Pengelola ruas Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali membenahi infrastruktur jalan untuk meminimalisasi kecelakaan lalu lintas. Selain itu, diperlukan penegakan hukum dan kesadaran pengemudi untuk menekan risiko kecelakaan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Pengelola ruas Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali membenahi infrastruktur jalan untuk meminimalisasi kecelakaan lalu lintas. Namun, upaya itu tidak cukup dalam upaya mencegah kecelakaan maut di ruas jalan tol terpanjang tersebut tanpa penegakan hukum dan kesadaran pengemudi.
Pembenahan infrastruktur di jalan tol sepanjang 116,7 kilometer itu antara lain dilakukan dengan memasang wire rope atau tali baja pembatas median jalan, strobo (lampu kedap-kedip), dan rumble dot (garis kejut). Pada Rabu (28/8/2019), misalnya, pekerja memasang wire rope di median jalan Kilometer 145-146, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Tali baja itu akan dipasang di median jalan sepanjang 18 kilometer di 16 titik rawan kecelakaan, seperti ruas Km 137 hingga Km 154. Penentuan titik tersebut juga berdasarkan rekomendasi polisi. Pemasangan pembatas yang ditargetkan rampung September tahun ini akan melengkapi wire rope sebelumnya sepanjang 16 kilometer.
”Nanti kami lihat, apakah pembatas jalan itu akan ditambah atau tidak,” ujar Agung Prasetyo, Direktur Operasional PT Lintas Marga Sedaya (LMS), pengelola Tol Cipali.
Menurut dia, dengan wire rope, kecelakaan akibat kendaraan menyeberang median jalan bisa dikurangi. Pihaknya mencatat, sejak Januari hingga Juli tahun ini, sebanyak 25 nyawa melayang dalam kecelakaan yang berawal dari kendaraan menyeberang median jalan di Cipali. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2018, yakni 11 korban meninggal.
”Jalan di Cipali sudah memenuhi standar, seperti median jalan terbuka yang lebih 5 meter tidak diharuskan memasang pembatas jalan. Namun, untuk meningkatkan keselamatan pengendara, kami tetap pasang,” kata Agung. Median jalan selebar 9 meter di Cipali berupa rerumputan dengan cekungan di tengahnya.
Empat tali wire rope yang kami pasang di Cipali ini mampu menahan beban hingga 80 ton.
Vincent Poernomo, Managing Director Cakra Internasional, perusahaan pembuat wire rope, mengklaim, produknya mampu membendung laju kendaraan dengan kecepatan 100 kilometer per jam dengan sudut 20 derajat. ”Empat tali wire rope yang kami pasang di Cipali ini mampu menahan beban hingga 80 ton,” ujarnya.
Alat tersebut, lanjutnya, telah terbentang di sejumlah jalan tol di Indonesia, salah satunya di ruas Tol Jakarta-Merak sekitar 60 kilometer. Dia berharap, wire rope setinggi 680 milimeter dengan ketebalan baja 19 milimeter tersebut dapat mencegah kendaraan menyeberang jalur yang berujung kecelakaan.
”Sebagus apa pun alat safety (keselamatan) dipasang, kalau pengemudi tidak bisa mengatur kendalinya, kecelakaan bisa terjadi,” ucapnya.
Kelalaian manusia
Berdasarkan catatan PT LMS, lebih dari 80 persen kecelakaan di Cipali disebabkan oleh faktor kelalaian manusia. Penyebab lainnya adalah faktor teknis kendaraan, seperti rem blong atau pecah ban. Faktor kelalaian manusia tersebut tampak pada tingginya kasus kecelakaan tabrak belakang.
Hingga pertengahan tahun ini saja, dari 61 korban meninggal di Cipali, sebanyak 34 korban kehilangan nyawanya karena kasus tabrak belakang. Kasus serupa juga mendominasi pada 71 korban meninggal tahun 2018 dan 92 korban tewas pada tahun sebelumnya.
”Kelalaian manusia juga tampak pada waktu kecelakaan yang paling banyak berlangsung pukul 05.00-06.00. Ini saat pengemudi mengantuk,” kata General Manager Operasi PT LMS Suyitno.
Adapun titik lelah pengendara, menurut dia, berada di ruas Subang-Cikedung dan Cikedung-Kertajati.
Oleh karena itu, pihaknya terus menyosialisasikan pentingnya keselamatan berkendara kepada pengguna Tol Cipali melalui spanduk, video elektronik, hingga mendatangi pangkalan bus atau truk. Ia juga mengimbau kepada sekitar 40.000 pengendara yang melintas di Cipali setiap hari agar memanfaatkan area istirahat jika lelah.
Penindakan hukum
Selain edukasi, penindakan hukum bakal digiatkan untuk mengantisipasi kecelakaan di Cipali. Salah satunya, penertiban kendaraan yang melebihi batas muatan dan dimensi. ”Operasi ini akan digelar pada September dan Oktober. Kendaraan yang melanggar akan diminta keluar tol,” katanya.
Pada Rabu siang, Unit Patroli Jalan Raya Tol Cipali Polda Jabar juga menggelar operasi penertiban kendaraan yang kecepatannya tidak sesuai aturan di Km 164. Polisi menggunakan speed gun atau alat pengukur kecepatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Darat, untuk jalan bebas hambatan, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 60 kilometer per jam. Adapun batas maksimalnya 100 kilometer per jam.
Kepala Unit Patroli Jalan Raya Tol Cipali Polda Jabar Ajun Komisaris Azis Syarifudin menuturkan, kendaraan kecil kerap melebihi batas maksimal kecepatan, sedangkan truk melaju di bawah 60 kilometer per jam.
”Setiap operasi, kami menindak sekitar 50 kendaraan. Operasi ini rutin, sebulan sekali, dengan tempat yang berbeda,” ucap Azis.
Hadi Gunawan (49), pengguna Tol Cipali asal Cirebon, mengaku tidak tahu larangan batas maksimal kecepatan kendaraan di tol. ”Harusnya, pengelola tol memasang spanduk besar di beberapa titik tentang aturan itu. Sosialisasi harus ditingkatkan karena tidak semua pengendara paham tentang larangan tersebut,” ujarnya.