Jumlah Dana Kompensasi Tumpahan Minyak Dapat Berubah
Nilai kompensasi untuk warga terdampak tumpahan minyak dari kebocoran anjungan pemboran sumur YYA-1 PHE ONWJ atau Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java masih dapat berubah.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Nilai kompensasi untuk warga terdampak tumpahan minyak dari kebocoran anjungan pemboran sumur YYA-1 PHE ONWJ atau Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java masih dapat berubah. Ruang perubahan itu ada karena formula penghitungan kompensasi belum final.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) telah memberikan kompensasi kerugian dua bulan kepada warga yang terdampak mata pencariannya dan telah terverifikasi. Mereka mendapatkan Rp 900.000 per bulan per keluarga.
"Saat ini proses finalisasi formulasi (kompensasi) masih terus berjalan. Namun, kami telah menyepakati angka kompensasinya dan membagikannya sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan," kata Fajriyah Usman saat ditemui di Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Total dana kompensasi yang dibagikan PHE, kata Fajriyah, pada tahap awal sebesar Rp 18,54 miliar. Pembayaran kompensasi ini menggunakan metode nontunai yang melibatkan Himpunan Bank Negara (HIMBARA), yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Adapun total penerima kompensasi yang telah terverifikasi sebanyak 10.271 warga. Awalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendata, jumlah penerima kompensasi yang diajukan sebanyak 14.721 warga.
Penentuan angka kompensasi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Pasal 4 peraturan tersebut menyebutkan, penghitungan kerugian lingkungan dilakukan oleh ahli di bidang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Ahli di bidang valuasi ekonomi lingkungan hidup juga dapat terlibat. Dalam kasus tumpahan minyak dari kebocoran anjungan pemboran sumur YYA-1 PHE ONWJ, penghitungan kompensasi melibatkan Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor sebagai konsultan akademik.
Tim Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), SKK Migas, MUI Jabar serta kepala dinas terkait di tujuh kabupaten dan kota terdampak, juga dilibatkan.
Ke depannya, Fajriyah mengatakan, angka kompensasi itu dapat bertambah. Selain dari segi nilai, jumlah warga penerima juga diprediksi akan bertambah.
Angka kompensasi itu dapat bertambah. Selain dari segi nilai, jumlah warga penerima juga diprediksi akan bertambah.
Fajriyah berharap, keputusan tahap pemberian kompensasi dan formulasi finalnya dapat selesai pada awal Oktober 2019. Hal ini bergantung dari berhentinya tumpahan minyak dari kebocoran sumur.
Penghentian kebocoran minyak dengan pembuatan tajak pengeboran Relief Well YYA-1RW yang melibatkan Rig Jack Up Soehanah. Saat ini telah mencapai kedalaman hingga 8.900 kaki.
Sementara itu, Pertamina juga berkomitmen mengganti rugi dan merehabilitasi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Meskipun demikian, Fajriyah belum bisa menyebutkan perkiraan luas lingkungan terdampak, baik pesisir maupun lautan.
Terkait dampak kerusakan lingkungan, Direktur Jenderal Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan, KLHK masih memproses penghitungan area terdampak.
"Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 juga menyatakan, kerugian ekosistem termasuk dalam kerugian lingkungan hidup, penghitungan nilainya mesti melibatkan ahli terkait," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyatakan, korporasi mesti memperhitungkan ganti rugi hutan mangrove dan ekosistem bawah laut terdampak.
Ekosistem yang terdampak ini dapat mengancam keberlanjutan dan keberlangsungan produksi ikan yang menjadi sumber mata pencarian utama bagi warga setempat.