Kasus Penahanan Yang Hengjun dan Mengerasnya Hubungan Australia-China
Oleh
BENNY D KOESTANTO DAN MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
Enam bulan lebih setelah penulis Australia kelahiran China, Yang Hengjun (53), ditahan di Guangzhou, Pemerintah China pada Selasa (27/8/2019) secara resmi mengumumkan penahanan Yang dengan tuduhan spionase. Ini tuduhan serius. Pelaku kejahatan spionase di China dapat dijatuhi hukuman mati.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne telah menyampaikan kekecewaan atas penahanan Yang. Sikap ini dibalas Beijing, melalui jubir Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, juga dengan pernyataan kekecewaan. Beijing menilai Canberra mencampuri urusan dalam negerinya.
Seperti diberitakan, hingga Selasa lalu, Yang belum secara formal didakwa. Penyidik harus memutuskan dalam 37 hari, apakah menyetujui penangkapan resmi Yang atau meminta waktu tambahan untuk penyelidikan. Pengacara Yang dari Australia, Rob Stary, menyebut dasar tuduhan spionase yang dilontarkan Beijing kepada Yang belum jelas.
”Kami belum tahu, misalnya, apakah itu konsekuensi dari tulisan-tulisannya sebagai aktivis demokrasi atau sebagai bloger atau sebagai akademisi,” ujar Stary kepada kantor berita Reuters. ”Dia tinggal lama di AS. Jadi, kami belum tahu apakah ia dianggap melakukan spionase untuk Australia atau AS atau Taiwan atau siapa pun jika itu sebuah tuduhan.
Yang (53), mantan diplomat China yang beralih menjadi warga Australia serta jurnalis daring dan bloger, ditahan di China sejak Januari lalu. Ia ditahan saat tiba di Guangzhou dalam penerbangan dari New York bersama istrinya, Yuan Xiaoliang, dan anak tirinya yang berusia 14 tahun. Ia ditangkap saat menunggu penerbangan lanjutan ke Shanghai.
Yang mendapat kewarganegaraan Australia pada 2002 dan meraih gelar doktor dari University of Technology Sydney. Ia tinggal di New York sebagai dosen tamu di Columbia University.
Sementara tuduhan spionase terhadap Yang masih teka-teki, kasus tersebut terjadi di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik antara Canberra dan Beijing. Sikap dingin China mengenai nasib Yang menandai salah satu friksi dalam hubungan mereka dengan Australia, yang memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Australia secara tradisional cenderung menghindari friksi dengan Beijing. Namun, kasus penangkapan Yang akan meningkatkan tekanan publik pada Canberra untuk mengambil sikap lebih keras terhadap China, mitra dagang terpentingnya. Di Australia, kekhawatiran terhadap pengaruh Beijing pada politik negara itu juga makin meningkat. Begitu juga kekhawatiran terhadap kebijakan luar negeri dan pengaruh militer China yang agresif di Pasifik.
Pernyataan di Vietnam
Pengumuman resmi status Yang diumumkan beberapa hari setelah kunjungan Perdana Menteri Scott Morrison ke Vietnam, Jumat (23/8/2019). Dalam kunjungan itu, Morrison dan PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc menyatakan keprihatinan serius atas ketegangan di Laut China Selatan (LCS) yang disengketakan. Keduanya menyerukan penghormatan terhadap hukum internasional dan kebebasan navigasi.
Morrison juga mendesak negara-negara di Asia untuk membela ”kemerdekaan dan kedaulatan” mereka masing-masing. Seruan itu dikeluarkan di tengah meningkatnya ketegangan di LCS yang diklaim sejumlah negara.
”(Kita semua harus menjunjung tinggi) prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kebebasan navigasi, kebebasan, memastikan bahwa negara-negara dapat mewujudkan dan mengembangkan peluang yang ada dalam ZEE (zona ekonomi eksklusif) mereka dan dalam batas laut mereka, dan mereka dapat menjalankan bisnis itu dengan cara yang didukung dan ditegakkan oleh arsitektur regional dan aturan hukum yang mendukung kegiatan secara bebas,” papar Morrison.
Pernyataan kedua pemimpin itu muncul setelah Amerika Serikat mengecam China karena ”eskalasi” di jalur pelayaran global utama itu. Beijing dituduh mengerahkan kapal perang, mempersenjatai pos-pos terdepan, dan merusakkan kapal penangkap ikan.
Sebelumnya AS telah mengatakan sangat prihatin bahwa China terus mengganggu kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang telah berlangsung lama di ZEE Vietnam. China mengklaim LCS secara keseluruhan dan telah mengerahkan kapal survei dengan pengawalan bersenjata ke perairan Vietnam, mengabaikan seruan Hanoi untuk meninggalkan daerah itu.
Morrison dan Phuc tidak menyebut China secara eksplisit. ”Saya di sini bukan untuk membuat tuduhan atau melakukan hal semacam itu. Kami tidak memihak,” kata Morrison.
Morrison dan Phuc mendesak semua pihak agar menahan diri dari melontarkan ancaman atau penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan perselisihan sesuai hukum internasional. Morrison mengatakan, posisi Australia konsisten. ”Kami hati-hati dengan apa yang kami katakan, tetapi yang paling penting kami melakukannya penuh hormat,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)