Rumah Cemara Kembali Wakili Indonesia dalam Homeless World Cup
Lembaga nirlaba untuk penyintas HIV/AIDS, narkoba, dan kaum marjinal, Rumah Cemara, kembali mengikuti Homeless World Cup 2019 di Cardiff, Inggris Raya. Dalam ajang tempat berkumpulnya 51 negara ini, mereka membawa misi kesetaraan dan penghapusan stigma terhadap kaum yang terpinggirkan tersebut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Lembaga nirlaba untuk penyintas HIV/AIDS, narkoba, dan kaum marjinal, Rumah Cemara, kembali mengikuti Homeless World Cup 2019 di Cardiff, Wales, Britania Raya, 27 Juli-3 Agustus. Bersama peserta dari 51 negara, mereka membawa misi kesetaraan dan penghapusan stigma terhadap kaum yang terpinggirkan.
Rumah Cemara memberangkatkan 12 orang, terdiri dari delapan pemain serta empat pelatih dan pendamping di ajang pertandingan internasional sepak bola jalanan (street football) ini. Dengan ini, untuk kesembilan kalinya, Rumah Cemara meramaikan Homeless World Cup (HWC).
Selama penyelenggaraannya, ajang ini bertujuan memberikan tempat bagi kaum jalanan dan marjinal di berbagai belahan dunia tampil mewakili negaranya. Lewat sepak bola, mereka membawa nilai-nilai kesetaraan dan persahabatan tanpa diskriminasi.
Direktur Eksekutif Rumah Cemara Aditia Taslim di Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/7/2019), mengatakan, keikutsertaan tim kali ini berbeda dari sebelumnya. Tahun ini, mereka memberi kesempatan untuk penyintas yang belum pernah mendapatkan kesempatan ikut kegiatan internasional.
”Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan itu. Makanya, kami tidak fokus mencari kemenangan. Pihak sponsor juga mendukung hal tersebut. Di samping prestasi, ada yang lebih penting, yaitu kesempatan yang sama untuk tampil,” ujarnya.
Oleh karena itu, Adit mengatakan, pada tahun ini, hampir semua pemain diajarkan dari nol tentang sepak bola. Pihaknya lebih ingin menyebarkan semangat kesetaraan untuk semua ketimbang prestasi dalam ajang itu,” katanya setelah bertemu dengan Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Salah satu pemain, Nurdin Supriyadi (37), mengaku baru kali ini mengikuti kegiatan internasional mewakili Indonesia. Selain itu, dia juga bukan pemain sepak bola, melainkan sukarelawan olahraga tinju di Rumah Cemara.
”Saya belum berpengalaman bermain bola jalanan. Polanya berbeda dengan pertandingan bola di lapangan terbuka ataupun futsal,” katanya.
Sepak bola jalanan dimainkan di lapangan tertutup. Panjang lapangan 22 meter dan lebar 16 meter. Lapangan ini dibatasi dinding pagar setinggi 1,1 m. Bola akan terus bergulir karena tidak ada garis batas lapangan dan bola bisa dipantulkan lewat dinding dan tidak dianggap keluar (out).
”Saya bersyukur bisa mengikuti pertandingan ini bersama teman-teman lainnya. Sebuah kebanggaan bagi kami mewakili Indonesia yang sebelumnya tidak pernah terbayang. Sebagai mantan pemakai, saya sering dikucilkan di lingkungan, tidak dianggap. Dengan kesempatan ini, kami merasa diterima,” tutur Nurdin.
Saya bersyukur bisa mengikuti pertandingan ini bersama teman-teman lainnya. Sebuah kebanggaan bagi kami mewakili Indonesia yang sebelumnya tidak pernah terbayang.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengapresiasi keikutsertaan Rumah Cemara di HWC. Sebagai lembaga yang berbasis di Kota Bandung, Yana berharap tim yang berangkat ini mampu mengharumkan nama Indonesia dan Bandung.
”Semua pemain bisa menjunjung tinggi sportivitas. Saya berharap mereka bisa mengambil banyak hikmah dan bersosialisasi dengan peserta dari seluruh dunia. Bermain lepas saja, nanti secara tidak langsung prestasi akan menyusul,” ujarnya.