Pelaku penjambretan terhadap seorang nenek yang menggendong bayi di Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, menyasar perempuan. Pelaku selalu beraksi sendiri dan berulang kali di kawasan itu.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelaku penjambretan terhadap seorang nenek yang menggendong bayi di Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, menyasar perempuan. Pelaku selalu beraksi sendiri dan berulang kali di kawasan itu.
Penjambretan terjadi di gang sempit di kawasan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Rabu (3/7/2019). Penjambret bersepeda motor itu tertangkap kamera pengawas saat merampas kalung milik Tjhay Moij yang disapa Alu (60) ketika sedang menggendong cucunya yang berusia sembilan bulan di depan rumah di Gang Dukuh II RT 003 RW 007 Tanjung Duren Utara.
"Pelaku berinisial TI, sering beraksi di banyak lokasi dan belum pernah tertangkap. Pelaku menjual kalung maupun hasil jambretan lain kepada penadah yang sama atau selalu menerima hasil jambretannya. Penadah ini menjual lagi kepada penadah lain sebelum dilebur untuk dijual kembali," ucap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu di Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, Kamis (4/7/2019).
TI mengendarai sepeda motor, masuk ke dalam gang, dan memelankan laju kendaraan ke arah Alu. TI merampas kalung milik Alu sehingga yang bersangkutan beserta cucunya terpelanting ke aspal.
Aksi ini tertangkap kamera pengawas. Sayangnya, pelaku tidak memasang plat nomor di bagian belakang sepeda motor. Sementara itu, plat nomor bagian depan ditutupi dengan daun. Setelah berhasil menjambret, TI menjual kalung tersebut kepada DI di Pasar Jaya Ciputat, Tangerang seharga Rp 1.900.000. DI menjual lagi kalung itu kepada MN seharga Rp 2.000.000.
MN melebur kalung menjadi emas batangan dan menyerahkannya kepada EN. Lantas, EN membuat perhiasan baru dari emas batangan ini untk dijual lagi kepada masyarakat. "TI ditangkap di rumahnya di Tangerang Selatan. Dari pengembangan, ditangkap tiga pelaku lain. Setelah dicek urin, mereka positif menggunakan narkoba jenis sabu," katanya.
Sementara TI mengaku telah beraksi sebanyak sepuluh kali. "Sudah sepuluh kali di Tanjung Duren dan selalu mengincar perhiasan," ujarnya.
Penjambretan menyasar perempuan bukan kejadian baru di Jakarta, khusunya Jakarta Barat. Kejadian ini diharapkan membuat masyarakat semakin memerhatikan keamanan lingkungannya. "Siskamling harus digiatkan lagi agar dapat memantau titik-titik rawan di lingkungan masing-masing. Siskamling juga mencegah aksi kejahatan jalanan," ucap Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Putu Elvina.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menambahkan terdapat enak kasus penjambretan menimpa perempuan dan anak. Berkaitan dengan itu, perlu meningkatkan kewaspadaan agar kejadian serupa tidak jadi korban. "Hindari penggunaan aksesori yang mencolok. Juga jangan biarkan anak-anak mengenakan aksesori berlebihan agar tidak rentan jadi korban," kata Arist.
Lingkungan aman
Persoalan jambret menyasar perempuan dan memang menjadi situasi yang umum di dunia karena belum terciptanya lingkungan yang ramah terhadap mereka.
Pengamat Sosial dari Vokasi Univesitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan, keterampilan sosial masyarakat untuk membangun lingkungan yang ramah bagi perempuan dan anak belum menjadi sebuah budaya yang kuat termasuk di Indonesia.
"Secara sosiologis budaya patriaki yang kuat berekses pada penilaian bahwa perempuan dan anak adalah objek. Jadi pelaku kejahatan sulit berempati terhadap calon korban dengan identitas perempuan dan anak," ucap Devie.
Karena itu, setiap individu perlu membiasakan diri untuk memberikan penghargaan nyata terhadap perempuan dan anak dalam sikap sehari hari. Sebagai contoh, etika terkait mendahulukam perempuan dan anak dalam kendaraan, memasuki ruangan maupun lift, dan an sebagainya.
Bystander Effect
Pakar forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, riset di kota-kota besar menunjukkan adanya bystander effect. Bystander effect terjadi ketika seseorang membutuhkan bantuan dan orang-orang di sekitarnya yang melihat akan berpendapat pasti ada orang lain yang membantu. Semua orang berpikiran seperti itu dan akhirnya tidak ada yang membantu.
"Biasanya warga abai satu sama lain dan terjadilah bystander effect. Semakin banyak orang di satu titik, semakin tipis dorongan untuk membantu," ucap Reza.
Reza menambahkan, kepedulian seperti bola bekel. Semakin banyak orang di satu lokasi, bola itu kian terpantul ke sana-sini. Bola tidak pernah berhenti pada satu titik. "Rasa kepedulian dan keinginan membantu terus berpindah dari satu orang ke orang lain karena masing-masing orang membatin. Ah, ada orang lain kok. Saya bisa apa? Orang lain lebih mampu menolong," katanya.