Lembaga Kebudayaan Betawi Dorong Pelestarian Sastra Lisan
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Etnis Betawi memiliki khasanah sastra yang beragam termasuk sastra lisan seperti gambang rancak, buleng, sahibul hikayat, tari lipet gandes, dan sebagainya. Tanpa adanya pembudayaan yang berkelanjutan, para penggiat budaya Betawi khawatir kekayaan budaya tersebut akan hilang.
Selama empat hari (5-8/8/2019), Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat menggelar acara bertema Pekan Sastra Betawi di teater kecil Taman Ismail Marzuki. Ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan seperti seminar, workshop, hingga pertunjukan dan apresiasi sastra Betawi.
Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani menuturkan, Jakarta menjadi tempat meleburnya (melting pot) unsur-unsur budaya di Indonesia. Etnis Betawi, yang diyakini sebagai penduduk asli Jakarta, dinilai bisa menerima seluruh kebudayaan dari Nusantara. Betawi bahkan diklaim menjadi perekat budaya di Indonesia karena teritorinya menjadi tujuan para perantau di seluruh Indonesia.
"Banyak sastra lisan Betawi yang terancam keberadaannya. Bahkan, saya yakin orang Betawi sendiri terutama generasi muda, mungkin asing mendengar sastra lisan ditampilkan hari ini," ujar Beky.
"Banyak sastra lisan Betawi yang terancam keberadaannya. Bahkan, saya yakin orang Betawi sendiri terutama generasi muda, mungkin asing mendengar sastra lisan ditampilkan hari ini," ujar Beky.
Menurut Beky, LKB memiliki tugas membangkitkan kembali sastra lisan Betawi yang sebenarnya begitu kaya. Jangan sampai gempuran budaya dari luar negeri, serta pengaruh gawai menggerus rasa cinta generasi muda terhadap budayanya.
"Kami punya pekerjaan rumah menjaga dan melestarikan sastra lisan Betawi yang di dalamnya ada ekspresi dan cinta," ujar Beky.
Sekretaris Jenderal Bamus Betawi Syarif Hidayatullah mengatakan, keunikan dari sastra Betawi adalah mengandung pesan-pesan religius yang hampir mirip dengan sastra Melayu. Sayangnya, di sekolah terutama dalam mata pelajaran muatan lokal, belum banyak diajarkan bahasa Betawi. Sebab, bahasa Betawi belum disahkan dalam konggres bahasa sehingga tidak diajarkan dalam muatan lokal.
"Bamus Betawi mendorong supaya diselenggarakan konggres bahasa Betawi supaya ke depan bisa masuk dalam mata pelajaran muatan lokal siswa di sekolah," kata Syarif.
Kepala Seksi Pembinaan Kesenian Bidang Seni dan Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ruslantoro menambahkan, Jakarta adalah kota yang unik di mana beragam kebudayaan hidup dan berkembang di Jakarta. Di sisi lain, seni budaya asing dengan mudahnya masuk ke Jakarta. Tantangan terberatnya adalah untuk melestarikan budaya termasuk karya sastra.
"Supaya budaya tidak punah, seni budaya harus dikenalkan kepada generasi muda. Supaya mereka lebih mengenal, mencintai, serta hidup dan berkembang bersama seni dan budaya betawi. Kami berterima kasih kepada Balai Pelestari Nilai Budaya Jawa Barat. Kegiatan ini adalah bentuk nyata dalam pelestarian lokal masyarakat," imbuh Ruslantoro.
Sementara itu, Kepala BPNB Jawa Barat Jumhari mengatakan, dahulu karya seni seperti film dengan genre Betawi masih banyak diputar di bioskop dan televisi. Namun, sekarang tayangan berkualitas yang menampilkan unsur budaya Betawi sulit ditemukan di media massa.
Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah diminta bersinergi untuk membangun ekosistem kebudayaan serta jejaring kebudayaan yang lebih luas.
"Semoga upaya untuk membangun ekosistem kebudayaan ini bisa melestarikan warisan budaya tak benda milik Indonesia. Sebab, ada beberapa warisan budaya tak benda yang sedang diusulkan supaya diakui oleh Unesco seperti silat, pantun, dan gamelan," kata Jumhari.