Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK diminta mengklarifikasi calon pimpinan KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Panitia juga diminta mengklarifikasi informasi mengenai adanya calon pimpinan KPK yang diduga melanggar kode etik saat bekerja di KPK, bahkan diduga mengintimidasi pegawai KPK.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diminta memanfaatkan tahapan tes wawancara dan uji publik untuk mengklarifikasi isu-isu yang muncul di publik yang meragukan integritas sejumlah calon pimpinan KPK. Jika isu tersebut benar adanya, panitia seleksi diharapkan tidak segan untuk mencoret nama capim tersebut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (25/8/2019), menyatakan, di antara 20 nama yang lolos tahapan seleksi penilaian profil, terdapat sejumlah nama yang tak patuh menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Padahal, hal tersebut menyangkut integritas calon tersebut.
”Tanyakan secara spesifik soal ketidakpatuhan LHKPN kepada figur-figur yang berasal dari institusi penegak hukum. Kenapa orang itu tidak patuh melaporkan LHKPN? Padahal, tidak ada alasan pembenar untuk itu,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari 20 nama yang lolos, 4 orang merupakan perwira Polri, 3 jaksa, dan seorang pensiunan jaksa. Komisioner KPK 2015-2019 yang lolos uji penilaian profil hanya Alexander Marwata. Satu komisioner lain, yakni Laode M Syarif, tidak lolos. Selain itu, seorang pegawai KPK juga dinyatakan lolos.
Sepuluh calon lain yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Selain persoalan LHKPN, pansel juga harus mengklarifikasi informasi mengenai adanya calon pimpinan (capim) KPK yang diduga melanggar kode etik saat bekerja di KPK, bahkan diduga mengintimidasi pegawai KPK.
Namun, siapa saja capim KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN dan siapa yang diduga melanggar kode etik hingga mengintimidasi pegawai KPK, Kurnia tak menyebutkannya.
Jika kemudian pansel telah mengklarifikasi informasi tersebut dan informasi itu benar adanya, Kurnia meminta pansel tidak memasukkan nama-nama tersebut di antara 10 capim KPK yang akan diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengemukakan, dari 20 nama yang lolos hasil tes penilaian profil, terdapat sejumlah calon yang teridentifikasi memiliki catatan. Catatan itu seperti ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, dan dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK.
Kemudian terkait LHKPN, untuk kepatuhan pelaporan periodik 2018 yang wajib dilaporkan dalam rentang waktu 1 Januari-31 Maret 2019, lima orang teridentifikasi telat melaporkan. Mereka berasal dari Polri, kejaksaan, dan Sekretaris Kabinet. Adapun yang tidak pernah melaporkan dari Polri dan BUMN.
Uji publik
Dihubungi terpisah, anggota Pansel Capim KPK, Hendardi, mengatakan, setiap informasi dari masyarakat terkait 20 capim KPK yang masuk selama masa uji publik capim KPK, 27-29 Agustus 2019, akan dikonfirmasi kepada capim.
”Semua akan kami tanyakan,” katanya.
Jawaban dari capim KPK atas isu yang dipertanyakan publik dan juga masukan dari publik terkait capim KPK, akan jadi pertimbangan Pansel Capim KPK dalam menentukan 10 capim KPK yang akan diajukan kepada Presiden.
Sementara terkait LHKPN, pansel akan meminta capim menyerahkannya ketika sudah terpilih sebagai pimpinan KPK.
”Jika tidak diserahkan, ya, otomatis gugur. Soal selama ini patuh atau tidak patuh, kan, tugas KPK menagih mereka sebelumnya, bukan hanya pada saat momen pemilihan sekarang. Kami tidak menjadikan itu sebagai syarat. Akan tetapi, kami ingatkan ketika wawancara,” katanya.