Pyongyang Ingin Batasi Keberadaan PBB di Korea Utara
Pyongyang ingin membatasi jumlah pegawai Perserikatan Bangsa-Bangsa di Korea Utara menjelang akhir 2019. Pembatasan dilakukan karena sejumlah pihak memolitisasi bantuan internasional sehingga mengancam keamanan negara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Pyongyang ingin membatasi jumlah pegawai Perserikatan Bangsa-Bangsa di Korea Utara menjelang akhir 2019. Pembatasan dilakukan karena sejumlah pihak memolitisasi bantuan internasional sehingga mengancam keamanan negara.
Sekretaris Jenderal Komite Koordinasi Nasional Korea Utara untuk PBB Kim Chang Min menulis surat kepada koordinator PBB di Korut, Tapan Mishra, 21 Agustus 2019. Salinan surat diperoleh The Associated Press (AP) pada Kamis (5/9/2019).
”Korut menghargai kolaborasi dengan badan-badan PBB dan mengapresiasi upaya Mishra untuk mengaktifkan kembali dukungan PBB kepada Korut. Namun, kami terpaksa mempertimbangkan pengurangan staf internasional di Korut karena ruang lingkup dan jumlah intervensi PBB sangat rendah akibat politisasi bantuan oleh musuh,” tulisnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, jumlah pegawai Program Pembangunan PBB (UNDP) harus dikurangi dari enam orang menjadi satu atau dua orang. Jumlah pegawai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu dibatasi dari enam menjadi empat orang dan Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) dikurangi dari 13 orang menjadi 11 atau 12 orang.
Kim melanjutkan, Program Pangan Dunia (WFP) juga mesti mengurangi jumlah staf yang dimiliki berdasarkan jumlah bantuan pangan yang akan disediakan dalam rencana strategis periode 2019-2021.
”Tidak ada kebutuhan untuk petugas bantuan kemanusiaan. Pejabat PBB sebaliknya dapat berkunjung ketika dibutuhkan,” ujar Kim.
Dalam surat tersebut, Kim tidak merinci siapa musuh yang dimaksud. Akan tetapi, surat tersebut dikirim di tengah mandeknya negosiasi denuklirisasi Korut-Amerika Serikat dan menjelang pertemuan tahunan Majelis Umum PBB.
PBB berupaya meyakinkan Korut untuk tidak memangkas jumlah pegawai organisasi internasional tersebut. PBB membawa misi kemanusiaan yang penting di Korut.
”Kami sedang berdialog mengenai masalah pemotongan staf bantuan internasional di Korut. Kegiatan PBB sudah memiliki ’jejak’ di Korut dan penting untuk melanjutkannya pada tingkat saat ini guna mendukung ketahanan pangan, air, program nutrisi, serta mobilisasi sumber daya,” kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
PBB mengestimasi sekitar setengah dari populasi Korut, yaitu 10,3 juta orang, membutuhkan bantuan dan kurang gizi. Kondisi ini diperparah karena Pyongyang menyatakan terjadi krisis pangan pada tahun ini akibat kekeringan, bencana banjir, dan sanksi internasional.
Seorang pejabat PBB secara anonim menyampaikan, PBB terkejut atas perubahan situasi di Korut. ”Keputusan Pemerintah Korut melukai warganya,” ujarnya.
Ia melanjutkan, imbauan untuk mengurangi jumlah pegawai bersamaan dengan merebaknya narasi yang tidak tepat dari Rusia dan China. Kedua negara mitra Korut itu menyatakan masalah kemanusiaan Korut terjadi akibat sanksi internasional dan masalah dapat terselesaikan jika sanksi dicabut.
Dewan Keamanan PBB meningkatkan sanksi terhadap Korut sejak 2006 guna menghentikan pendanaan untuk program rudal nuklir dan balistik Pyongyang. PBB melarang Korut mengekspor, seperti batubara, besi, timah, tekstil, dan makanan laut. Amerika Serikat turut memberlakukan sanksi serupa untuk semakin memangkas akses Korut ke pendanaan.
Tidak hadir
Selain mengimbau pengurangan pegawai PBB, Pyongyang juga menyatakan batal mengirim Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho ke dalam pertemuan Majelis Umum PBB pada 24 September 2019. Jadwal Ri dinyatakan tidak memgungkinkan. Ri telah menghadiri pertemuan tersebut selama tiga tahun terakhir.
Sebagai gantinya, Korut menyatakan akan mengirim delegasi. Hal ini berarti pejabat pengganti Ri adalah Duta Besar Korut untuk PBB atau pejabat lainnya pada tingkat yang lebih rendah.
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan, telah menerima laporan Ri tidak akan berkunjung ke New York yang menjadi markas PBB. ”Kami siap untuk melanjutkan percakapan diplomatik dengan pihak Korut,” ujar salah satu juru bicara, tanpa menyebutkan nama. (AP/REUTERS)