Imam Nahrawi menjadi menteri kedua di era pemerintahan Joko Widodo yang menjadi tersangka korupsi. Sebelumnya Idrus Marham yang kemudian memutuskan mundur dari jabatan Menteri Sosial karena tersangkut kasus korupsi.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia tahun anggaran 2018. Imam diduga menerima suap Rp 26,5 miliar.
”Penerimaan Rp 26,5 miliar diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tersangka sekaligus menahan Miftahul Ulum, staf pribadi Imam, pada Rabu (11/9/2019). Selama 2014-2018 Imam dikatakan menerima uang Rp 14,7 miliar melalui Ulum.
Selain itu, dalam periode 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang sejumlah Rp 11,8 miliar sehingga total yang diterima mencapai Rp 26,5 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Imam dan pihak lain yang terkait.
Alexander menyampaikan, pada penyelidikan yang dilakukan sejak 25 Juni 2019, KPK telah memanggil Imam tiga kali, tetapi Imam tidak pernah memenuhi panggilan tersebut. Imam dipanggil KPK pada 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus 2019.
”KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR untuk memberikan keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan,” ujarnya.
Imam Nahrawi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kronologi kasus
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan oleh KPK pada 18 Desember 2018. Dalam OTT, KPK menyita uang tunai di kantor KONI Rp 7,4 miliar dan menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Kelima tersangka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Dalam perkara ini, Ending Fuad Hamidy dan Jhonny E Awuy divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sementara tiga lainnya masih menjalani persidangan.
Alexander Marwata menjelaskan, dana hibah yang dialokasikan Kemenpora untuk KONI Rp 17,9 miliar. Sebelumnya, KONI terlebih dulu mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
”Pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut diduga sebagai akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya. Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu Rp 3,4 miliar,” tuturnya.
Kemudian, selama persidangan, terungkap adanya pihak lain yang diduga menerima fee. Penerimaan diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Imam dan diberikan melalui Ulum.
Alexander mengatakan, praktik penerimaan suap, gratifikasi yang dianggap suap, dan ketidakpatuhan melaporkan penerimaan gratifikasi oleh para penyelenggara negara mengganggu upaya pemerintah dalam mencapai tujuannya.
”Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia malah dikorupsi, dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa. Apalagi, kali ini dilakukan pucuk pimpinan dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia,” ujar Alexander.
Berdasarkan catatan Kompas, Imam Nahrawi menjadi menteri kedua di era pemerintahan Joko Widodo yang ditetapkan tersangka kasus korupsi.
Sebelumnya, Idrus Marham yang pernah masuk dalam Kabinet Kerja juga terjerat kasus korupsi, yaitu dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Saat itu, akhir Agustus 2018, setelah Idrus menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KPK, dia memutuskan mundur dari jabatan Menteri Sosial.