Pemerintah Indonesia membuka peluangkerja sama dengan Korea Selatan dalam pengembangan sektor konstruksi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Indonesia membuka kemungkinan kerja sama dengan Korea Selatan dalam pengembangan sektor konstruksi dalam negeri. Kerja sama dapat dilakukan melalui pelatihan atau investasi proyek yang memungkinkan transfer teknologi.
“Teknologi konstruksi itu pada prinsipnya hampir sama. Ujungnya adalah efisiensi. Ada keberpihakan untuk alih teknologi dan kita ingin mendapat pengalaman mengenai pembangunan infrastruktur Korea,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Syarif Burhanuddin dalam “Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology (KICT): Construction and Technology Fair 2019” di Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Korea Selatan dinilai memiliki pengalaman panjang dalam membangun infrastruktur. Tahun 1960-an, kondisi Korea tak jauh beda dengan Indonesia. Korea lalu mencanangkan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Hasilnya, infrastruktur mengembangkan sektor lain yang membawa kemajuan.
“Kita berharap ada kerja sama antara pengusaha di sini dengan pengusaha dari Korea. Sebab Korea tertarik dengan rencana pemindahan ibu kota negara dan ingin berpartisipasi,” kata Syarif.
Lima tahun terakhir, kata Syarif, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dimaksudkan untuk membuka akses berbagai daerah di Indonesia. Dengan demikian, potensi setiap daerah dapat dioptimalkan. Terlebih, untuk lima tahun ke depan, kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur mencapai 6.445 triliun.
Secara khusus, rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur memerlukan dana sekitar Rp 466 triliun. Sementara, pemerintah hanya dapat menyediakan dana sekitar 19,3 persen.
Oleh karena itu, perlu partisipasi dari sektor swasta, termasuk swasta luar negeri. Para pelaku usaha dari Korea juga telah menyatakan minatnya. Bagi pemerintah Indonesia, teknologi yang ditawarkan mesti lebih efisien, lebih murah, dan ada alih teknologi. Jika di Indonesia ada teknologi yang lebih baik, tentu yang digunakan adalah teknologi dari dalam negeri.
“Kita berharap ada kerja sama antara pengusaha di sini dengan pengusaha dari Korea. Karena mereka kan juga tertarik dengan isu pemindahan ibukota negara sehingga ingin berpartisipasi,” kata Syarif.
Peluang lain yang menurut Syarif akan dilakukan dengan adalah melakukan pelatihan tenaga ahli di Korea. Tenaga ahli yang mendapat pelatihan di Korea akan dapat lebih bersaing sebagai tenaga ahli ASEAN. Syarif berharap tenaga ahli dari badan usaha milik negara (BUMN) dapat dikirim ke Korea untuk dilatih.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR Herry Vaza mengatakan, pemerintah telah membuat beberapa skema investasi bagi swasta. Ada skema yang merupakan investasi sepenuhnya, ada yang mendapat dukungan pemerintah, serta ada pula skema pembiayaan campuran (hybrid).
Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Changbeom mengatakan, hubungan Korea dengan Indonesia adalah hubungan strategis. Kegiatan yang dilakukan tersebut diharapkan dapat membuka peluang kerja sama yang lebih banyak antar pengusaha di kedua negara.
Vice President of Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology Kwon Sooahn, menambahkan, kegiatan KICT Construction Technology Fair 2019 dilakukan untuk membangun jaringan antar pengusaha di kedua negara. Setiap perusahaan dapat bertemu dengan perusahaan lain untuk menjajaki kerja sama.
Perusahaan asal Korea menawarkan beragam jenis teknologi. Ryu Yongsung dari Asia special material Co Ltd misalnya menawarkan teknologi pembangunan terowongan. Menurut Yongsung, sebagian wilayah Indonesia yang merupakan merupakan pegunungan memerlukan teknologi terowongan.