Untung Suharjanto Membagi Ilmu Budidaya Ikan Koi
Untung Suharjanto (46) mengawali budidaya ikan koi sejak tahun 1989 di Kelurahan Parakan Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
Untung Suharjanto (46) mengawali budidaya ikan koi sejak tahun 1989 di Kelurahan Parakan Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Kini, selain membentuk kelompok pembudidaya ikan koi, dia tak segan membagi ilmunya kepada berbagai kalangan.
Tidak sekadar sibuk menjual, kelompok Mina Papilon dengan sukarela berbagi ilmu budidaya ikan koi. Untuk itulah, tempat para anggota pemelihara ikan berkumpul berkembang menjadi pusat pembelajaran bagi banyak orang. Setiap hari tamu yang datang silih berganti untuk menimba ilmu. Mereka berdatangan dari berbagai instansi, kelompok, pelajar, dan mahasiswa dari perguruan tinggi dari seluruh Indonesia.
Kelompok Mina Papilon terbentuk tahun 2010. Saat itu, Untung mulai menyewa 2.750 meter lahan, yang kemudian dipakainya untuk membuat 21 kolam. Pada tahap awal, pada tahun pertama terbentuk, kelompok meminta bantuan indukan ikan koi asli dari Jepang. Permintaan tersebut disetujui dan mereka pun akhirnya bisa mendapat dana Rp 65 juta yang kemudian digunakan untuk membeli 12 ekor indukan ikan koi.
Tahun 2012, dengan semua kiprahnya di bidang pengembangan ikan koi, Untung ditetapkan sebagai penyuluh perikanan swadaya. Status penyuluh ini langsung ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Untung dibantu dua rekannya, memberikan semua ilmu budidaya koi yang didapatkan secara otodidak. Patut saja dia menjadi tempat belajar karena sudah 20 tahun malang melintang dalam budidaya ikan koi. Dengan ramainya aktivitas pembelajaran di basecamp Mina Papilon, pada tahun 2011, pemerintah akhirnya mendirikan Pusat Pelatihan Perikanan Mandiri di lokasi basecamp.
Selain memberi pelatihan dan pembelajaran, Untung, bersama dengan kelompok Mina Papilon, juga menjalankan usaha jual beli bibit ikan koi. Namun, dengan kegemarannya berbagi ilmu, setiap pembeli selalu diwawancara terlebih dahulu. Dia selalu memastikan para pembeli tersebut menyediakan tempat yang memiliki cukup oksigen dan sarana untuk memfilter air demi menjaga lingkungan hidup ikan tersebut selalu dalam kondisi bersih. Hal ini dilakukannya agar setiap bibit yang dibeli tidak berakhir sia-sia.
Kelompok Mina Papilon memproduksi 10.000 benih ikan koi per bulan. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen, atau 8.000 benih ikan adalah benih yang tidak layak jual, dan sengaja disisihkan untuk kegiatan tebar benih di sungai. Selain untuk ditebarkan ke sungai, benih ikan boleh diambil siapa saja.
Selain koi, kelompok Mina Papilon juga membudidayakan jenis ikan lain, seperti ikan nilem. Dalam setahun, budidaya ikan nilem menghasilkan 400-600 benih ikan per tahun. Separuhnya juga ditebarkan ke sungai.
Untuk penebaran benih ikan ke sungai, Untung berharap ekosistem di sungai akan memasuki babak kehidupan baru. Hal itu dibuktikannya saat melepas benih ikan di Sungai Galeh, Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Seiring dengan berkembangnya benih ikan, kondisi sungai berubah. Jika sebelumnya sungai sepi karena nyaris tidak ada ikan, selang beberapa bulan, sungai ramai didatangi pemancing. Selain memancing, mereka tergerak membersihkan sungai.
Upaya Untung melestarikan kehidupan ikan dalam sungai juga ditiru sejumlah pemancing. Tidak lagi memancing ikan untuk dijual dan dikonsumsi, sebagian pemancing ada juga yang sengaja menangkap ikan untuk kemudian dipindahkan ke sungai-sungai diketahuinya minim ikan.
Mereka yang memancing di sungai saling mengingatkan agar tidak memakai cara setrum saat mencari ikan. ”Pada akhirnya, tanpa dikomando siapa pun, secara tidak langsung, para pemancing menjadi kepanjangan tangan saya untuk memelihara lingkungan,” ujarnya.
Kebiasaan Untung menebar benih ikan dimulai sejak tahun 2000. Lalu, tahun 2010, dia membentuk kelompok pembudidaya ikan Mina Papilon sehingga kebiasaan itu bisa ditularkan kepada semua anggota. Lama-kelamaan, banyak komunitas pemancing dan kelompok masyarakat di desa-desa mengikuti jejak Untung demi menyelamatkan kelestarian sungai. Tak jarang, Untung mendapatkan pesanan benih ikan dari warga.
”Saya kerap menerima permintaan warga yang meminta benih ikan untuk disebarkan ke sungai yang ikannya semakin sedikit,” ujar Untung.
Pernah gagal
Sejak kecil, Untung terbiasa dengan ikan karena sering membantu sang ayah memelihara ikan nila di kolam rumahnya. Dia pun memutuskan memelihara ikan sendiri saat sudah dewasa. Selain karena hobi, dia berharap agar hasil penjualan ikan bisa menambah penghasilan.
Dengan lahan terbatas, Untung menyadari tidak bisa menggenjot keuntungan dengan memaksimalkan jumlah ikan. Satu-satunya pilihan adalah memelihara ikan hias, yang memang lebih menekankan pada sisi kualitas.
Pada tahun 1989, Untung memilih budidaya ikan koi. Dia optimistis budidaya ikan koi akan sangat menguntungkan. Apalagi, pembudidaya ikan koi di Kabupaten Temanggung saat itu belum banyak.
Untung memulai usahanya dengan membuat kolam berukuran 100 meter persegi di halaman rumah. Awalnya, dengan uang tabungan, dia membeli lima ekor indukan ikan koi, yang terdiri dari 2 koi betina dan 3 koi jantan. Indukan ikan dibelinya dari Yogyakarta seharga Rp 350.000.
Saat itu, Untung yang kerja serabutan kerap ditertawakan keluarga dan tetangganya. ”Saya sering diejek dan disebut belagu. Menurut mereka, saya tidak pantas memeliharanya karena ikan hias biasanya hanya dipelihara orang-orang kaya saja,” ujarnya.
Dengan penghasilan tak menentu, berkisar Rp 300.000-Rp 500.000, Untung bisa melanjutkan budidaya ikan koi. ”Uang untuk segala kebutuhan ikan koi didapatkan dari menyisihkan gaji, sedangkan untuk keperluan makan saya biasa berutang,” katanya.
Meski tak punya bekal pengetahuan memelihara ikan koi, Untung bisa dibilang nekat. Ditambah lagi, sumber informasi memelihara ikan koi masih sangat terbatas. Ketika itu, dia hanya menerapkan apa yang biasa dilakukannya saat memelihara ikan nila.
Hal itu berdampak buruk pada perkembangbiakan ikan. ”Tidak hanya bibit, ketika itu, sebagian indukan akhirnya juga ada yang mati,” ujarnya.
Selama setahun, Untung sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Namun, dia terus berkomitmen menjalankan usaha. Dari setiap kegagalan dan kematian ikan yang terjadi, Untung berupaya belajar dan mencari kesalahannya. Salah satu caranya, dia memasang filter air dan peralatan tambahan agar sirkulasi udara berjalan baik di kolam.
Tahun 1990, dia sudah mulai bisa menerapkan konsep pemeliharaan yang tepat. Hasil penjualan berkisar Rp 300.000-Rp 500.000 per bulan.
Seiring waktu, besaran omzet bertambah. Sayangnya, tahun 1994, Koi Herpes Virus (KHV) merebak di berbagai tempat. Ribuan ikan koi milik Untung terserang virus KHV dan mati.
Tak patah arang, Untung tetap mengukuhkan niat melanjutkan usaha budidaya ikan koi. ”Ketika itu, saya berpikir saya sudah terjun di bidang ini dan saya tidak boleh setengah hati. Segala risiko harus tetap saya hadapi agar usaha budidaya koi ini dapat terus berkembang,” ujarnya.
Dia kembali memulai usahanya dari awal. Dalam jangka dua tahun, barulah dia bisa kembali mendapatkan omzet berkisar Rp 1 juta per bulan. Hingga kini, usahanya terus mengalami kemajuan.
Untung Suharjanto
Lahir: Temanggung, 26 Februari 1973
Pendidikan:
- SDN Parakan Kauman 5
- SMP Negeri 1 Bulu
- Kejar Paket C (setara SMA)
Istri: Rusmira (46)
Kegiatan:
- Ketua Kelompok Mina Papilon
- Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Temanggung