Transportasi Publik Terdampak Tawuran di Manggarai
Kebiasaan buruk masih terjadi di ibu kota negara Indonesia. Tawuran antarwarga pecah sewaktu-waktu setelah mereka bergesekan kepentingan. Akibatnya, kepentingan publik terganggu.
Oleh
Stefanus Ato
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tawuran antardua kelompok pemuda kembali pecah di dekat Terminal Bus Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2019). Tawuran itu tak hanya mengakibatkan kemacetan lalu lintas, tetapi juga berdampak pada operasional bus Transjakarta.
Pantauan Kompas, tawuran antardua kelompok pemuda itu terjadi di sekitar Jalan Sultan Agung, mulai dari depan Halte Pasar Rumput hingga Terminal Bus Manggarai, sekitar pukul 16.00. Tawuran itu menyebabkan laju kendaraan, bak dari arah Palmerah maupun arah Manggarai terhenti sekitar 30 menit.
Sejumlah bus Transjakarta dari arah Manggarai menurunkan para penumpangnya di jalanan. Perjalanan kereta rel listrik dari Stasiun Karet ke Stasiun Manggarai atau arah sebaliknya juga tak terlihat selama sekitar 30 menit atau selama tawuran berlangsung.
Agung (34), saksi mata di lokasi mengatakan, dia tidak mengetahui penyebab kedua kelompok pemuda itu terlibat tawuran. Namun, sejak pukul 14.00, ada dua kelompok pemuda yang saling sindir.
”Tidak lama kemudian mereka mulai saling lempar batu dan ada beberapa mobil yang kena lemparan batu,” katanya.
Berulang
Perwira Pengawas Kepolisian Sektor Tebet Inspektur Dua Trimulyo mengatakan tawuran di wilayah itu sudah terjadi berulang. Tawuran itu tak hanya mengganggu arus lalu lintas di Jalan Sultan Agung. Para kelompok pemuda yang terlibat tawuran juga sering merusak fasilitas publik, seperti halte bus Transjakarta.
”Ini melibatkan dua kelompok pemuda dari Setia Budi dan Menteng Wadas, tetapi situasi sudah kembali normal, lalu lintas juga sudah lancar,” katanya.
Trimulyo mengatakan, karena tawuran ini melibatkan warga dua kelurahan, untuk mencegah tawuran ini kembali terjadi, penanganannya dilakukan dengan menjalin sinergitas antara Polsek Tebet, Polsek Setia Budi, dan Polsek Menteng.
”Kami menggunakan pendekatan persuasif dengan mendekati pihak RT, RW, dan tokoh agama setempat. Bentuknya berupa sosialisasi karena tawuran ini melibatkan para pemuda yang sebagian besar masih di bawah umur,” katanya.