Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara membutuhkan kepemimpinan kolektif yang tegas dan tidak memihak untuk menghadapi pertarungan kekuatan besar dunia di kawasan.
BANGKOK, KOMPAS -- Di tengah tarikan di antara berbagai kepentingan, kolektivitas adalah salah satu isu penting, selain kesatuan atau soliditas. Gagasan itu semakin dibutuhkan untuk menjaga sistem multilateral berbasis tata dan aturan internasional yang selama ini berkontribusi bagi stabilitas dan kemakmuran Asia Tenggara.
Gagasan itu mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Visi ASEAN 2040: Menuju Komunitas ASEAN yang Lebih Tegas dan Lebih Kuat” di Bangkok, Thailand, Minggu (6/10/2019). Diskusi itu digelar lembaga Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan harian The Bangkok Post, diikuti sejumlah pengamat dan editor dari beberapa negara, serta dihadiri Sekretaris Jenderal ASEAN Dato’ Lim Jock Hoi.
Dalam diskusi itu, Direktur Jenderal ASEAN Kementerian Luar Negeri Thailand Suriya Chindawongse dan Kepala Singapore Institute of International Affairs (SIIA) Simon Tay memperingatkan bahaya pertarungan dua raksasa ekonomi, AS dan China, bagi ASEAN. Tak hanya soal perang dagang, kompetisi dua negara itu bakal berlangsung lama, meliputi aspek pertumbuhan ekonomi, teknologi, inovasi, serta perebutan pengaruh di kawasan dan dunia.
Tay mengingatkan juga soal meningkatnya persaingan dan perebutan pengaruh di kalangan negara kekuatan menengah di kawasan, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India. Menghadapi situasi itu, lanjut Suriya dan Tay, ASEAN butuh kepemimpinan kolektif yang tak memihak mana pun.
”Ambil pendirian, jangan memihak. Perhatikan bagaimana pendirian-pendirian itu disampaikan. Pertimbangkan untuk berbicara dengan teman lain di ASEAN dan rekan lain di Asia, bahkan saat akan mengambil kebijakan nasional dan keputusan-keputusan bilateral,” papar Tay.
Dalam paparan soal Visi ASEAN 2040, Tay menguraikan, kepemimpinan kolektif di ASEAN ditujukan untuk mencegah munculnya kekuatan hegemonik dan untuk mengantarkan ASEAN menuju kawasan multilateral dan inklusif. ”Untuk mengarah pada tujuan itu, ASEAN tidak bisa bertindak sendirian, tetapi secara perlahan harus mencari jalan meningkatkan kerja sama dan aksi bersama negara-negara kekuatan menengah di kawasan,” ujarnya.
Sekjen ASEAN Dato’ Lim Jock Hoi memastikan, ASEAN tidak akan memihak di tengah pertarungan AS dan China. ”AS dan China sama-sama mitra dialog utama ASEAN. ASEAN tidak akan memihak kubu mana pun,” kata Lim.
Kontribusi Indonesia
Lim menegaskan, ASEAN telah memiliki platform menghadapi persaingan dan perebutan pengaruh oleh kekuatan-kekuatan dunia di kawasan melalui Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik. Dokumen itu telah diadopsi oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN di Bangkok, Juni lalu.
ASEAN telah memiliki platform menghadapi persaingan dan perebutan pengaruh oleh kekuatan-kekuatan dunia di kawasan melalui Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.
Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik merupakan konsep yang diinisiasi Indonesia untuk menempatkan ASEAN pada peran utama dan strategis di Asia Pasifik dan Samudra Hindia dengan mengutamakan dialog dan kerja sama daripada persaingan. ”Dengan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, kami mempunyai prinsip. Dengan mekanisme yang dipimpin ASEAN, kami meningkatkan sentralitas ASEAN,” kata Lim.
Presiden ERIA Hidetoshi Nishimura mengatakan, Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik adalah kesepakatan ASEAN paling penting. ”Ini bukti yang besar bahwa ASEAN bersatu dalam satu suara. Saya kira, sentralitas ASEAN tumbuh semakin kuat hari ini,” katanya.
Suriya memastikan, meski diinisiasi Indonesia, Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik versi ASEAN itu telah dikonsultasikan dengan semua negara anggota ASEAN sebelum diadopsi pemimpin ASEAN. ”Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik itu menjadi platform bersama dalam mengelola hubungan dengan kekuatan-kekuatan dunia,” ujarnya.
Selain Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, indikator kepemimpinan kolektif ASEAN akan diuji melalui keberhasilannya dalam negosiasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang ditargetkan rampung akhir tahun ini. RCEP merupakan kemitraan dagang 10 negara anggota ASEAN serta enam negara lain, yaitu China, Jepang, India, Korsel, Australia, dan Selandia Baru.