Perlahan tapi pasti, dilatari semangat dan jiwa besar kedua pihak yang berlaga di pemilu, ketegangan berbulan-bulan pun mereda. Optimisme pelaku usaha pun tumbuh.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
Kilas balik beberapa bulan terakhir, para pelaku usaha dihadapkan pada kondisi sosial politik yang menghangat, bahkan sempat memanas terkait kontestasi Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Suasana pemilihan umum serentak sempat memunculkan kekhawatiran para pelaku usaha.
Mayoritas di antara mereka –untuk tidak mengatakan hampir semua– berharap proses kampanye, pemungutan suara, hingga penetapan pasangan terpilih bisa berjalan dengan lancar, tertib, dan damai. Singkatnya, semua proses diharapkan berjalan baik-baik saja.
Lalu muncul riak-riak yang menimbulkan ketidakpastian. Respon pelaku usaha menyikapi hal ini pun khas, yakni wait and see. Bahkan sebagian pengusaha berseloroh, yang terjadi adalah wait, worry, and see. Selain dalam negeri, mereka dihadapkan pada kondisi global yang dinamis dan penuh tantangan.
Sejumlah pelaku usaha juga merasa seolah “dipaksa” menunggu, sembari khawatir, untuk melihat perkembangan situasi. Kekhawatiran memuncak saat unjuk rasa menolak hasil pemilihan presiden berakhir rusuh di sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu pada 21-22 Mei 2019. Beruntung Kepolisian RI bisa segera mengendalikannya.
Angin segar bertiup ketika situasi politik dan keamanan nasional makin kondusif. Sejumlah pihak menilai proses demokrasi berjalan kembali ke relnya. Perselisihan pemilu dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Putusan diketok. Pihak yang bersengketa menghormati.
Perlahan tapi pasti, ketegangan berbulan-bulan pun mereda. Optimisme pelaku usaha pun tumbuh.
Sebuah peristiwa menyejukkan melengkapi proses itu, yakni pada 13 Juli 2019, ketika Joko Widodo dan Prabowo Subianto bertemu. Pertemuan itu menjadi satu babak penting yang akan diingat publik negeri ini. Apresiasi positif mewarnai perjumpaan tersebut.
Selama ini, saat bertemu dan berkomunikasi dengan pelaku usaha berbagai sektor, aspek kepastian dalam berusaha memang paling sering terungkap. Hal yang wajar karena faktor kepastian usaha berdampak pada perencanaan beragam agenda bisnis.
Perencanaan hingga realisasi investasi butuh kepastian. Aktivitas rutin mulai pembelian bahan baku, proses produksi, penggarapan pasar, pembayaran kewajiban, dan lainnya akan terganggu apabila situasi tidak menentu.
Tanpa kepastian, salah satunya terkait kondisi politik, akan terjadi kegamangan. Padahal, banyak pekerjaan rumah dan tantangan yang harus dirampungkan oleh seluruh pemangku kepentingan.
Badan Koordinasi Penanaman Modal mendata, total realisasi penanaman modal triwulan I-2019 mencapai Rp 195,1 triliun. Pencapaian ini setara 24,6 persen dari target investasi tahun 2019 yang Rp 792 triliun. Artinya, masih ada Rp 596,9 triliun yang harus dikejar hingga akhir tahun. Tanpa ada kepastian, sulit menggapai target tersebut.
Di sisi perdagangan pun menghadapi tantangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mencatat defisit perdagangan sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai 1,93 miliar dollar AS. Sekali lagi, tanpa ada kepastian, sulit memperbaiki kinerja perdagangan tersebut.
Dengan bermodal kepastian, kini saatnya bagi segenap elemen memfokuskan energi untuk membangun negeri. Seperti kata Presiden terpilih Joko Widodo dalam pidatonya, "Visi Indonesia", Minggu (14/7/2019, ini bukanlah tentang aku atau kamu serta kami atau mereka. Kini saatnya memikirkan tentang bangsa kita bersama. Jangan pernah ragu untuk maju karena kita mampu jika kita bersatu!