Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, tak akan ada lagi eksklusivisme di lahan reklamasi. Lahan reklamasi merupakan milik negara.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
Peringatan hari ulang tahun ke-74 RI di Pantai Maju diselimuti ironi dan paradoks. Di satu sisi, pemimpin Ibu Kota melantangkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia di pulau hasil reklamasi tersebut. Namun, di sisi lain, nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, hanya bisa meratapi hak-hak hidupnya yang terampas.
Bimin (59) sengaja menunda melaut, Sabtu (17/8/2019) pagi, hanya untuk melihat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjadi inspektur upacara peringatan HUT Ke-74 RI di Pantai Maju, Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Namun, jarak memisahkan mereka.
Dari perahu yang sandar di bantaran bebatuan pantai, Bimin tak bisa melihat sosok pemimpinnya. Dia tak diperbolehkan turun dari kapal oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP).
”Jangan masuk ke sini, geser dulu ke tengah (laut). Pak Gubernur mau ke sini,” ujar Bimin, menirukan larangan salah satu petugas yang berjaga di tepi pantai.
Bimin pun hanya bisa mendengarkan suara Anies dari kejauhan.
”Merdeka bukan hanya untuk menggulung kolonialisme, tetapi menggelar kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Anies dalam salah satu petikan kalimat pidatonya.
Bimin langsung menggelengkan kepala. Baginya, kalimat itu hanyalah kumpulan kata-kata bijak tanpa arti.
”Nyatanya, kami, nelayan di sini, banyak yang bangkrut karena (pulau reklamasi) ini. Nyari sumber penghidupan saja makin susah,” ucap Bimin.
Belum selesai Anies berpidato, dua petugas satpol PP mendekati Bimin lagi dan memerintahkan dia untuk membawa perahunya ke tengah laut. Bimin tak bisa melawan. Perahunya mulai diapit dua kapal dari Polisi Air dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, yang juga mulai mendekati tepi pantai.
Upacara yang melibatkan sekitar 4.000 aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI pun usai sekitar pukul 08.30 WIB. Anies memberikan keterangan singkat kepada wartawan, lalu langsung bergegas pergi ke Istana Merdeka untuk mengikuti upacara bendera yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
Setengah jam kemudian, setidaknya 30 nelayan yang tergabung di Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke tiba di Pantai Maju. Mereka datang dengan sejumlah perahu sambil memampangkan spanduk bertuliskan ”Cabut Izin Mendirikan Bangunan di Pulau Reklamasi”.
Anak-anak umur 7-10 tahun dan ibu-ibu terlihat ikut beraksi. Mereka tak berhenti menyanyikan lagu ”Hari Merdeka” karya Husein Mutahar.
”Kita tetap setia, tetap sedia, mempertahankan Indonesia. Kita tetap setia, tetap sedia, membela negara kita,” teriak mereka.
Mengingatkan pemerintah
Ketua KNT Muara Angke Iwan Carmidi mengatakan, mereka hanya ingin mengingatkan Pemprov DKI bahwa mereka, sebagai warga negara, juga punya hak kemerdekaan yang sama untuk berdaulat di negeri ini.
”Tetapi, apa yang kami dapat selama ini? Di laut saja, yang menjadi sumber hidup kami, kami sudah tak berdaulat,” ucapnya.
Menurut Iwan, tak elok apabila Gubernur DKI Jakarta merayakan peringatan kemerdekaan kala warganya masih mengalami perampasan hak-hak. ”Pulau ini dibangun atas perampasan hak-hak para nelayan. Jadi, tak etis jika pemimpin menggelar acara di pulau ini,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi mengenai aksi nelayan tersebut, Anies menegaskan, dirinya tidak akan pernah melupakan nelayan.
Anies pun menyampaikan dengan tegas bahwa tak akan ada lagi eksklusivisme di lahan reklamasi. Lahan reklamasi disebutnya milik negara.
Ia malah akan menindak siapa pun oknum pemerintah daerah atau pihak swasta yang berani mengusir warga dari lahan reklamasi.
”Pokoknya, (lahan ini) terbuka buat seluruh warga negara. Tidak berdasarkan profesi keterbukaannya. Yang berani ngusir (nelayan), nanti diusir sama pemprov. Jangan pernah usir warga negara Indonesia. Kalau mengusir warga negara, nanti kami yang akan tegur,” tutur Anies.