Celah Ketidakefektifan Aturan Perlu Diperhitungkan
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Celah yang bisa membuat kebijakan pembatasan kendaraan bermotor dengan sistem ganjil genap tidak efektif, perlu diperhitungkan pemerintah. Salah satunya terkait sepeda motor dan taksi daring.
Pengamat transportasi dari Dewan Transportasi Kota Jakarta Tory Damantoro mengatakan, kebijakan ganjil genap di Jakarta menjadi anomali karena jenis kendaraan mayoritasnya, yaitu sepeda motor, justru dikecualikan. Akibatnya, kebijakan ini dinilai tak akan efektif.
"Di luar negeri, sepeda motor tak banyak sehingga kalau dikecualikan dampaknya tak besar," katanya, Senin (12/8/2019).
Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas sudah mengatur pembatasan sepeda motor yang sudah memenuhi syarat diberlakukan di Jakarta.
Kepala Bagian Transportasi Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto mengatakan, pemberlakuan ganjil genap untuk sepeda motor membutuhkan tambahan kejelian petugas pengawas karena jumlah sepeda motor yang amat besar. Apalagi, kebijakan ini diberlakukan 9 jam yakni pukul 06.00-10.00 dan pukul 16.00-21.00.
"Jakarta membutuhkan kebijakan yang berlaku secara otomatis, yakni ERP (electronic road pricing/jalan berbayar). Permasalahan terkait ERP perlu segera dituntaskan pemerintah pusat. Ganjil genap sebagai kebijakan antara tidak masalah, tetapi tidak bisa berlaku seterusnya karena mengandalkan kejelian petugas," ucapnya.
Terkait taksi dalam jaringan (daring), Leksmono sepakat dengan kebijakan saat ini yakni memberlakukan ganjil genap bagi taksi daring berpelat hitam. "Itu konsekuensi mereka memiliki pakai pelat hitam. Kalau mau dikecualikan dari kebijakan ganjil genap, ya pakai pelat kuning."
Bila taksi daring dibedakan dengan memberikan stiker, maka celah kecurangan lain akan muncul semisal duplikasi ilegal stiker itu.
Hal lain yang mendesak, menurut Leksmono, adalah perluasan cakupan JakLingko sebagai angkutan pengumpan serta perbaikan trotoar. Kalau perlu, Pemprov DKI segera membuat jalur sepeda bahkan menyediakan jasa sepeda berlangganan yang disatukan dengan penggunaan angkutan umum. Dengan begitu, warga bisa mudah mencapai halte atau stasiun terdekat.
Di Balai Kota, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mewacanakan pemberian tanda pada taksi daring sehingga tak terkena ganjil genap. Taksi daring dinilai sebagai moda angkutan bagi masyarakat.
"Supaya kendaraan-kendaraan yang bekerja sebagai angkutan, nanti memiliki tanda karena saat ini tidak memiliki tanda. Makanya pada saat kemarin salah satu dikecualikan adalah mobil dengan pelat nomor berwarna kuning karena memang mereka memberikan jasa transportasi. Untuk pelat hitam belum ada tandanya, sekarang sedang disiapkan ada tanda sehingga nanti kendaraan yang memang bekerja memberikan jasa transportasi bisa dikecualikan juga," kata Anies.
Anies mengatakan, hari Jumat, ia telah bertemu dengan pengelola salah satu taksi dalam jaringan (daring) bersama pimpinan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Pertemuan itu membahas penandaan sebagai identifikasi taksi daring untuk dikecualikan dalam kebijakan ganjil genap.
Untuk masa uji coba perluasan ganjil genap, katanya, salah satunya guna menjaring semua potensi masalah untuk dibuatkan solusinya. Masukan dari masyarakat akan membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk bisa membuat implementasinya. Kebutuhan mendasar masyarakat akan tetap dikoordinasikan.
Sosialisasi
Selama masa sosialisasi perluasan ganjil genap, petugas menyebarkan selebaran di 16 ruas jalan arteri baru.
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Hari Admoko menyebutkan, kendaraan dengan pelat yang tidak sesuai ketentuan dialihkan ke rute terdekat apabila telanjur masuk ke kawasan ganjil genap. Pengalihan ini hanya berlaku selama masa sosialisasi.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Dinas Perhubungan DKI Jakarta August Fabian menekankan, pengendara kini tidak bisa menghindari pemberlakuan ganjil genap melalui rute alternatif. ”Kalau dulu ada rute alternatif untuk menghindari ganjil-genap. Sekarang tidak ada rute alternatif,” katanya.
Sementara, sebagian warga mulai terbiasa memakai angkutan umum. ”Saya, biasanya naik angkutan umum kalau kena ganjil genap. Rute saya dari Cipete hingga Thamrin. Di jalan itu, angkutan umum untungnya sudah banyak,” kata Yuda, warga Kebayoran Baru.