Pemerintah masih akan melanjutkan pembangunan jalan tol di Indonesia. Paket pembangunan tol yang terintegrasi dengan infrastruktur lain itu membuka banyak peluang bagi investor.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peluang berinvestasi di industri jalan tol terbuka lebar, baik secara langsung maupun melalui pasar modal. Kepastian hukum dan perkembangan ekonomi membuat investasi di jalan tol menjadi lebih pasti.
Dalam acara Kompas100 CEO Update ”Masa Depan Jalan Tol Indonesia”, Jumat (27/9/2019), di Jakarta, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan, pemerintah akan melanjutkan pembangunan jalan tol di seluruh Indonesia. Sampai dengan 2024, sekitar 2.500 kilometer jalan tol akan dibangun, yang memerlukan investasi Rp 250 triliun hingga Rp 375 triliun.
”Kami akan prioritaskan swasta non-BUMN. Kami sudah diperintahkan Presiden untuk berhenti membuat aturan, melainkan membuat penyederhanaan. Harapan kami, hal ini akan meningkatkan investor di luar pemain lama untuk berbisnis jalan tol,” kata Basuki.
Basuki menambahkan, peluang berinvestasi di jalan tol di Jawa dan luar Jawa selalu terbuka. Pemerintah berencana meneruskan tol di sisi utara Jawa, mulai Semarang-Demak sampai ke Tuban dan tersambung dengan Surabaya.
Di sisi selatan sudah direncanakan jaringan tol dari Cileunyi sampai Cilacap yang akan tersambung dengan tol Solo-Yogyakarta. Demikian pula Jalan Tol Trans-Jawa akan segera tersambung ke Banyuwangi.
Dengan terbentuknya jaringan tol muncul peluang investasi lain berupa tempat istirahat dan pelayanan. Pemerintah sedang merevisi aturan tentang tempat istirahat dan pelayanan, yang nantinya akan berfungsi khusus, yakni sebagai destinasi, titik kumpul transit antarmoda, dan sebagai titik kumpul logistik. Dengan demikian, peluang investasi semakin luas dan terbuka bagi investor di sektor-sektor lain.
”Saya ingin memberi tantangan agar pasar modal dapat berkontribusi dalam pembangunan jalan tol untuk lima tahun mendatang,” kata Basuki.
Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, BEI mendorong pasar modal berperan dalam pembangunan infrastruktur, terutama jalan tol. Saat ini 74 emiten bergerak di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi, dengan kontribusi 12 persen dari total kapitalisasi pasar.
Pada perdagangan di BEI, Jumat, Indeks Harga Saham Gabungan turun 0,537 persen ke 6.196,889. Adapun kapitalisasi pasar Rp 7.123 triliun.
Upaya yang dilakukan adalah menerbitkan regulasi BEI mengenai Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA). Total dana yang dihimpun dari pasar mencapai Rp 1,1 triliun.
Paket terintegrasi
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan, dalam lima tahun terakhir, nilai kontrak investasi di jalan tol Rp 500 triliun, sementara rata-rata nilai transaksi di jalan tol Rp 12 triliun per tahun.
Paket investasi jalan tol dibuat terintegrasi dengan infrastruktur lain. Ia mencontohkan, tol di ruas Semarang-Demak akan dibangun sekaligus sebagai tanggul laut untuk mengatasi rob Kota Semarang. Kemudian, pengusaha berkomitmen menata ulang kawasan industri yang terbebas rob di sebelah dalam tanggul laut.
Di Tol Trans-Sumatera, lanjut Danang, PT Hutama Karya (Persero) menggandeng badan usaha milik daerah dan swasta untuk mengembangkan kawasan industri di sekitar koridor jalan tol. Maka, semakin banyak peluang bisnis yang dapat diciptakan dari jalan tol.
Menurut Danang, revisi regulasi mengenai tenpat istirahat dan pelayanan jalan tol juga dilakukan untuk mengakomodasi permintaan kawasan industri yang menginginkan akses ke jalan tol. Sampai saat ini, sudah banyak pemerintah daerah yang berminat mengelola tempat istirahat dan pelayanan di jalan tol yang melewati wilayahnya.
Menurut Ketua Asosiasi Jalan Tol Indonesia yang juga Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Arryani, bisnis jalan tol bersifat pasti. Investor dapat memilih masuk ke proyek yang masih dalam tahap rancangan maupun proyek yang sudah beroperasi.
Berdasarkan pengalaman Jasa Marga menghimpun pendanaan di pasar modal, lanjut Desi, berbagai skema pendanaan telah dibuat, antara lain reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), sekuritisasi pendapatan di masa depan, hingga penerbitan obligasi dalam bentuk rupiah di luar negeri.
Investor yang akan masuk ke investasi jalan tol, tambah Desi, mesti ingat bahwa bisnis jalan tol adalah bisnis jangka panjang. Pada tahap awal, bisnis ini memerlukan modal besar, sedangkan pengembaliannya perlu waktu lama.
Sementara itu, Direktur Utama PT Nusantara Infrastructure Tbk M Ramdani Basri menyampaikan, prospek bisnis di jalan tol di Indonesia sangat cerah. Sebab, infrastruktur tidak pernah mengalami resesi. Di sisi lain, regulasi untuk berinvestasi di jalan tol sudah pro investasi.
”Meskipun BUMN banyak masuk ke industri tol, masih ada ’kue’ yang besar. Masih ada gap investasi sekitar 31 persen atau 124 miliar dollar AS. Jadi, akan bagus kalau ada pemain-pemain baru yang masuk,” kata Ramdani.
Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia Franciscus Welirang menuturkan, jalan tol merupakan investasi jangka panjang sehingga memerlukan investor jangka panjang. Namun, dia menilai, industri tersebut bersifat pasti atau minim fluktuasi. Selain itu, pembangunan jalan tol akan membuka peluang bisnis baru di sekitar koridor jalan tol.