Warga Bantaran Kali Jambe Ingin Bebas dari Sampah, tetapi...
Kabupaten Bekasi krisis kebersihan. Sampah plastik yang menumpuk di kali sepanjang ratusan meter berulang terjadi sepanjang 2019. Situasi ini mengancam kesehatan warga sekitar dan juga membahayakan kehidupan biota air.
Oleh
Stefanus ato
·5 menit baca
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, krisis kebersihan. Kejadian sampah plastik menumpuk di kali dengan panjang ratusan meter berulang terjadi sepanjang tahun 2019. Situasi ini tak hanya mengancam kesehatan warga sekitar, tetapi juga kian membahayakan kehidupan biota air.
Pina (55) sibuk melayani pelanggan di warung kecilnya di bantaran Kali Jambe, Desa Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Selama menyiapkan pesanan pelanggan itu, lalat beterbangan ke sana kemari dan tak jarang ada yang hinggap di makanan-makanan yang dipajang Pina.
”Warung saya dulu tidak begini, tetapi sejak tiga bulan lalu, dikerumuni lalat. Ini lalat dari Kali Jambe, di belakang itu, kan, penuh sampah,” katanya, Kamis (5/9/2019).
Kali Jambe merupakan anak Sungai Cikarang Bekasi Laut yang bermuara di Laut Jawa. Badan kali yang dipenuhi sampah berada di dua desa, yakni Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, dan Desa Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara. Sejak tiga bulan lalu, volume sampah di Kali Jambe terus menumpuk dan menutupi aliran kali sepanjang 300 meter.
Pina mengakui, warga terganggu dengan sampah itu. Sebab, aroma busuk terasa menusuk hidung saat ada tiupan angin. Lalat pun beterbangan ke sana kemari dan masuk hingga rumah warga.
”Paling enggak tahan itu nyamuk. Saya setiap malam bakar obat nyamuk tiga sampai empat lingkaran. Tetapi sama saja, ini badan anak-anak pada merah semua,” ucap warga RT 004 RW 004 Kelurahan Mangunjaya itu.
Tak jauh dari Pina, keluhan warga soal sampah juga disampaikan Niasan (54), warga RT 003 RW 005, Desa Mangunjaya. Di dekat perumahan warga, tepat di Bantaran Kali Jambe, ada tempat pembuangan sampah liar yang sudah puluhan tahun dikelola salah satu warga setempat.
Selain berasal dari perumahan warga, sampah tersebut juga berasal dari salah satu pabrik bijih plastik yang letaknya tak jauh dari TPS liar itu. Selama ini, untuk mencegah sampah jatuh ke kali, sampah itu dibakar. Asap pembakaran membubung tinggi dan mengganggu masyarakat sekitar.
”Sudah berulang kali protes. Tetapi sama saja, yang punya lahan bilang itu haknya. Dia juga makan minum dari situ, kan lahan dia dipakai, jadi ada bayaran,” katanya.
Kamis siang, saat di TPS liar itu, asap masih membubung ke udara. Sebagian dari sampah yang menggunung itu jatuh ke Kali Jambe dan hanyut terbawa aliran air kali.
Berdasarkan penelusuran Kompas, selain dari TPS liar itu, penyumbang sampah terbesar ke Kali Jambe ialah dari TPS liar di RT 003 RW 004 Kelurahan Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara. Akan tetapi, warga di bantaran Kali Jambe juga ikut berperan mengotori Kali Jambe.
Sampah tak terkelola
Pina menambahkan, dirinya khawatir aroma busuk, lalat, dan nyamuk itu sewaktu-waktu berdampak pada kesehatan warga. Pina berharap lingkungannya bersih dari sampah. Namun, warga kebingungan karena sampah rumah tangga yang dihasilkan selama ini masih dikelola masing-masing.
Akibatnya, ada warga yang membakar sampahnya sendiri, membuang ke sungai, atau membayar tukang pikul untuk dibawa ke TPS liar. Di TPS liar itu sampah yang menggunung sewaktu-waktu bisa jatuh ke Kali Jambe karena tak ada pagar pembatas di bantaran kali.
Satori (85), pemilik lahan TPS liar RT 003 RW 004 Kelurahan Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara, mengatakan, sampah yang ada di lahannya berasal dari 18 RT di Desa Karangsatria. Sampah 18 RT itu diangkut oleh sembilan orang anaknya dengan bayaran Rp 300.000 per bulan untuk setiap RT.
Namun, patut disayangkan karena sampah di 18 RT itu sebagian berasal dari dua kawasan perumahan elite yang seharusnya memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Sampah kawasan perumahan idealnya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burakeng.
Camat Tambun Selatan Imam Santoso, saat ditemui di lokasi, mengatakan, sampah yang memenuhi Kali Jambe bukan berasal dari perumahan warga. Adapun terkait TPS liar di sekitar bantaran Kali Jambe, pihaknya masih akan melakukan penelusuran untuk mengecek kebenaran informasi itu.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Bekasi Nur Chaidir, yang hadir di lokasi untuk memantau sampah Kali Jambe, menolak diwawancarai. Akan tetapi, dia memastikan kehadirannya untuk survei lokasi agar memudahkan alat berat masuk membersihkan Kali Jambe. Pembersihan direncanakan dimulai pada Jumat (6/9/2019).
Masalah berulang
Persoalan sampah memenuhi aliran kali merupakan kasus berulang yang sering terjadi di Kabupaten Bekasi. Akhir Juli 2019, sampah juga memenuhi aliran Kali Busa, Desa Bahagia, Babelan, sepanjang dua kilometer. Sampah itu baru dibersihkan Pemerintah Kabupaten Bekasi setelah diributkan media massa. Masalah serupa pernah terjadi di Kali Pisang Batu, Desa Pahlawan Setia, Tarumajaya, awal Januari 2019.
Akhir Juli 2019, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Agus Supriyanto mengatakan, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 3,9 juta orang. Dari jumlah itu, volume sampah yang dihasilkan setiap hari sekitar 2.400 ton. Namun, sampah yang dibawa ke TPA Burakeng hanya 850 ton per hari.
”(Yang terangkut) Ada yang habis dikelola melalui bank sampah yang jumlahnya 170 bank. Ada masyarakat yang buang ke kali dan ada juga masyarakat yang buang ke TPS liar,” katanya.
Salah satu penyebab sebagian sampah warga tak bisa dibawa ke TPA Burangkeng adalah karena kapasitas TPA itu sudah berlebihan. Di satu sisi, rencana perluasan TPA Burangkeng baru akan dimulai tahun 2020 sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2020-2024.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional Bagong Suyoto, ketika dihubungi terpisah, mengatakan, dampak pembuangan sampah di daerah aliran sungai dikhwatirkan menurunkan kualitas air tanah. Sampah di kali juga mengancam biota air. ”Ikan sapu-sapu yang paling tahan kondisi air keruh sekalipun mati karena terendam limbah B3,” ucapnya.
Bagong mempertanyakan tumbuhnya beberapa TPS ilegal yang tersebar di Kabupaten Bekasi. TPS ilegal itu dinilai muncul karena ada sebagian wilayah di Kabupaten Bekasi yang belum tersentuh layanan kebersihan.
”Wilayah yang cukup jauh, apalagi masuk kampung-kampung, sangat jelas tidak mendapat pelayanan kebersihan. Data tingkat pelayanan berkisar 45-48 persen dari sekitar 2.200 ton per hari produksi sampah Kabupaten Bekasi perlu dipertanyakan. Basis datanya riil atau sekadar asumsi,” ucapnya.