Duniatex Group Kesulitan Bayar Utang, Perbankan Akan Restrukturisasi Kredit
Sejumlah bank yang menjadi kreditor dari perusahaan induk tekstil Duniatex Group menyusun strategi untuk membantu debitor terlepas dari jerat likuiditas. Selaku debitor, Duniatex disinyalir tengah kesulitan membayar utang.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bank yang menjadi kreditor dari perusahaan induk tekstil Duniatex Group menyusun strategi untuk membantu debitor terlepas dari jerat likuiditas. Selaku debitor, Duniatex disinyalir tengah kesulitan membayar utang.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk tengah mengatur langkah untuk restrukturisasi utang Duniatex Group, menyusul ketidakmampuan konglomerasi bisnis tekstil ini membayar kupon obligasi global senilai 11 juta dollar AS.
Direktur Manajemen Risiko BNI Bob Tyasika Ananta menuturkan, BNI menggelontorkan pinjaman kepada Duniatex sebesar Rp 459 miliar. Kredit ini disalurkan melalui skema sindikasi sebesar Rp 301 miliar dan bilateral senilai Rp 158 miliar.
”Sampai akhir Juni 2019, debitor masih bayar normal, tetapi dengan kejadian ini kita akan antisipasi rasio kredit macet (NPL) di bulan Juli,” kata Bob seusai paparan kinerja BNI triwulan II-2019, di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Untuk mengantisipasi kredit bermasalah, BNI telah menyiapkan cadangan atas kredit dari aset Duniatex yang dijaminkan dengan rasio di atas 250 persen dari utang. Bank juga akan membantu Duniatex Group merestrukturisasi utang.
”Kami akan bertemu dengan pemilik Duniatex, kemudian kita bantu carikan investor untuk eksekusi aset-aset yang mereka jaminkan, terdiri dari tanah dan bangunan. Harapannya, dapat diselesaikan dalam semester II-2019,” ujar Bob.
Dilansir dari Bloomberg, anak usaha Duniatex Group, PT Delta Merlin Dunia Tekstil, menerbitkan obligasi global sebesar 300 juta dollar AS pada Maret 2019. Surat utang global itu bertenor 5 tahun dengan kupon 8,625 persen.
Empat bulan dari waktu penerbitan, lembaga pemeringkat utang global S&P Global Ratings memangkas peringkat obligasi global Delta Merlin Dunia Tekstil dari BB- menjadi CCC-. Pemangkasan dilakukan karena perusahaan kesulitan melunasi bunga dan pokok surat utang yang jatuh tempo sejak 10 Juli 2019.
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rohan Hafas mengatakan, dalam waktu dekat, akan menemui pihak manajemen Duniatex Group untuk mengulik permasalahan yang tengah menimpa mereka.
”Kami akan lakukan negosiasi restrukturisasi dengan debitor,” ujarnya.
Namun, berbeda dengan BNI, kredit yang disalurkan Bank Mandiri hanya diberikan dengan skema pinjaman bilateral. Untuk mengantisipasi risiko likuiditas, Rohan mengatakan, Bank Mandiri memegang jaminan utang berupa mesin dan tanah dari debitor yang nilainya memadai.
Sekretaris Perusahaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Emalia Tisnamisastra mengatakan, sebagai salah satu kreditor obligasi global Duniatex, manajemen LPEI akan melakukan konsolidasi dengan kreditor-kreditor lainnya.
”Konsolidasi akan kami lakukan untuk menyusun langkah-langkah apa yang sebaiknya kami lakukan untuk penyelesaian restrukturisasi utang Duniatex,” kata Emalia.
Kasus ini dapat mendorong korporasi yang memiliki banyak anak perusahaan wajib menerapkan manajemen risiko terintegrasi. Ketika satu anak perusahaan terpapar risiko, potensi risiko induk perusahaan dan anak perusahaan lainnya dapat diantisipasi.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai, kasus gagal bayar anak usaha Duniatex Group dapat menyulut kredit bermasalah yang dapat berujung menjadi kredit macet. Bank dan lembaga jasa keuangan lain yang menjadi kreditor sebaiknya segera berkonsolidasi melakukan aneka upaya penyelamatan kredit.
”Salah satunya, melakukan pencadangan. Hal itu bisa menekan profit tahun berjalan. Selain itu, mereka juga harus melakukan restrukturisasi jika NPL makin tinggi,” ujarnya.
Kasus ini pun dapat mendorong korporasi yang memiliki banyak anak perusahaan wajib menerapkan manajemen risiko terintegrasi. Jika hal ini diterapkan, lanjut Paul, ketika satu anak perusahaan terpapar risiko, potensi risiko induk perusahaan dan anak perusahaan lainnya dapat diantisipasi.
”Ini penting untuk kelestarian usaha atau bisnis, terlebih ketika ekonomi sedang lesu seperti saat ini,” lanjutnya.
Faktor global kecil
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, kondisi internal PT Delta Merlin Dunia Tekstil bermasalah sehingga gagal bayar kupon obligasi. Pengaruh faktor global, seperti perang dagang AS-China, kecil karena ekspor anak usaha Duniatex Group itu hanya sekitar 30 persen.
”Kami menyayangkan isu ini dikaitkan dengan dampak perang dagang terhadap industri tekstil nasional. Masalah gagal bayar utang luar negeri itu lebih karena internal perusahaan,” ucap Shinta yang ditemui di sela-sela acara Indonesia Development Forum 2019, di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Shinta menyebutkan, mayoritas produksi PT Delta Merlin Dunia Tekstil untuk dalam negeri. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda perusahaan akan gagal utang karena iklim usaha tekstil nasional cukup baik. Apindo tidak ikut intervensi dalam upaya restrukturisasi utang yang akan ditempuh.
Menurut Shinta, dinamika perang dagang AS-China tidak berdampak signifikan terhadap industri tekstil nasional. Permintaan ekspor tekstil dari AS terhadap sejumlah perusahaan tetap tinggi. Ekspor tekstil jadi sektor unggulan di era Revolusi Industri 4.0.
”Ekspor memang masih didominasi pemain-pemain besar, tetapi dunia tekstil masih sangat kompetitif,” katanya.