Daur Cantik Sampah Plastik ala Tegal
Melihat sampah plastik dibuang begitu saja kerap membuat pencinta lingkungan gemas. Di pesisir utara Tegal, Jawa Tengah, sebagian di antaranya mewujudkan kepedulian dengan mendaur ulang sampah plastik menjadi barang bernilai guna.
Melihat sampah plastik dibuang begitu saja kerap membuat pencinta lingkungan gemas. Di pesisir utara Tegal, Jawa Tengah, sebagian di antaranya mewujudkan kepedulian dengan mendaur ulang sampah plastik menjadi barang bernilai guna. Lingkungan bersih, ekonomi meningkat, warga pun berdaya.
Ahmad Umar (26), seniman asal Desa Kajen, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, membuat lukisan bernilai ratusan ribu rupiah menggunakan sampah plastik. Awalnya Umar merasa gemas melihat sampah-sampah plastik berserakan di belakang rumahnya. Kemudian, ide membuat lukisan dari plastik pun muncul.
”Saat melihat sampah berserakan di belakang rumah. Saya berpikir apa yang bisa saya lakukan untuk membuat sampah itu tidak berakhir begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA). Pada suatu hari, ide membuat lukisan dari sampah muncul karena kebetulan memang saya hobi melukis,” kata Umar saat ditemui, Rabu (24/7/2019), di rumahnya.
Sampah yang digunakan Umar untuk membuat lukisan merupakan sampah yang tidak diambil para pemulung, seperti bungkus makanan, bungkus minuman saset, dan plastik keresek. Sampah jenis itu biasanya tidak laku dijual kepada pengepul sehingga sering kali dibiarkan begitu saja oleh para pemulung.
Dalam membuat lukisan plastik ini, Umar hanya menggunakan peralatan sederhana. Peralatan itu di antaranya sampah plastik yang sudah dipotong-potong dengan berbagai bentuk, pensil, gunting, lem, serta kertas untuk media gambar dan menempel plastik.
Pertama, Umar menggambar sketsa lukisan dan membuat garis gradasi untuk memunculkan efek dimensi dalam lukisan. Garis-garis ini akan menentukan plastik dengan ukuran dan warna yang akan ditempelkan di atas sketsa.
Tidak hanya lukisan plastik yang ditempel, Umar juga membuat lukisan dengan plastik gulung. Metodenya hampir sama dengan jenis lukisan pertama. Hanya, plastik yang akan ditempel ke sketsa digulung terlebih dahulu.
Sampah yang digunakan Umar untuk membuat lukisan merupakan sampah yang tidak diambil para pemulung, seperti bungkus makanan, bungkus minuman saset, dan plastik keresek.
Untuk membuat lukisan plastik jenis tempel ukuran A4, Umar membutuhkan sampah plastik sekitar 20 gram. Sementara untuk lukisan plastik jenis gulung dengan ukuran sama dibutuhkan 250 gram sampah plastik. Semakin besar ukuran lukisan, sampah plastik yang dibutuhkan lebih banyak.
Umar pertama kali membuat lukisan plastik pada 2016. Hingga kini sudah sekitar 100 lukisan dijual. Dalam sebulan, Umar bisa membuat hingga tujuh lukisan. Satu lukisan dijual mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 700.000. Lukisan-lukisan tersebut sudah dipasarkan hingga luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan.
”Biasanya saya membuat lukisan binatang, benda, tokoh nasional dan tokoh internasional, seperti BJ Habibie, Barack Obama, Gus Dur, Ridwan Kamil, dan lain-lain. Saya juga membuat lukisan artis, seperti Raisa, Reza Rahadian, Dian Pelangi. Di luar itu, saya juga menerima pesanan,” ucap Umar.
Baca juga: Kepulauan Seribu Menuju Nol Sampah
Tidak hanya berorientasi pada bisnis, sebenarnya, melalui lukisan plastik ini, Umar ingin mengedukasi masyarakat untuk mengolah sampah plastik. Untuk itu, Umar sering mengisi pelatihan mengolah sampah plastik bagi anak-anak.
Mengedukasi orang untuk mengolah sampah diakui Umar tidak mudah. Dari ratusan peserta yang pernah dilatih, hanya ada satu peserta yang secara konsisten mengikuti jejak Umar mengolah sampah plastik.
Pasangan peduli sampah
Di Kelurahan Kejambon, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, pasangan suami istri Muhammad Ridwan (35) dan Dian Retnowati (41) kompak mengolah sampah plastik. Ridwan membuat hiasan berbentuk pohon bonsai menggunakan sampah plastik yang dilelehkan. Sementara Dian membuat hiasan berbentuk bunga dari plastik keresek yang disetrika.
Hiasan pohon bonsai dibuat dengan cara menggulung plastik kemudian dilelehkan dengan cara dipanaskan. Ketika plastik sudah mulai meleleh, Ridwan akan membentuk plastik tersebut sesuai bentuk batang bonsai yang diinginkan.
Adapun Dian membuat bunga plastik dengan cara menyetrika plastik keresek 3-6 lapis. Saat plastik keresek telah menyatu dan mengeras, ia baru akan membuat pola di atas plastik, kemudian digunting. Potongan-potongan plastik tersebut kemudian ditempelkan pada sebuah kawat yang telah dililit plastik keresek.
Baca juga: Warga Tegal Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar
Pasangan ini konsisten mengolah sampah sejak dua tahun lalu. Namun, mereka baru fokus mengolah sampah plastik dua bulan terakhir. Awalnya, mereka mengolah sampah sisa kain, sampah kayu, sampah spons, dan styrofoam.
”Dari dulu memang kami hobi mengolah sampah dan limbah menjadi barang yang bernilai guna. Selain membuat lingkungan lebih bersih, sampah yang kami olah bisa menambah pemasukan,” kata Dian.
Biasanya Ridwan menjual hiasan plastik lelehan berbentuk bonsai dengan harga Rp 85.000-Rp 500.000 per buah. Sementara Dian biasanya menjual hiasan bunga dari plastik keresek Rp 65.000-Rp 80.000 per buah. Dalam satu bulan, pasangan ini bisa mendapat untung berkisar Rp 1 juta-Rp 4 juta.
Dian mengatakan, salah satu kendala mengolah sampah plastik adalah bahan baku. Keduanya kesulitan mendapatkan bahan baku lantaran belum semua orang di sekitarnya bersedia memilah dan memberikan sampah plastik kepada mereka.
”Kalau sedang banyak pesanan dan sulit bahan baku, biasanya kami cari-cari sampah. Kadang limbah bungkus bahan bangunan di tempat saya bekerja saya bawa pulang untuk tambahan bahan baku,” ucap Ridwan yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan.
Dian dan Ridwan kesulitan mendapatkan bahan baku lantaran belum semua orang bersedia memilah dan memberikan sampah plastik kepada mereka.
Berdayakan warga
Pengelolaan sampah plastik tidak berhenti pada aspek lingkungan dan ekonomi, tetapi sudah masuk ke ranah pemberdayaan warga. Itu yang dilakukan Nurlaelatul Aqifah (46), warga Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal. Ia memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengolah sampah plastik menjadi barang bernilai guna, seperti, tas sepatu dan tikar.
Nur, begitu ia akrab disapa, sudah memberdayakan setidaknya 12 orang dalam pengerjaan proyek pemesanan daur ulang sampah. Mereka yang dilibatkan rata-rata ibu rumah tangga.
Baca juga: Konsep ”Zero Waste Cities” Mampu Kurangi Sampah secara Signifikan
”Pemerintah Kota Tegal sangat mendukung upaya pengolahan sampah plastik. Saya sering kali mendapat pesanan dalam jumlah besar dari dinas-dinas terkait untuk membuat prakarya ataupun barang-barang berbahan baku sampah plastik,” kata Nur.
Nur sudah aktif mengolah sampah sejak 2012. Ratusan barang dari olahan plastik buatannya sudah dijual ke sejumlah wilayah di Indonesia dan Malaysia. Agar bisa mengolah sampah di lingkungan yang lebih luas, pada 2016, ia mendirikan Bank Sampah Mawar Biru. Tak hanya membeli sampah dari warga, bank sampah tersebut juga sering kali memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para nasabahnya untuk memilah dan mengolah sampah.
Selain membuat bank sampah, ia kemudian membuat komunitas peduli sampah yang diberi nama Runtah Tegal Laka-laka atau Rutela. Dalam bahasa Tegal, runtah berarti sampah. Hingga kini, Rutela memiliki sekitar 10 anggota dengan konsentrasi pengolahan sampah yang berbeda. Ada yang fokus mengolah sampah koran, paralon, kardus, plastik, dan jenis sampah lain.
Tak hanya membeli sampah dari warga, bank sampah tersebut juga sering kali memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para nasabahnya untuk memilah dan mengolah sampah.
”Melalui Rutela, orang-orang yang mengolah sampah bisa memiliki wadah untuk berkonsolidasi. Anggota Rutela juga memiliki kesempatan memperluas jaringan pemasarannya dengan cara mengikuti pameran produk dan mendapatkan sumbangan bahan baku,” ujar Nur.
Semangat dan konsistensi yang dimiliki Nur membuatnya diganjar berbagai penghargaan, seperti Pengelola Lingkungan Hidup Teladan Melalui Daur Ulang Sampah dari Pemerintah Kota Tegal (2017), Pemenang Utama Lomba Kreativitas dan Inovasi Masyarakat Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2018), Masyarakat Peduli Lingkungan Kota Tegal dari Wali Kota Tegal (2018), dan Peringkat III Kategori Perintis Lingkungan Hidup dari Gubernur Jawa Tengah (2019).
Mengolah sampah memang tidak mudah. Setidaknya itu dialami Nur, Ridwan, Dian, dan Umar. Perlu komitmen dan konsistensi agar upaya pengolahan sampah yang dilakukan bisa berkelanjutan. Namun, setidaknya, tangan-tangan mereka sudah memulainya.