Potensi keuangan syariah masih berhadapan dengan kendala literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Komite Nasional Keuangan Syariah atau KNKS menjadikan persoalan literasi itu sebagai fokus utama untuk diselesaikan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi keuangan syariah masih berhadapan dengan kendala literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Komite Nasional Keuangan Syariah atau KNKS menjadikan persoalan literasi itu sebagai fokus utama untuk diselesaikan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia hanya 5,7 persen. Keuangan syariah pada 2019 hanya bertumbuh 8,5 persen secara tahunan.
Direktur Hukum dan Standar Pengelolaan Keuangan KNKS Taufik Hidayat mengatakan, keuangan syariah masih belum mencapai potensinya. Menurut dia, potensi itu terkendala literasi masyarakat yang masih rendah.
Adapun literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia berdasarkan data OJK pada 2016 baru mencapai 8,1 persen. Sementara itu, inklusi keuangan syariah lebih tinggi, mencapai 11 persen.
”Poin pertama literasi dan edukasi. Pemahaman masyarakat terhadap ekonomi syariah. Mayoritas Muslim, tetapi masih butuh pengetahuan tentang gaya hidup syariah,” kata Taufik saat kunjungan media ke harian Kompas, Kamis (18/7/2019).
Menurut Taufik, istilah syariah perlu lebih dijelaskan secara sederhana kepada masyarakat. Syariah, kata Taufik, meliputi gaya hidup yang mencakup semuanya, mulai dari ibadah hingga ke transaksi sehari-hari.
”Untuk itu, memang tugas kami melakukan edukasi dan sosialisasi. Sekarang mayoritas penduduk merupakan milenial. Strategi komunikasi kami sesuaikan,” ujar dosen di Universitas Ahmad Dahlan tersebut.
Selain itu, KNKS sedang berupaya meningkatkan permintaan produk-produk keuangan syariah. Salah satunya dengan mengembangkan jaminan sosial syariah bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Direktur Bidang Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah KNKS Sutan Emir Hidayat menjelaskan, penyebab kurangnya penetrasi keuangan syariah disebabkan oleh belum terintegrasinya industri halal. Contohnya, perusahaan bersertifikat halal baru memproduksi produk syariah, tetapi pembiayaannya masih menggunakan cara konvensional.
”Padahal, kalau ingin membuat ekosistem mesti mencakup juga keseluruhannya. Kita bisa lihat sangat banyak produk bersertifikat halal. Potensinya sangat besar jika kita bisa menjalankan ekosistem tersebut,” kata Emir yang juga hadir dalam kunjungan media.
Apalagi, industri halal di Indonesia akan semakin menggeliat seiring kewajiban sertifikasi produk halal mulai 17 Oktober 2019. Keharusan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan tata cara pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal.
Emir menambahkan, prospek keuangan syariah masih sangat besar. Hal itu diperkuat dengan terpilihnya wakil presiden untuk 2019-2024, KH Ma’ruf Amin, yang merupakan salah satu pelaku dari ekonomi syariah.
”Tujuan akhirnya kita bisa menjadi global-hub dari keuangan syariah. Karena kita punya semuanya. Pasar, orang, dan produk ada di sini semua,” pungkas Emir.