Kalimantan Timur yang ditetapkan sebagai lokasi ibu kota baru surplus listrik hingga 100 megawatt. Namun, belum bisa dipastikan apakah surplus energi itu akan mencukupi kebutuhan 1,5 juta jiwa warga ibu kota baru yang dipindahkan dari Jakarta. Selain itu, persoalan penyediaan air bersih juga menjadi tantangan ke depan.
Oleh
SUCIPTO/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
TENGGARONG, KOMPAS — Kalimantan Timur yang ditetapkan sebagai lokasi ibu kota baru surplus listrik hingga 100 megawatt. Namun, belum bisa dipastikan apakah surplus energi itu akan mencukupi kebutuhan 1,5 juta jiwa warga ibu kota baru yang dipindahkan dari Jakarta. Selain itu, persoalan penyediaan air bersih juga menjadi tantangan ke depan.
Presiden Joko Widodo telah mengumumkan lokasi ibu kota baru berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Akan tetapi, pemerintah kabupaten dan provinsi belum mendapat informasi lebih detail di mana lokasi yang lebih presisi.
Sampai dengan Selasa (27/8/2019), Kompas mencoba menelusuri sejumlah kecamatan di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara yang diduga menjadi calon lokasi ibu kota baru. Yang dimaksud ialah Kecamatan Sepaku di Penajam Paser Utara. Selain itu, Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa di Kutai Kartanegara.
Sepaku, Samboja, dan Muara Jawa berbatasan dengan kawasan konservasi Hutan Lindung Sungai Wain, Bukit Bengkirai, dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Menjelang 2010, Samboja dan Muara Jawa merupakan dua kecamatan yang diusulkan mekar dari Kutai Kartanegara menjadi Kabupaten Kutai Pesisir bersama Kecamatan Anggana, Kecamatan Sangasanga, dan Kecamatan Loa Janan. Isu pemekaran terkait dengan ketidakpuasan wilayah pesisir Kutai Kartanegara terhadap pemerintahan di Tenggarong.
Sebelumnya, Kutai Kartanegara bernama Kutai yang mekar menjadi Kutai Timur dan Kutai Barat. Selanjutnya, Kutai Barat dimekarkan menjadi Mahakam Ulu. Adapun Penajam Paser Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Pasir dan Kota Balikpapan.
Wilayah garapan
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutai Kartanegara, Sepaku dan Samboja berada di perbatasan kedua kabupaten yang merupakan wilayah garapan PT Inhutani. BUMN sektor kehutanan ini mempunyai luas area garapan 6.900 hektar. Di dalamnya terdapat 15 perizinan tambang dengan status izin pinjam pakai kawasan Inhutani.
”Kami belum menerima instruksi dari Gubernur Kaltim tentang lokasi pasti ibu kota baru,” ujar Kepala Bappeda Kutai Kartanegara Wiyono di Tenggarong saat dihubungi dari Samboja.
Kendati demikian, Bappeda telah melaksanakan sejumlah kajian kecil terkait dengan beberapa kebutuhan vital di Samboja dan Muara Jawa yang ternyata ”diisukan” menjadi lokasi ibu kota baru. Kajian dilakukan sebelum munculnya isu pemindahan ibu kota oleh pemerintahan Joko Widodo.
Kami belum menerima instruksi dari Gubernur Kaltim tentang lokasi pasti ibu kota baru.
Menurut Wiyono, jika ibu kota dibangun di Samboja dan Muara Jawa, kebutuhan listriknya bisa dipenuhi dengan jaringan dari Kalimantan Utara (provinsi pemekaran dari Kalimantan Timur). Kalimantan Utara akan membangun PLTA Sungai Kayan dengan kapasitas produksi 9.000 MW.
”Kami belum sampai menghitung berapa kebutuhan listrik di ibu kota baru dengan catatan dibangun di sekitar Samboja dan Muara Jawa,” ujar Wiyono.
Selain listrik, masalah utama yang harus menjadi perhatian adalah ketersediaan air. Kawasan Samboja dan Muara Jawa merupakan dataran berbukit sampai pesisir timur yang menghadap Selat Makassar. Kedua kecamatan ini beririsan dengan kawasan hutan, tetapi sudah banyak yang dialihfungsikan untuk permukiman, pertambangan batubara, dan perkebunan. Di pesisir dan lepas pantainya merupakan jantung eksplorasi serta produksi minyak dan gas.
Ketersediaan air
Untuk kebutuhan air, menurut catatan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, sebanyak 1,5 juta jiwa diasumsikan membutuhkan 15.000 liter air per detik sepanjang tahun pertama. Sampai dengan 15 tahun mendatang, proyeksi kebutuhan air naik hingga 18..400 liter per detik.
Kebutuhan air bisa dipenuhi salah satunya dengan pembangunan instalasi dan struktur bangunan air. Dibutuhkan setidaknya tujuh bendungan di percabangan Sungai Mahakam ke arah Samboja dan Muara Jawa. Selain itu, juga embung atau waduk tadah hujan.
Kepala BWS Kalimantan III Anang Muchlis mengatakan, saat ini, bendungan yang sudah beroperasi adalah pemanfaatan Intake Kalhol Kota Samarinda dengan kapasitas 1.000 liter per detik. Selain itu, Bendungan Samboja juga tengah dioptimalkan dengan kapasitas 600 liter per detik.
”Untuk memenuhi kekurangan air, perlu dibuat lima bendungan lagi. Ada yang sedang berlangsung pembangunannya dan ada yang baru dibahas,” kata Anang.
Pembangunan Bendungan Sepaku-Semoi di Penajam Paser Utara sedang berlangsung dengan target penyelesaian pada 2023. Itu setahun sebelum rencana pemindahan ibu kota baru. Pembangunan Bendungan Samboja 2 dan Bendungan ITCHI dalam proses studi kelaikan.
Jika dibutuhkan, kebutuhan air baku akan disuplai dari Sungai Mahakam. Caranya, dengan membuat bendungan di Loa Kulu yang merupakan percabangan Sungai Mahakam yang bisa disudet hingga Muara Jawa dan Samboja.
”Jarak penyaluran sekitar 100 kilometer dari Sungai Mahakam dan rencana ini masih dalam pembahasan,” kata Anang.
Wiyono menyarankan, jika ibu kota dibangun di wilayah garapan Inhutani, tutupan hijau di sekitar bendungan yang sudah ada perlu dipertahankan. ”Agar bisa menyerap dan menyimpan air selama musim hujan dan mengeluarkannya sebagai sumber air ketika kemarau,” katanya.