Sampah Penuhi Pesisir, Penghasilan Nelayan Pun Merosot
Perairan dan kawasan pesisir di Bandar Lampung, Lampung dipenuhi berbagai sampah plastik, terutama sampah rumah tangga. Kondisi ini berdampak pada menurunnya tangkapan nelayan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Perairan dan kawasan pesisir di Bandar Lampung, Lampung, dipenuhi berbagai sampah plastik, terutama sampah rumah tangga. Kondisi ini berdampak pada menurunnya tangkapan nelayan.
Pantauan Kompas, Jumat (13/9/2019), tumpukan sampah memenuhi sejumlah titik di pesisir Bandar Lampung, mulai dari Kecamatan Bumiwaras hingga Kecamatan Panjang. Sampah didominasi bekas pembungkus makanan ringan dan mi instan. Selain itu, terlihat ranting kayu, sayuran, hingga daging busuk.
Salah satu lokasi yang dipenuhi sampah adalah di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumiwaras, Bandar Lampung. Di kawasan permukiman nelayan itu, laut membentuk teluk sehingga air laut mendorong sampah ke pinggir pantai. Pantai tempat perahu nelayan bersandar itu menjadi tumpukan sampah.
Sejumlah nelayan mengaku, tangkapan ikan berkurang akibat banyaknya sampah di laut. Akibatnya, penghasilan mereka juga menurun.
”Hari ini baru dapat uang Rp 20.000,” ujar Lilik (55), nelayan yang sudah lebih dari 30 tahun mencari ikan di perairan Sukaraja. Setiap kali menjaring ikan, banyak sampah plastik yang tersangkut pada jaring nelayan.
Nelayan harus membersihkan sampah yang tersangkut di jaring dan memilah ikan di antara tumpukan sampah. Banyaknya sampah yang tersangkut juga membuat jaring mudah koyak dan rusak.
Setiap hari, nelayan di Sukaraja mencari ikan dengan cara menebar jaring payang sepanjang lebih dari satu kilometer. Setelah 1-2 jam, jaring itu ditarik oleh 10-12 nelayan secara bersama-sama. Dalam sehari, satu kelompok nelayan dapat menjaring ikan 2-3 kali.
Hari itu para nelayan yang berjumlah 11 orang dalam satu kali menjaring hanya mendapat sekitar 20 kilogram ikan dan cumi. Tangkapan itu dijual Rp 230.000 pada pendagang. Hasil penjualan ikan lalu dibagi rata untuk 11 nelayan.
Sebelum tahun 2000, nelayan Sukaraja masih mudah mencari ikan. Hasil tangkapan melimpah hingga puluhan kilogram per orang, jenis ikan juga beragam. ”Dulu, kami masih bisa mendapat ikan simba dan kembung yang besar. Sekarang, kami lebih banyak mendapat sampah,” keluhnya.
Menurut dia, kawasan Pantai Sukaraja tercemar sampah plastik sejak tahun 2000. Tumpukan sampah semakin banyak karena masyarakat yang bermukim di kawasan perairan Bandar Lampung terus-menerus membuang sampah di laut. Padahal, tak jauh dari lokasi pantai terdapat tempat pembuangan sampah sementara.
Saat musim paceklik ikan dan ombak besar, penghasilan nelayan bisa jauh lebih kecil. Di saat seperti itu, sebagian nelayan terkadang memilih beralih pekerjaan menjadi buruh bangunan. ”Kalau ikan lagi susah, saya ikut kakak cari pekerjaan jadi tukang bangunan,” ujar Samsuri, nelayan lainnya.
Ketua Komunitas Nelayan Sukaraja Maryudi mengatakan, selama ini, nelayan sudah bergotong royong membersihkan tumpukan sampah. Namun, gelombang laut kembali membawa sampah plastik ke pantai itu.
Menurut dia, sedikitnya ada 250 keluarga nelayan yang bergantung pada usaha mencari ikan. Namun, kondisi perairan Bandar Lampung yang semakin kotor kian mengancam mata pencaharian nelayan.
Sampah kembali menumpuk karena masih banyak warga di pesisir yang membuang sampah di laut.
”Pemerintah sudah sering menggelar kegiatan bersih-bersih sampah di pantai ini. Tetapi, sampah kembali menumpuk karena masih banyak warga di pesisir yang membuang sampah di laut. Masalah sampah ini harus ditangani banyak pihak,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah pihak telah berupaya menangani masalah sampah di kawasan pesisir Bandar Lampung. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Panjang, misalnya, meluncurkan Kapal Motor Telok Betong sebagai alat pembersih sampah di laut. Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Provinsi Lampung juga beberapa kali melakukan pembersihan sampah di pantai.
Gubernur Lampung Arinal Djuaidi juga telah mencanangkan laut bersih pada 31 Juli 2019. Saat itu Arinal mengatakan, Pemprov Lampung tengah merancang pembangunan tempat pengelolaan sampah terpadu. Pemprov Lampung juga berencana membangun pembangkit listrik tenaga sampah yang mampu menghasilkan daya 25 MW.