Pemerintah Daerah Didesak Hentikan Tambang di Pulang Pisau
Aktivitas tambang emas ilegal selama bertahun-tahun memicu pencemaran merkuri sejumlah sungai di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah didesak menghentikan aktivitas tersebut dengan mendorong alternatif mata pencaharian bagi para petambang.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aktivitas tambang emas ilegal selama bertahun-tahun memicu pencemaran merkuri sejumlah sungai di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah didesak menghentikan aktivitas tersebut dengan mendorong alternatif mata pencarian bagi para petambang.
Sungai-sungai di sekitar Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, rusak akibat penambangan emas ilegal. Para petambang berpindah dari satu sungai ke sungai lain, hingga ke hulu Sungai Mangkutup yang menjadi sumber air terakhir desa sekitar.
Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng Tarmidji mengungkapkan, setiap semester, pihaknya melakukan uji baku mutu air untuk melihat ketercemaran sungai-sungai lintas kabupaten di Provinsi Kalteng. Sungai yang melintas dari Palangkaraya, Pulang Pisau, dan Kapuas memang sudah tercemar merkuri.
Pada 2017, selain merkuri, DLH Provinsi Kalteng juga menemukan unsur lainnya, seperti oksigen terlarut, fosfat total, fecal coli, dan total coli. Dari penilaian laboratorium, sungai-sungai yang tercemar tersebut masuk kategori cemar ringan.
”Tahun 2018 juga hasilnya sama, sedangkan tahun ini kebetulan laboratorium yang mengukur merkuri itu alatnya rusak, jadi kami masih mencari tempat lainnya. Untuk tahun ini hasilnya belum keluar,” kata Tarmidji di Palangkaraya, Jumat (9/8/2019).
Tarmidji mengungkapkan, pihaknya hanya bertugas memantau pencemaran. Pihaknya sudah mengetahui maraknya tambang emas liar di sungai. ”Kami membuat laporan untuk diberikan ke pimpinan juga instansi terkait lainnya,” ungkapnya.
Di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang, misalnya, air tanah dari sumur bor terpaksa menjadi sumber air utama masyarakat. Mereka tidak lagi mau mengonsumsi air dari sungai karena sudah tercemar. Hal itu sudah terjadi bertahun-tahun.
”Hulu Sungai Mangkutup itu wilayah terakhir yang belum ditambang, itu juga wilayah hutan desa,” ungkap Rahmat Saduri, warga Desa Tangkahen.
Rahmat berharap, pemerintah daerah bisa mengambil tindakan hukum terhadap para petambang. Semua petambang di Mangkutup tidak berasal dari desa sekitar sungai.
Menanggapi hal itu, Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo mengungkapkan, persoalan tambang ilegal merupakan persoalan yang sudah lama muncul. Pihaknya pun sudah berulang kali memberikan peringatan, sosialisasi, hingga tindakan hukum. Namun, petambang belum jera dan masih beraktivitas.
”Harus dilihat juga latar belakangnya. Petambang ini juga bertumpu (mata pencarian) pada kerja itu, makanya tidak bisa represif,” ungkap Edy.
Harus dilihat juga latar belakangnya. Petambang ini juga bertumpu (mata pencarian) pada kerja itu, makanya tidak bisa represif. (Edy Pratowo)
Ia mengungkapkan, perlu ada alternatif mata pencarian bagi para petambang. Salah satunya ekowisata yang sudah masuk desain besar ekowisata di Pulang Pisau. Dalam hal itu, masyarakat menjadi aktor utama dalam menjalankan aktivitas wisata. ”Desainnya sudah ada, hutan desa pun akan dimanfaatkan untuk ekowisata,” ungkap Edy.
Edy menambahkan, tahun ini, pihaknya akan mendapatkan bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna membangun laboratorium khusus merkuri. Adanya laboratorium itu akan membantu sosialisasi soal dampak bahaya merkuri. ”Para petambang itu belum paham dan bahkan tidak tahu kalau zat merkuri itu berbahaya,” ungkapnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, solusi terakhir yang bisa diberikan adalah menyiapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Namun, dibutuhkan kontrol yang tinggi dari pemerintah.
”Ini opsi terakhir, selama status kawasan dipertimbangkan, penggunaan merkuri juga harus dihapus dan dijaga ketat,” ungkap Dimas.