Fenomena suku bunga negatif dan potensi resesi ekonomi di AS akan menggerakkan arus modal masuk ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena suku bunga negatif dan potensi resesi ekonomi di AS akan menggerakkan arus modal masuk ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Pergerakan arus modal masuk ini perlu diantisipasi untuk menjaga stabilitas kurs rupiah dan daya saing ekspor.
Selain resesi ekonomi AS, risiko perekonomian global diwarnai fenomena suku bunga negatif. Bank Sentral Jepang (BOJ) menetapkan suku bunga acuan negatif 0,1 persen, sementara Bank Sentral Eropa (ECB) negatif 0,4 persen.
Kebijakan suku bunga negatif juga diikuti beberapa bank nasional Eropa, seperti Denmark, Swiss, Swedia, dan Jerman. Langkah ini ditempuh untuk memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi domestik di tengah risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Suku bunga negatif membawa implikasi besar terhadap imbal (yield) obligasi. Dikutip dari laman Bloomberg, obligasi global dengan imbal hasil negatif naik dua kali lipat menjadi 17 triliun dollar AS. Sekitar 30 persen surat utang di dunia yang berstatus layak investasi (investment-grade) memiliki imbal hasil nyaris nol.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, kebijakan suku bunga negatif yang ditempuh Jepang dan Eropa berpotensi menggerakkan arus modal ke pasar negara ke kawasan Asia. Investor akan memilih negara dengan tingkat suku bunga positif.
”Arus modal asing akan bergerak ke negara-negara yang tingkat bunganya tidak negatif. Kawasan Asia jadi target, seperti China, Malaysia, Thailand, dan Indonesia,” kata Ari yang dihubungi Senin (9/9/2019), di Jakarta.
Menurut Ari, fenomena suku bunga negatif tahun ini berbeda dengan tahun 2016. Pergerakan arus modal diproyeksikan lebih deras karena kebijakan suku bunga negatif bersamaan dengan potensi resesi ekonomi AS. Bahkan, ada kecenderungan imbal obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun bergerak negatif.
Indonesia jadi salah satu pasar menarik bagi investor portofolio. Imbal obligasi Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun relatif tinggi kisaran level 7,9 persen. Selain itu, peringkat utang jangka panjang Indonesia BBB dengan proyeksi stabil. Investor juga menilai fundamen ekonomi domestik cukup terjaga.
Ari mengatakan, fenomena suku bunga negatif akan meningkatkan aliran modal asing ke Indonesia. Hal itu mulai tecermin pada kurs rupiah yang relatif stabil pada kisaran Rp 14.000 per dollar AS dalam beberapa bulan terakhir. Prospek aliran modal asing masuk masih cukup besar.
”Kondisi ini dapat mengurangi dampak perang dagang terhadap neraca pembayaran Indonesia. Namun, pemerintah tetap harus berhati-hati karena pembalikan modal asing bisa terjadi kapan pun,” kata Ari.
Meski demikian, arus modal masuk yang cukup deras tetap harus diwaspadai. Bank Indonesia mesti menyerap sebagian modal untuk cadangan devisa. Kurs rupiah mesti dijaga stabil di kisaran Rp 13.900-Rp 14.000 per dollar AS untuk menjaga daya saing ekspor.
Mengutip data BI, posisi cadangan devisa pada Agustus 2019 sebesar 126,4 miliar dollar AS. Posisi ini meningkat tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya, 125,9 miliar dollar AS.
Waspada
Secara terpisah, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, kepercayaan pasar terhadap Indonesia saat ini terjaga. Bauran kebijakan yang tempuh cukup efektif sehingga fundamen ekonomi terjaga, imbal obligasi pemerintah menarik, dan selisih imbal hasil (spread) masih di atas 5,5 persen.
Indonesia jadi salah satu pasar menarik bagi investor portofolio. Imbal obligasi Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun relatif tinggi kisaran level 7,9 persen.
”Kebijakan moneter yang ditempuh juga dibarengi kebijakan fiskal yang pruden, jadi itu sangat memengaruhi. Sekarang kita sudah di jalur yang benar, tinggal diteruskan,” ujar Destry.
Meski demikian, Destry tidak menampik risiko arus modal keluar tetap ada seiring kondisi ekonomi global yang dinamis. Namun, hal serupa juga akan menimpa negara-negara lain di dunia. Pergerakan pasar cukup volatil mengikuti dinamika perang dagang AS-China. Perekonomian global masih diselimuti ketidakpastian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam berbagai kesempatan, mengatakan, fundamen ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada investasi portofolio. Pemerintah kini fokus menarik investasi asing langsung untuk mengantisipasi pembalikan modal dan memperbaiki defisit transaksi berjalan.
”Kebijakan akan dikelola dengan baik sehingga kepercayaan investor tetap terjaga dan perekonomian bisa tumbuh tinggi dan stabil,” ujar Sri Mulyani.
Saat ini upaya menarik investasi asing langsung ditempuh melalui bauran kebijakan pembangunan infrastruktur, pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.