Ratusan Ribu Dilepasliarkan, Nelayan Diminta Turut Menjaga
Sebanyak 113.212 ekor benur lobster dilepasliarkan di perairan Watu Karung, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Jumat (5/7/2019). Agar benur memiliki kesempatan tumbuh menjadi lobster, nelayan diminta ikut menjaga dan memastikan tidak ada penangkapan sebelum mencapai ukuran yang diperbolehkan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
PACITAN, KOMPAS - Sebanyak 113.212 ekor benur lobster dilepasliarkan di perairan Watu Karung, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Jumat (5/7/2019). Demi benur yang memiliki kesempatan tumbuh menjadi lobster, nelayan diminta ikut menjaga dan memastikan tidak ada penangkapan sebelum mencapai ukuran yang diperbolehkan.
Pelepasliaran ratusan ribu benur lobster itu melibatkan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya I, Stasiun KIPM Yogyakarta, pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan, aparat kepolisian, dan masyarakat setempat. Seluruh benur lobster yang dilepasliarkan merupakan hasil operasi gabungan tim Sub Direktorat IV Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri dengan Tim Pengawasan Stasiun KIPM Jambi pada Selasa (2/7/2019) lalu. Tim menggagalkan upaya penyelundupan benur lobster sebanyak 113.412 ekor di Simpang Rimbo Jambi.
Benur senilai Rp 17 miliar itu dikemas dalam 568 kantong plastik dan 20 kotak stereofoam. Dalam operasi penggagalan penyelundupan itu polisi menangkap tiga pelaku dan saat ini mereka tengah diproses hukum.
Kepala BKIPM Surabaya I Muhlin mengatakan, dipilihnya perairan Watu Karung karena pantainya berkarang dan merupakan habitat lobster. Pelepasliaran itu diharapkan mampu mengisi kembali stok lobster di kawasan perairan Pacitan yang sebelumnya banyak ditangkap oleh nelayan.
“Pelepasliaran lobster merupakan upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan Indonesia ditengah maraknya penangkapan benur lobster. Pemicunya, harga jual yang tinggi di pasar internasional,” ujar Muhlin.
Seiring pelepasliaran benur ke habitat aslinya, diharapkan benur memiliki kesempatan tumbuh dan berkembangbiak. Masyarakat di sekitar pantai, terutama nelayan juga diminta menjaga dan memastikan tidak ada penangkapan benur sebelum mencapai ukuran yang diperbolehkan, minimal 200 gram per ekor.
Demi membangkitkan dan menggerakkan kesadaran masyarakat terkait pengendalian keamanan hayati ikan, BKIPM Surabaya I telah membentuk kelompok pengawas konservasi. Kelompok yang melibatkan masyarakat lokal ini menjadi ujung tombak penggerak konservasi. Dalam tugasnya, kelompok ini dilengkapi fasilitas kapal pengawas.
Muhlin menambahkan, beragam upaya yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tak lain bertujuan mengembalikan keanekaragaman sumber daya perikanan yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Sumber daya perikanan terutama benur lobster, belakangan marak dieksploitasi untuk diperdagangkan dan diselundupkan ke luar negeri.
Sebelumnya, 25 Juni lalu, BKIPM Surabaya I telah melepasliarkan 113.300 ekor benur lobster hasil penggagalan upaya penyelundupan ke Singapura melalui Bandara Juanda Surabaya. Maraknya penyelundupan karena harga tinggi yang ditawarkan oleh negara tujuan pengiriman.
Sebagai gambaran, benur lobster mutiara di Indonesia paling tinggi dijual Rp 79.000 hingga Rp 90.000 per ekor. Namun, saat benur sampai di Singapura, harganya menjadi 10 dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 145.000 per ekor. Tingginya disparitas harga inilah yang menjadi daya tarik penyelundup.
Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan Informasi BKIPM Surabaya I Wiwit Supriyono menambahkan, Jatim merupakan daerah rawan perdagangan dan penyelundupan benur lobster. Ada banyak pantai yang menjadi daerah penangkapan benur seperti Banyuwangi, Probolinggo, Jember, Malang, Tulungagung, Blitar, dan Pacitan.
Jatim juga berpotensi menjadi daerah transit perdagangan benur lobster antarprovinsi maupun antarpulau karena memiliki Bandara Internasional Juanda. Pada Mei lalu, Polda Jatim mengungkap tempat penampungan benur lobster di Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Benur berasal dari Jabar, Jatim, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT.