BKKBN pun siap pasang badan untuk menganalisis potensi dan kendala yang ada di ibu kota baru.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Insan Al Fajri
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Baru saja pemindahan ibu kota negara diumumkan, Senin (26/8/2019), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan siap menjadi institusi pertama yang dipindahkan. Alasannya, untuk mempercepat kerja-kerja kependudukan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, yang dihubungi Kompas dari Jakarta, Selasa (27/8/2019), menjelaskan, perpindahan sejalan dengan salah satu prinsip kerja BKKBN di bidang kependudukan, yaitu mempersempit kesenjangan demografi di wilayah Indonesia timur dan Indonesia barat.
Pertimbangan lain, jumlah masyarakat berusia produktif (15-64 tahun) atau angkatan kerja di Indonesia juga diprediksi akan meningkat pada 2024. Oleh karena itu, perpindahan angkatan kerja ke ibu kota baru juga perlu disegerakan.
”Dengan menjadi institusi pertama yang pindah, BKKBN dapat mempercepat kerja-kerja kependudukan,” kata Hasto.
Hal lain, perpindahan BKKBN juga dinilai lebih mudah ketimbang instansi lain. Struktur lembaga ramping, di level pusat hanya ada 600 aparatur sipil negara (ASN). Sementara sebanyak 17.300 ASN lainnya tersebar di daerah-daerah.
”Jika memulai dari kementerian yang sangat penting, yang strukturnya besar, komunikasi antar-kementerian sangat intens, itu, kan, berat,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, dengan menjadi lembaga yang paling awal pindah, BKKBN pun siap pasang badan untuk menganalisis potensi dan kendala yang ada di ibu kota baru. Ini agar instansi-instansi yang pindah selanjutnya sudah lebih siap di lokasi yang baru.
”Itu semua bisa kami lakukan dengan catatan telah mendapatkan persetujuan dari DPR dan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah ASN di sejumlah kementerian meminta pemindahan ibu kota disiapkan dengan matang.
Sindu, salah seorang ASN di salah satu kementerian di Jakarta, berharap, pemerintah menyediakan fasilitas umum yang bukan hanya memadai, melainkan juga sebanding dengan Jakarta.
”Ini bukan hanya bedol ASN, tetapi juga anggota keluarganya. Menurut saya, kerja besar dan kerja berat (pemerintah),” katanya.
Salah satu hal yang dikhawatirkan ketika pindah adalah kualitas pendidikan. Ia khawatir tak bisa mendapatkan sekolah berkualitas di sana. Sebab, Sindu dan suaminya yang juga ASN saat ini menyekolahkan anaknya di sekolah swasta terbaik di DKI Jakarta.
”Sekolahnya bagaimana? Anak-anak masuk sekolah juga kami pilih berdasarkan informasi dan pengalaman keluarga lainnya,” katanya.
Hal senada disampaikan Firman, ASN di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dia setuju untuk pindah asalkan pemerintah menyediakan rumah dinas. Infrastruktur di ibu kota baru pun harus lengkap, terutama sekolah berkualitas baik.
”Apalagi kalau diberi tunjangan khusus, ya, setuju. Kan, jauh kalau nanti harus pulang kampung,” kata Firman yang kampungnya berada di Sumatera Barat ini.