JAKARTA, KOMPAS — Ada empat lokasi di Jakarta Selatan yang kini menjadi sentra perajin batik Betawi, di antaranya Setu Babakan, Palbatu, Terogong, dan Gandaria. Produk hasil dari wilayah itu dipamerkan dalam Festival Batik Betawi 2019 supaya lebih dikenal masyarakat.
Festival Batik Betawi 2019 dilaksanakan di Sanggar Puspatarini, Terogong, Jakarta Selatan, Kamis-Jumat (18-19/7/2019). Ada tiga stan batik yang ikut dalam festival itu, yaitu batik Terogong, batik Palbatu, dan batik Gandaria. Selain pameran batik tulis, panitia acara dari Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jaksel juga mengadakan lomba membatik untuk ibu-ibu.
Juri dalam lomba itu di antaranya Ketua Keluarga Batik Betawi Yahya Andi Saputra, pewaris batik Terogong Agustina Dwi Ariani, dan Budi selaku perajin batik dari Kampung Palbatu.
Kepala Suku Dinas Pariwisata Jaksel Imron, Kamis (18/7/2019), mengatakan, Wali Kota Jaksel berharap ikon batik Betawi bisa dipamerkan di gerai oleh-oleh, hotel, ataupun berbagai toko. Pemkot Jaksel berharap batik yang menjadi ikon itu dapat naik kelas dan pamornya. Selama ini, batik Betawi dinilai masih kalah pamor dibandingkan dengan batik dari wilayah lain, seperti Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Imron menilai batik Betawi masih kurang memiliki cerita atau narasi sehingga pemakainya kurang tertarik. Oleh karena itu, para perajin harus dibina supaya lebih kreatif dan bisa mengeksplorasi imajinasinya ke dalam motif-motif batik Betawi.
”Kami masih kalah dengan batik Jogja, Solo, dan Pekalongan karena batik mereka ada falsafahnya. Sementara batik Betawi banyak yang tidak ada ceritanya,” ujar Imron.
Dari sisi pemasaran, batik Betawi lebih banyak dipasarkan melalui pameran, toko daring, dan pesanan. Sementara batik dari wilayah lain, pemasarannya lebih masif dan mudah ditemui di mana-mana. Menurut Imron, komunitas pembuat batik di Betawi masih sedikit sehingga belum bisa menyamai perajin batik dari wilayah lain di Indonesia. Melalui Festival Batik Betawi, diharapkan komunitas bertambah sehingga dapat memproduksi lebih banyak batik berkualitas.
”Festival Batik Betawi kami laksanakan berpindah-pindah lokasi supaya orang mengenal, paham batik, dan mendorong anggota komunitas bertambah,” kata Imron.
Masalah permodalan yang kerap menjadi kendala usaha batik pun saat ini sudah bisa diatasi dengan program pelatihan kewirausahaan terpadu (PKT). Dengan mengikuti langkah-langkah PKT, diharapkan pengusaha baru dapat mengatasi masalah permodalan. Sebab, jika proposal usahanya matang dan jelas, berbagai bank sanggup memberikan kredit permodalan.
Perajin batik Terogong, Agustina Dwi Ariani, mengatakan, batik bukan hanya menjadi ikon dan produk kebanggaan Betawi, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap penggusuran tanah untuk ekspansi properti ataupun infrastruktur.
Keluarganya selama ini berjuang membangkitkan batik Betawi supaya menjadi ikon dan memiliki nilai lebih. Dengan memiliki nilai itu, warga memiliki daya tawar lebih untuk mempertahankan asetnya dari ekspansi properti ataupun program pemerintah.
”Lokasi kami di Terogong diapit kawasan Pondok Indah dan Fatmawati dan dikelilingi apartemen. Batik menjadi senjata kami memiliki nilai lebih dan supaya tidak digusur,” kata Agustina.
Wali Kota Jaksel Marullah Matali menambahkan, batik adalah kebudayaan Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan resmi dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Ia berharap masyarakat dapat bangga terhadap batik karya sendiri.
”Saya berharap dari festival batik ini masyarakat dapat melirik apa yang sudah dihasilkan perajin batik Jaksel dan meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap batik Betawi,” kata Marullah.