Komnas HAM akan minta tim pencari fakta kasus Novel menjelaskan hasil kerjanya ke mereka. Sementara itu, tim teknis Polri mulai bekerja pekan depan.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kecewa dengan hasil kerja Tim Pencari Fakta dalam mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Sebagai pihak yang merekomendasikan pembentukan TPF, Komnas HAM berencana meminta penjelasan dari tim tersebut.
TPF yang bekerja sejak 8 Januari hingga 7 Juli 2019, dibentuk oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian berdasarkan rekomendasi dari Komnas HAM pada Desember 2018. Saat itu, Komnas HAM meminta Polri membentuk tim gabungan yang terdiri dari unsur internal dan eksternal kepolisian untuk mencari fakta dan mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel.
Namun, setelah bekerja selama enam bulan, TPF belum berhasil mengungkap motif dan pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. TPF hanya mengatakan, penyerangan terhadap Novel ada kemungkinan didasari oleh kasus yang ditangani dan dialami Novel.
Kasus itu adalah korupsi mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu; korupsi pengadaan KTP Elektronik, korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, korupsi pembangunan wisma atlet, dan korupsi bekas Sekretaris Jenderal MA Nurhadi. Penyerangan terhadap Novel diduga juga terkait dengan keterlibatannya dalam kasus pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Kamis (18/7/2019), menyatakan tidak menyangka dan menyayangkan hasil kerja TPF yang dimumkan Rabu lalu. Komnas HAM akan minta penjelasan TPF.
“Kalau tim menyimpulkan ada kemungkinan penyerangan terhadap Novel berkaitan dengan kasus yang dia tangani dan alami, dalam konteks kepolisian, maka harus ditindaklanjuti karena berarti dekat dengan pelaku. Tapi ini pelakunya justru tidak ada, dan menimpakan kesalahan pada korbannya (novel),” ujar Anam.
TPF, lanjut Choirul, juga mesti memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada masyarakat dalam kasus ini.
Salah satu anggota tim pakar dari TPF, Hendardi, menyatakan siap memberi penjelasan ke Komnas HAM. "Nanti kami jelaskan ketika bertemu. Kami tetap dapat diundang meski TPF sudah bubar," ujarnya.
Langkah selanjutnya
Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku belum sempat membaca temuan TPF. Setelah membaca hasil temuan itu, Agus akan berunding dengan pimpinan KPK lainnya.
”Kami akan mendiskusikan langkah-langkah untuk mendorong agar kasus ini segera tuntas. Harapan kami adanya, TPF (Tim Pencari Fakta) kan, bisa mengidentifikasi pelaku. Ternyata, hasilnya masih cukup gelap,” kata Agus.
Setelah melihat hasil kerja TPF, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan, sudah saatnya Presiden Joko Widodo membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen untuk mengungkap kasus Novel. Anggota tim itu dari unsur Polri, pimpinan KPK, penggiat HAM, dan tokoh masyarakat sipil. Ia juga mengingatkan, banyak akademisi yang dapat ditunjuk untuk bergabung.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas juga berpendapat, kini Presiden mesti membentuk TGPF independen. Pembentukan tim itu akan menunjukkan keseriusan Presiden dalam menuntaskan kasus Novel.
Busyro juga berharap, unsur masyarakat sipil yang ada dalam tim itu, ditentukan oleh pihak eksternal yang independen dan punya rekam jejak baik dalam pemberantasan korupsi dan HAM. "Unsur masyarakat sipil jangan ditentukan istana. Serahkan pada kami. Itu penghormatan bagi masyarakat sipil,” katanya.
Komitmen
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menyatakan, Polri berkomitmen mengungkap secara tuntas kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Terkait hal itu, tim teknis dari Polri yang pembentukannya direkomendasikan oleh TPF, akan mulai bertugas pekan depan.
Tim teknis Polri yang dipimpin oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Idham Azis, lanjut Asep, akan menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang diberikan TPF. Agar lebih optimal bekerja, para penyidik Polri yang ada di tim teknis ini, akan dibantu oleh personel Polri dengan keahlian teknis tertentu, misalnya laboratorium forensik, kedokteran, dan inafis.
Tim teknis akan bertugas selama enam bulan atau memiliki batas waktu mandat pada Januari 2020.