Pelanggaran kapal ikan, baik luar maupun dalam negeri, disinyalir terus berlangsung di perairan Indonesia. Sepanjang Januari-Juli 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap 43 kapal asing dan 33 kapal dalam negeri tanpa dokumen.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran kapal ikan, baik luar maupun dalam negeri, disinyalir terus berlangsung di perairan Indonesia. Sepanjang Januari-Juli 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap 43 kapal asing dan 33 kapal dalam negeri tanpa dokumen.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Suherman di Jakarta, Minggu (28/7/2019), menyebutkan, jumlah kapal ikan asing yang ditangkap oleh KKP selama kurun Januari-Juli 2019 terdiri dari 18 kapal Malaysia, 18 kapal Vietnam, 6 kapal asal Filipina, dan 1 kapal Panama.
Akhir pekan lalu, aparat KKP kembali menangkap 6 kapal ikan asing, terdiri dari 3 kapal asal Vietnam di Laut Natuna Utara dan 3 kapal asal Filipina di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) utara Sulawesi. Semua kapal tidak memiliki izin untuk kegiatan penangkapan di perairan Indonesia.
Tiga kapal Vietnam itu meliputi 2 kapal berjenis pukat cincin (purse seine), yakni KM BD 97041 TS dan KM BL 93579 TS, serta 1 kapal pengangkut. Jumlah anak buah kapal sebanyak 36 orang asal Vietnam. Kapal itu kini dibawa ke Pangkalan PSDKP Batam untuk proses penyidikan. Sementara itu, tiga kapal asal Filipina yang ditangkap
berjenis pumboat beserta 11 ABK berkewarganegaraan Filipina dikawal menuju ke Pangkalan PSDKP Bitung, Sulawesi Utara.
Di dalam negeri, pelanggaran kapal perikanan dalam negeri juga ditengarai masih marak. Selama Januari-Juli 2019, kata Agus, pihaknya menindak 33 kapal ikan Indonesia karena pelanggaran, umumnya karena menangkap ikan tanpa surat izin usaha perikanan (SIUP), surat izin penangkapan ikan (SIPI), izin habis, mematikan perangkat sistem monitoring kapal, dan melanggar daerah tangkapan.
Sementara itu, satu kapal ikan Indonesia telah dimusnahkan di Bitung berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa dokumen serta menggunakan nakhoda dan anak buah kapal warga negara asing.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menambahkan, selain indikasi kapal yang tidak berizin, pihaknya juga mensinyalir sekitar 2.000 kapal baru yang dibangun tanpa rekomendasi pengadaan dari pemerintah. Padahal, pembangunan kapal ikan wajib disertai rekomendasi. Kapal-kapal baru itu marak dibangun, antara lain, di pantai utara Jawa.
Sekitar 2.000 kapal yang baru dibangun diduga tanpa rekomendasi pengadaan dari pemerintah.
”Banyak yang bangun kapal dulu baru minta izin. Sanksi yang dapat dikenakan antara lain denda Rp 650 juta hingga izin tidak dikeluarkan,” katanya.
Sementara itu, terdapat 10.000 kapal perikanan yang diduga hasil manipulasi ukuran dengan mengecilkan ukuran (mark down) kapal. ”Mark down terindikasi demi kemudahan memperoleh BBM bersubsidi, penyelewengan jumlah pajak, dan pendataan hasil tangkapan ikan yang bias sehingga mengancam tata kelola perikanan,” kata Zulficar.