Komunitas kecil bertekad besar. Demikian gambaran ibu-ibu di Kota Serang, Banten, yang berperan serta untuk mengurangi sampah. Mereka membentuk bank sampah dan memberikan penghasilan tambahan untuk warga sekitar. Sebagian sampah juga diolah menjadi buah tangan yang elok.
Pengurus Bank Sampah Lestari Jumilah (37) di Serang, Sabtu (13/7/2019), mengatakan, jumlah warga setempat yang menyetor limbah atau disebut nasabah, saat ini sekitar 60 orang. Bank Sampah Lestari yang berada di Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Kota Serang itu didirikan pada tahun 2015.
Para nasabah Bank Sampah Lestari menyerahkan limbah dua minggu sekali ke rumah Jumilah dengan berat total sekitar 30 kilogram (kg). Harga limbah bervariasi. Kardus, koran, atau kertas misalnya, dihargai Rp 1.200 per kg. Sementara, harga gelas atau botol plastik Rp 4.000 per kg.
Harga limbah paling rendah, yaitu mika Rp 300 per kg. Tembaga super menjadi limbah dengan harga paling tinggi atau Rp 56.000 per kg. Harga limbah bisa berfluktuasi. “Limbah ditimbang setiap pekan kedua dan keempat setiap bulan. Kalau ada perubahan jadwal, saya akan memberitahukannya,” ucapnya.
Komunitas warga peduli lingkungan hidup itu juga membuat beragam kerajinan yang diolah dari limbah seperti tas, bunga kayu, dan bros dari perca. “Selain itu, kami mengolah sampah untuk composting. Sampah organik seperti sisa sayuran dan buah dijadikan kompos,” ujarnya.
Bank sampah juga dibentuk di Kelurahan Cipete, Kecamatan Curug, Kota Serang. Sekitar 15 warga menjadi nasabah Bank Sampah Barokah tersebut. Bank sampah itu berdiri sejak pertengahan November 2018. Mereka juga membuat kerajinan dari limbah seperti pigura, wadah alat tulis, dan miniatur perahu.
Menurut Kepala Seksi Pemasaran Bank Sampah Barokah Yayah (36), para nasabah menyetor limbah setiap dua pekan. Harga limbah seperti kardus sebesar Rp 1.500 per kg, serta botol atau gelas plastik Rp 1.000 per kg. Setiap terkumpul, berat total limbah itu sekitar 250 kg.
Bank Sampah Barokah menyimpan buku untuk mencatat limbah yang disetor nasabahnya. Kuantitas limbah tersebut juga dicatat nasabah yang memiliki buku tabungan masing-masing. Setelah enam bulan, pengurus Bank Sampah Barokah membayar nasabahnya.
Pembentukan bank sampah bertujuan mengurangi limbah di Kota Serang. Sampah-sampah di kota itu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Cilowong. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang, sampah yang dibuang ke TPA Cilowong mencapai 300 meter kubik per hari.
Yayah mengatakan, pihaknya akan mengikuti lomba bank sampah yang diselenggarakan Pemerintah Kota Serang dengan final pada Januari 2020. “Doakan saja supaya Bank Sampah Barokah memenangkan lomba itu,” ujarnya sambil tersenyum.
Perlu digalakkan
Bank sampah dibentuk di Kota Serang mulai sejak 2015. Jumlah bank sampah terus meningkat. Pada awal tahun 2019, bank sampah berjumlah 12 unit, kini sudah lebih dari 20 unit. Yang tersebar tersebar di 13 kelurahan.
Meski begitu, menurut Kepala Unit Pelayanan Teknis Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang Hafiz Rahman, pembentukan bank sampah masih perlu digalakkan.
“Kuantitas sampah yang berkurang dengan pembentukan komunitas itu masih amat kecil. Kami ingin di setiap kelurahan dibentuk setidaknya satu bank sampah,” ujarnya. Harapan itu diupayakan terwujud pada tahun 2020. Di Kota Serang terdapat 67 kelurahan.
Pemerintah Kota Serang mendorong pembentukan bank sampah dengan menyalurkan berbagai bantuan. “Misalnya, bak sampah, komposter, mesin pencacah, dan sepeda motor roda tiga. Tapi, kami akan melakukan pendampingan saja mulai tahun depan,” ujar Hafiz. Bantuan untuk membentuk bank sampah direncanakan berasal dari pemerintah pusat yang menyediakan dana kelurahan.