Mitra Kerja Diperas Hampir Rp 1 Miliar untuk Kepentingan Pribadi
Retno Tri Utomo, terdakwa kasus korupsi PDAM Surya Sembada, Kota Surabaya, mengakui telah memeras mitra kerja perusahaan hampir Rp 1 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan operasional pekerjaan di lapangan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS — Retno Tri Utomo, terdakwa kasus korupsi PDAM Surya Sembada, Kota Surabaya, mengakui telah memeras mitra kerja perusahaan hampir Rp 1 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan operasional pekerjaan di lapangan.
Pengakuan terdakwa terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (20/8/2019). Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa itu diketuai hakim Hisbullah Idris.
”Saya menyesal. Saya punya tiga anak bahkan yang paling kecil masih bayi,” ujar Retno.
Retno merupakan Pelaksana Tugas Manajer Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi. Terdakwa juga menjabat sebagai pimpinan proyek sekaligus pejabat pembuat komitmen untuk pekerjaan pembangunan jaringan pipa di Jalan Rungkut Madya-Jalan Kenjeran pada 2017.
Pekerjaan senilai Rp 27 miliar itu dikerjakan oleh PT Cipta Wisesa Bersama (CWB). Direktur Utama PT CWB bernama Chandra Arianto. Pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut ternyata molor bahkan tidak kunjung selesai. Hal itu membuat terdakwa marah dan mengancam akan mengeluarkan surat peringatan (SP) kepada rekanan.
Pada Juli 2017, terdakwa mengajak Chandra bertemu dengan dalih menawarkan material dengan harga murah. Namun, dalam pertemuan itu terdakwa justru meminta uang Rp 1 miliar. Apabila Candra tidak memberikan uangnya, terdakwa mengancam akan menghambat pekerjaan yang dilakukan oleh PT CWB.
Namun, pihak rekanan belum memberikan uangnya. Pada Agustus, terdakwa kembali mengundang Chandra untuk bertemu. Dalam pertemuan itu, Retno kembali meminta uang Rp 1 miliar dengan alasan untuk pengamanan di kepolisian dan kejaksaan.
Terdakwa terus meminta uang kepada PT CWB dengan berbagai cara, misalnya membuat kuitansi bermeterai yang menyatakan Chandra memiliki utang Rp 1 miliar dan harus dibayar saat uang proyek cair. Terdakwa juga mengeluarkan SP I dan SP II kepada PT CWB dan anak usahanya, PT Saburnaya.
Chandra akhirnya mengabulkan permintaan terdakwa. Melalui bagian keuangannya, PT CWB menyetorkan uang sebanyak delapan kali ke rekening bank dengan jumlah total Rp 900 juta. Selain menggunakan rekening sendiri, terdakwa juga meminjam rekening orang lain untuk menerima uang dari Chandra Arianto.
Atas perbuatannya terhadap mitra kerja, PDAM Surya Sembada, Retno Tri Utomo dituntut bersalah oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, Ebrianti Raisi. Retno selaku penyelenggara negara telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Ia memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.
Terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kepada majelis hakim, terdakwa Retno Tri Utomo mengakui semua perbuatannya. Dia mengatakan bahwa dirinya melakukan kejahatan luar biasa itu sendirian dan tidak melibatkan orang lain di PDAM Surya Sembada. Terdakwa juga tidak menjelaskan secara detail mengenai aliran uang hasil korupsi.
Salah satu anggota majelis hakim sempat menanyakan, apakah ada aliran uang kepada direksi perusahaan atau pihak lain mengingat terdakwa tidak mungkin bekerja sendiri. Alasannya jabatan terdakwa berada di level menengah bukan level pengambil kebijakan seperti direksi. Namun, terdakwa berkukuh melakukan korupsi tersebut sendirian.
Dalam persidangan terdakwa mengatakan uang hasil korupsi digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti membeli mobil, membeli sepeda motor, dan kebutuhan lainnya. Dia juga mengklaim, uang tersebut digunakan membiayai operasional pekerjaan di lapangan, seperti membeli mesin pompa seharga Rp 17 juta.
Terdakwa mengaku meski dia merangkap tiga jabatan sekaligus, tetapi total gajinya kurang dari Rp 10 juta per bulan. Gaji itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya operasional di lapangan.
Menurut rencana, sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum Kejagung. Selama sidang berlangsung, terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya.