Hasil penghitungan sementara yang telah dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Israel tersebut didasarkan pada 35 persen dari total surat suara yang dihitung.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
TEL AVIV, RABU — Posisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum aman dan tidak pasti. Peluangnya untuk memperpanjang jabatannya tersendat setelah menurut hasil sementara dan exit poll, Rabu (18/9/2019), koalisi partai kanan radikal dan nasionalis yang dipimpinnya kembali gagal memperoleh kursi mayoritas di parlemen.
Benny Gantz dari partai Biru-Putih, kubu kiri-tengah penantang Netanyahu, mengatakan bahwa exit poll memperlihatkan bahwa Netanyahu kalah, tetapi hasil resmi akan menjadi menunjukkan kekalahan itu. Hasil sementara penghitungan suara menunjukkan, partai Biru-Tengah dan partai Likud pimpinan Netanyahu bersaing ketat.
Berdasarkan hasil penghitungan sementara, partai Gants dan Netanyahu masing-masing memperoleh 32 kursi dari 120 kursi di parlemen. Likud dan partai-partai aliansinya dari kubu agama dan ultra-nasionalis bisa meraup 56 kursi atau kurang lima kursi yang dibutuhkan untuk menguasai mayoritas kursi di parlemen.
Sementara hasil penghitungan suara belum menjamin Gantz bakal menjadi perdana menteri baru, hasil tersebut juga memberikan sinyal bahwa Netanyahu—yang memimpin Israel lebih dari 10 tahun, bisa menghadapi kesulitan dalam mempertahankan jabatannya.
Hasil penghitungan sementara yang telah dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Israel tersebut didasarkan pada 35 persen dari total surat suara yang dihitung. Hasil serupa diperlihatkan oleh tiga saluran televisi Israel, merujuk pada lebih dari 90 persen dari total surat suara yang dihitung. Hasil akhir diperkirakan bisa diketahui, Rabu ini, dan dapat berayun menguntungkan Netanyahu.
Israel menggelar pemilu kedua untuk 2019 pada Selasa (17/9/2019). Dalam jajak pendapat kepada pengguna hak pilih (exit poll) oleh tiga stasiun televisi, Partai Likud pimpinan Netanyahu diprediksi memperoleh paling banyak 33 dari 120 kursi parlemen. Padahal, partai atau gabungan partai membutuhkan sedikitnya 61 kursi parlemen atau Knesset untuk bisa membentuk pemerintahan. Pimpinan partai atau gabungan partai peraih kursi mayoritas Knesset berhak menjadi PM.
Pada pemilu September ini, Likud berkoalisi dengan Yamina, Shas, dan Taurat Yahudi Bersatu. Koalisi itu diprakirakan mendapat paling banyak 56 kursi. Dengan demikian, koalisi itu masih kekurangan lima kursi di Knesset untuk bisa membentuk pemerintahan.
Perolehan suara diperkirakan tidak banyak berubah kala hasil resmi diumumkan pada 25 September 2019. Times of Israel memberitakan, hingga Rabu (18/9/2019) pagi, sekitar 90 persen suara sudah dihitung. Hasilnya menunjukkan koalisi Likud memperoleh paling banyak 56 kursi.
Perolehan koalisi Likud tidak banyak berbeda dibandingkan pemilu April 2019. Kala itu, koalisi Likud juga memperoleh tidak sampai 55 kursi.
Pemilu April 2019 disepakati Knesset dan pemerintah Israel pada Desember 2018. Pemicunya adalah keputusan Partai Yisrael Beiteinu pimpinan Avigdor Lieberman keluar dari koalisi Likud. Keputusan itu membuat kursi Likud terpangkas dari 67 menjadi 61 di Knesset. Dengan selisih tipis itu, pemerintahan limbung. Apalagi, partai Jewish Home pimpinan Naftali Bennet juga mengancam akan mengikuti jejak Yisrael Beiteinu.
Memang, Jewish Home batal keluar dari koalisi Likud. Walakin, Knesset dan pemerintah tetap sepakat mempercepat pemilu dari November 2019 menjadi April 2019. Knesset juga dibubarkan per Desember 2018, walau tetap bisa bekerja dengan status pengampu.
Netanyahu saat ini berstatus sebagai pelaksana tugas perdana menteri (PM) sampai terpilih PM definitif sesuai hasil pemilu. Mekanisme itu berlaku di seluruh negara penerap sistem parlementer. PM akan otomatis berstatus pelaksana tugas jika parlemen bubar.
Menolak kalah
Meski perolehan suara partai dan koalisinya diperkirakan tidak mencukupi untuk menguasai mayoritas di parlemen dan membentuk pemerintahan, Netanyahu menolak mengakui kekalahan. Seperti dikutip Haaretz dan Yedioth Ahronoth, dua media di Israel, Netanyahu menyatakan akan tetap membentuk pemerintahan zionis yang kuat.
Sementara pemimpin koalisi Biru Putih, Benny Gantz, menyebut bahwa Netanyahu sudah kalah. Pernyataan pimpinan koalisi yang diprakirakan mendapat hingga 54 kursi Knesset itu didasarkan pada fakta kegagalan koalisi Likud memperoleh kursi mayoritas.
Padahal, Netanyahu sudah menjanjikan banyak hal selama masa kampanye. Bahkan, ia berjanji akan merebut Lembah Jordania dan menganeksasi Tepi Barat lebih luas. Janji itu untuk menyediakan lebih banyak tempat untuk permukiman kelompok Yahudi Israel. Janji itu membuat marah negara-negara Arab dan tentu saja Palestina. Sebab, perwujudan janji itu sama saja dengan semakin menciutkan wilayah Palestina yang kini sebagian besar sudah diduduki Israel. (REUTERS)