Tantangan terberat museum-museum saat ini adalah mengubah citranya sebagai tempat yang sepi, gudang benda-benda kuno, dan tempat “mengasingkan” orang. Untuk itulah, museum mesti hadir secara proaktif menginformasikan diri kepada masyarakat, antara lain melalui Pameran Bersama Museums Go To Campus.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tantangan terberat museum-museum saat ini adalah mengubah citranya sebagai tempat yang sepi, gudang benda-benda kuno, dan tempat “mengasingkan” orang. Untuk itulah, museum mesti hadir secara proaktif menginformasikan diri kepada masyarakat.
Berbagai upaya untuk membentuk citra diri yang lebih positif kini mulai dilakukan museum-museum di Indonesia. Langkah ini pula yang dilakukan 17 museum dan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama museum-museum di wilayah Semarang dan sekitarnya, Unit Pengelola Museum Seni DKI Jakarta, serta Museum Perjuangan Rakyat Jambi. Museum-museum tersebut menggelar Pameran Bersama Museums Go To Campus dengan tema “Merawat Kebhinnekaan, Memajukan Kebudayaan” di Gedung Serbaguna Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah pada 26-30 Agustus 2019.
“Banyak yang beranggapan museum sepi, tidak ada aktivitas, dan hanya menyimpan benda-benda lama. Ada pula yang bilang, kalau macam-macam kita akan dimuseumkan, kalau ada pejabat yang aneh-aneh akan dimuseumkan. Kita akan menghilangkan anggapan-anggapan demikian,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Fitra Arda saat membuka pameran bersama ini, Senin (26/8/2019), di Kampus Undip, Kota Semarang.
Menurut Fitra, untuk mengubah anggapan-anggapan tersebut, museum harus hadir secara proaktif untuk menginformasikan diri kepada masyarakat. Dalam kehadirannya, museum juga mesti ramah terhadap pengunjung, menyampaikan informasi-informasi yang penting kepada publik, dan mau melibatkan komunitas-komunitas serta para penikmat museum dalam kegiatan-kegiatannya.
Museum harus hadir secara proaktif untuk menginformasikan diri kepada masyarakat.
Dosen FIB Undip Nurhayati menambahkan, mau tidak mau, suka tidak suka, anggapan masyarakat terhadap museum memang masih seperti dulu, sebagai bangunan yang kaku dan tidak menarik. “Pameran Bersama Museums Go To Campus adalah jawaban dari tantangan kita bersama. Ini terobosan untuk mengajak kaum milenial melihat museum di zaman sekarang,” paparnya.
Saat ini, masyarakat sudah memanfaatkan teknologi-teknologi baru dalam berbagai macam kegiatan. Kemajuan teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk mengubah paradigma lama bahwa museum bisa maju dan mengikuti peradaban zaman.
“Museum adalah sumber informasi dan sumber data penelitian yang tak ternilai. Kami berharap para mahasiswa dan sivitas akademika bisa memanfaatkan momen ini untuk melakukan kajian-kajian budaya,” kata dia.
Bangun kohesivitas bangsa
Kurator Pameran Bersama Museums Go To Campus, Prof Singgih Tri Sulistiyono dari Undip, mengatakan museum merupakan satu lembaga yang menyimpan memori kolektif atau kenangan-kenangan bersama sebagai suatu komunitas bangsa. Pengetahuan terhadap ingatan bangsa ini merupakan faktor yang penting untuk membangun kohesivitas sebagai suatu bangsa.
Pengetahuan terhadap ingatan bangsa ini merupakan faktor yang penting untuk membangun kohesivitas sebagai suatu bangsa.
“Memori kolektif sangat penting sebagai pengingat untuk membangun kebersamaan sebagai suatu bangsa. Apalagi, di tengah kondisi konflik berbau SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) yang akhir-akhir ini sering kita hadapi, upaya untuk menghidupkan kembali masa lampau sebagai memori kolektif sangat penting agar kohesivitas kita bisa dikuatkan kembali,” ucapnya.
Oleh karena itu, tema yang diangkat dalam pameran bersama ini menjadi sangat aktual, yaitu “Merawat Kebhinnekaan, Memajukan Kebudayaan. “Kebhinnekaan merupakan jati diri bangsa Indonesia. Dengan kebinekaan, kita mampu membangun kebudayaan yang maju,” ujar Singgih.
Pameran Museums Go to Campus tahun 2019 menampilkan keragaman asal-usul dan budaya serta menceritakan sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia dalam membentuk dirinya menjadi sebuah bangsa yang besar dan berdaulat. Dengan merawat kebinekaan diharapkan mampu memajukan kebudayaan Indonesia.
“Tema ‘Merawat Kebhinnekaan, Memajukan Kebudayaan’ diterjemahkan dan disusun menjadi sebuah garis cerita untuk menampilkan materi pameran. Selama pameran, diselenggarakan pula beberapa kegiatan, seperti seminar tokoh presiden, diskusi STOVIA, workshop (lokakarya) fotografi, workshop membatik, lokakarya membuat gerabah, pemutaran bioskop keliling, workshop seni mural, dan kampanye pelestarian cagar budaya,” kata Koordinator Pameran sekaligus Kepala Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Amurwani Dwi Lestariningsih.