa yang rutin sarapan setiap hari, itu pun tidak terjaga keseimbangan gizinya.
Menghadapi masalah ini, Kemkes menggandeng Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) beserta Pusat Studi Regional Pangan dan Gizi Asia Tenggara (SEAMEO RECFON) untuk melakukan intervensi. Mereka meluncurkan program Aksi Bergizi pada tahun 2016 yang secara bertahap kini diikuti 48 sekolah di Lombok Barat dan 62 sekolah di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Mereka mengadvokasi kepada sekolah bahwa sarapan merupakan kewajiban, dan hendaknya siswa membawa bekal ke sekolah. Isi bekalnya juga agar bergizi seimbang. Selain itu, kantin sekolah juga diubah. Makanan instan dan dalam kemasan tidak boleh lagi dijual. Sebagai tambahan, siswa setiap pekan juga meminum tablet penambah darah berisi 60 miligram zat besi elemental dan 400 mikrogram asam folat agar mereka tidak anemia.
Kepala SMPN 1 Labuapi Nurdin mengatakan selama setahun menjalani program wajib sarapan pengaruhnya sudah terasa. "Siswa tidak lemas, bahkan sampai siang pun mereka masih bugar. Sekarang sudah mulai banyak siswa yang membawa bekal lebih supaya bisa dimakan juga waktu makan siang sehingga tidak lagi jajan di kantin," ucapnya.
Ia mengatakan, sebenarnya orangtua tidak kesulitan mengakses makanan yang bergizi di lingkungan mereka karena banyak yang berprofesi sebagai petani. Mereka juga memiliki cukup lahan di pekarangan untuk menanam sayur dan buah. Permasalahannya orangtua tidak mengerti mengenai gizi seimbang. Peran wali kelas sangat penting untuk menyosialisasikan kombinasi makanan melalui dialog rutin dengan orangtua siswa lewat media sosial.
Peran wali kelas sangat penting untuk menyosialisasikan kombinasi makanan melalui dialog rutin dengan orangtua siswa lewat media sosial.
Dari makanan di kantin pun sudah berubah. Kini mereka menjual nasi bungkus, ada pula mi goreng dengan sayur dan lauk. Jika ada gorengan minyaknya harus diganti setelah dua kali menggoreng. Untuk camilan ada rebusan ubi, pisang, dan kacang. Buah segar juga tersedia. Tidak ada lagi minuman dalam kemasan, yang ada hanya air mineral dan teh manis buatan petugas kantin dengan kadar gula yang ditentukan.
Baiq Anela (14) memilih membawa bekal lebih banyak karena tidak mau mengantre di kantin di jam istirahat yang terbatas. Menurut dia, kedua orangtuanya bekerja sehingga tidak bisa memasak sarapan dan makan siang.
"Pagi-pagi waktu diantar orangtua ke sekolah kami selalu mampir ke warung makan untuk mengisi kotak bekal saya. Sekarang kalau beli nasi harus pakai sayur. Lauknya bisa ayam, ikan, atau tahu tempe. Kenyang sih sampai siang. Enggak jajan lagi, duitnya bisa ditabung." katanya.
Sekarang kalau beli nasi harus pakai sayur. Lauknya bisa ayam, ikan, atau tahu tempe. Kenyang sih sampai siang. Enggak jajan lagi, duitnya bisa ditabung.
Bertahap
Berbeda dengan di SMPN 1 Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan sarapan baru dilaksanakan setiap hari Jumat, dibarengi meminum tablet penambah darah. Kepala SMPN 1 Cawas Hartoyo mengatakan, lokasi sekolah berbatasan dengan pusat kota dan latar belakang pekerjaan orangtua siswa bermacam-macam. Mereka masih banyak yang kesulitan memastikan anak bisa makan makanan bergizi setiap hari.
"Pelan-pelan dibina. Kalau langsung disuruh memberi anak bekal yang lengkap, nanti orangtua resisten dan menganggapnya sebagai beban waktu dan biaya," ujarnya.
Sekolah juga memperbaiki kantinnya yang kini menjual soto tanpa penyedap rasa, arem-arem, dan nasi bungkus. Namun, di luar pagar sekolah masih berjejer para penjual jajanan seperti cilok dan bakso goreng sehingga belum semua siswa punya kesadaran untuk makan di kantin sehat.
Manajer Lapangan SEAMEO RECFON untuk Klaten Silvia Kusuma memaparkan, masih ada keluarga siswa yang tidak bisa setiap hari membeli sayur dan buah karena mereka harus bekerja sejak pagi hari. Prioritas saat ini adalah orangtua sadar bahwa anak harus sarapan setiap hari.
Prioritas saat ini adalah orangtua sadar bahwa anak harus sarapan setiap hari.
"Setelah beberapa lama kami berdialog dengan siswa tanpa memaksa. Misalnya \'wah, mi gorengnya kelihatan enak. Kalau pakai sayur sama telur pasti lebih enak lagi\' atau \'coba deh, habis makan nasi kamu makan buah. Pasti segar.\' Ajakan lebih efektif kepada anak daripada menyuruh," ucapnya.
Beberapa sekolah binaan juga merundingkan ide untuk melakukan subsidi silang kepada siswa tak mampu. Ada juga yang menerapkan siswa saling berbagi lauk. Selain mengajarkan mereka kombinasi makanan, juga membangun jiwa sosial.