JAKARTA, KOMPAS – Persiapan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur menjadi momentum mempercepat layanan perizinan berusaha terintegrasi. Upaya itu penting dalam rangka mempermudah proses pengurusan izin usaha.
Sebab, sebagian besar pelaku usaha berkantor di Jakarta. Idealnya, pengurusan izin usaha dapat diselesaikan dalam waktu lebih singkat. Namun, pengurusan izin secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) sementara ini belum terintegrasi secara penuh. “Sekarang, OSS baru jalan 40 persen,” kata Pakar Kebijakan Publik Riant Nugroho, yang juga Ketua Rumah Reformasi Kebijakan (RRK), di kantornya di Jakarta, Senin (2/9/2019).
Artinya, sistem OSS yang ada saat ini belum terintegrasi dengan seluruh database lembaga kepemerintahan atau pun penegak hukum. Riant menjelaskan, sistem OSS saat ini misalnya belum terkoneksi dengan data dari Kejaksaan Agung atau pun kepolisian.
Menurutnya, integrasi itu penting supaya profil pelaku usaha betul-betul diketahui sebelum ia memperoleh izin usaha.“Kalau ia masuk daftar blacklist (daftar hitam), harusnya tidak dapat izin usaha,” ujarnya.
Dalam rangka mempersiapkan pemindahan Ibu Kota, pihaknya saat ini kerja sama dengan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mematangkan sistem OSS. Diharapkan, sistem OSS dapat menjadi lebih terintegrasi dalam waktu kurang dari dua tahun. Selama masa transisi, Riant mengusulkan agar tetap ada kantor perwakilan pemerintah pusat di Jakarta.
Dihubungi secara terpisah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menambahkan, apabila proses pengurusan izin usaha masih dilakukan secara manual atau tidak secara online ketika ibu kota telah pindah ke Kalimantan Timur, maka hal tersebut akan memberatkan pelaku usaha yang berkantor pusat di Jakarta. “Mereka harus ke Kalimantan Timur untuk mengisi formulir dan memperoleh pengesahan. Prosesnya memakan waktu yang lebih panjang. Biayanya juga lebih tinggi,” ujarnya.
Pengurusan izin secara manual juga berpotensi menimbulkan cara kerja yang tidak transparan dan mengandalkan praktik pencaloan. Hingga sekarang, sistem OSS belum diajalankan secara penuh, salah satunya karena praktik pengurusan izin yang tidak transparan itu disalahgunakan sebagai sumber masukan sejumlah pemerintah daerah. “Banyak, kan, kepala daerah yang ditangkap karena masalah perizinan,” tambah Trubus.
Sistem OSS diluncurkan sejak Juli 2018 oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Ia mengatakan, OSS mempermudah izin usaha agar investor lebih tertarik berinvestasi di Indonesia, terutama investasi yang berorientasi ekspor. Semua proses pengajuan izin usaha dapat dilakukan secara online dan terintegrasi dengan kementerian dan pemerintah daerah. (Kompas, 10/7/2018)
Sayangnya, implementasinya hingga sekarang tampaknya belum sejalan tujuan itu. Setiap daerah, seperti Jakarta, memiliki sistemnya sendiri, melalui pelayanan terpadu satu pintu atau PTSP. Belum PTSP daerah terintegrasi dengan OSS versi nasional. Akibatnya, terjadi lah tumpang tindih aturan.
“Kalau wacana pemindahan ibu kota terjadi, maka ini suatu momentum untuk menerapkan OSS secara keseluruhan. Jadi, pelaku usaha tidak perlu lagi bolak balik ke ibu kota mengurus izinnya,” kata Trubus.