Kompensasi untuk Korban Terorisme Terancam Ditiadakan
Korban terorisme sejak peristiwa terorisme pertama di Indonesia, bom Bali, tahun 2002, berhak menerima kompensasi dari negara. Namun kompensasi terancam ditiadakan jika alokasi anggaran LPSK untuk tahun 2020 sebesar pagu indikatif sebesar Rp 54 miliar.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korban terorisme sejak peristiwa terorisme pertama di Indonesia, bom Bali, tahun 2002, akan menerima kompensasi dari negara. Jumlah penerima kompensasi dan besarannya menunggu alokasi anggaran untuk 2020. Bahkan bisa saja kompensasi ditiadakan jika anggaran untuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebesar pagu indikatif.
Sesuai mandat yang diberikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang bertugas menyalurkan kompensasi bagi korban terorisme.
Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta saat dihubungi dari Jakarta, Senin (26/8/2019), menyatakan, hingga kini, berdasarkan data sementara yang dikumpulkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Terorisme (BNPT), ada 883 korban terorisme sejak peristiwa terorisme pertama, bom Bali, tahun 2002.
LPSK pun telah memetakan tiga kategori korban terorisme atau ahli waris yang berhak menerima kompensasi. Yaitu, ahli waris dari korban yang meninggal dunia, korban luka berat, dan luka ringan. Sementara besaran kompensasi untuk masing-masing kategori bakal ditentukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Rencananya, Jumat (30/8/2019), kami akan rapat dengan Kemenkeu," kata Noor.
Adapun syarat utama untuk memperoleh kompensasi, yaitu adanya surat keterangan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Terorisme (BNPT).
Hanya permasalahannya, menurut Noor, pagu indikatif anggaran LPSK untuk tahun 2020, hanya Rp 54 miliar. Dari jumlah itu, mayoritas diantaranya atau sebesar Rp 42 miliar dihabiskan untuk membayar gaji karyawan dan operasional kantor.
Dengan sisa Rp 12 miliar, akan sulit bagi LPSK memberikan kompensasi tersebut. Apalagi di luar tanggung jawab kompensasi, LPSK memiliki banyak kewajiban lain. Salah satunya melindungi saksi.
Oleh karena itu, LPSK akan berusaha meminta tambahan anggaran ke Kemenkeu dan DPR saat alokasi anggaran LPSK untuk 2020 dibahas di DPR.
Direktur Perlindungan BNPT Brigadir Jenderal (Pol) Herwan Chaidir menjelaskan, BNPT mengacu kepada sejumlah hal dalam menetapkan seseorang sebagai korban terorisme. Pertama, ada data pendukung dari kepolisian, rumah sakit, dan sumber terpercaya lainnya. Korban atau yang mewakili kemudian mengajukan permohonan kompensasi. Selanjutnya, ada rekomendasi dari LPSK.
Tim BNPT kemudian melakukan identifikasi di lapangan dan mendata para korban. Setelah itu, baru surat keterangan korban terorisme dikeluarkan.
Namun menurut Herwan, BNPT baru mengeluarkan 144 surat keterangan, belum sampai 883 korban terorisme.
“Hingga kini, sudah 144 surat keterangan korban yang sudah kami keluarkan,” katanya.