Perangkat Desa Pungut Dana Program Pendaftaran Tanah
Muhajari (59), eks perangkat Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibekuk jajaran Kepolisian Resor Magelang karena menarik uang dari warga dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL di Desa Wringinputih tahun 2018. Sesuai dengan aturan, program itu seharusnya gratis.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Muhajari (59), eks perangkat Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibekuk jajaran Kepolisian Resor Magelang karena menarik uang dari warga dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL di Desa Wringinputih tahun 2018. Sesuai dengan aturan, program itu seharusnya gratis.
Besaran dana yang ditarik mencapai Rp 750.0000 per sertifikat. Dengan penarikan biaya yang sudah dilakukan sejak Januari 2018 tersebut, dia berhasil menghimpun dana hingga Rp 394.500.000 yang dibayarkan oleh 526 warga.
Muhajari mengatakan, dirinya bukanlah pelaku atau pencetus tunggal tindak pidana korupsi ini. Penarikan biaya itu sebelumnya telah dibicarakan dalam acara musyawarah bersama melibatkan pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Penarikan biaya dimaksudkan untuk membiayai sejumlah kegiatan, antara lain pengadaan patok tanah, uang transportasi perangkat desa, saksi, dan sebagian di antaranya dialokasikan untuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Sekalipun belum ada kesepakatan bersama, Pemerintah Desa Wringinputih menegaskan pungutan tetap diberlakukan. Belakangan justru dikeluarkan surat keputusan (SK) kepala desa yang mendasari kegiatan tersebut. ”Apa yang saya lakukan ini semua mengacu pada aturan yang ditetapkan dalam SK kepala desa,” ujarnya saat memberikan keterangan di Polres Magelang, Senin (1/7/2019).
Selama tahun 2018 sudah ada 641 pengajuan dari masyarakat mengikuti program itu. Sebanyak 634 pengajuan di antaranya sudah diproses menjadi sertifikat.
Tidak sendiri
Dari dana Rp 394.500.000 yang terkumpul, polisi hanya berhasil menyita sisa uang sebanyak Rp 164.325.850. Menurut Muhajari, sebagian uang lainnya sudah dibagikan ke sejumlah pihak, termasuk semua perangkat desa.
”Saya pastikan 16 perangkat Desa Wringinputih menerima uang pungutan. Seharusnya saya tidak sendirian ditahan di kantor polisi ini,” ujarnya.
Saat menarik pungutan, Muhajari menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Desa Wringinputih. Namun, beberapa waktu lalu dia mengundurkan diri.
Dalam program PTSL, dia bertugas mengumpulkan semua uang pungutan yang diserahkan oleh para kepala dusun.
Muhajari mengatakan, dirinya berharap polisi bisa terus mengembangkan penyidikan sehingga akhirnya bisa menahan banyak pelaku lainnya yang ikut terlibat.
PTSL dilakukan berdasar Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 25/SKB/2017 A, Nomor 509-3167A, dan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.
Selain itu, juga berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Pungutan itu tidak semestinya dilakukan karena dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa untuk program PTSL, warga dibebaskan dari segala biaya.
Pungutan tersebut tidak semestinya dilakukan karena dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa untuk program PTSL, warga dibebaskan dari segala biaya.
Kepala Polres Magelang Ajun Komisaris Besar Yudianto Adhi Nugroho mengatakan, dengan perbuatannya ini, pelaku dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001.
Pelaku terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara minimal empat tahun hingga 20 tahun. Dia pun terancam sanksi harus membayar denda Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Yudianto mengatakan, pihaknya masih terus memperdalam penyidikan untuk mengetahui keterlibatan pelaku-pelaku lain dalam kasus ini. ”Jumlah nominal dana yang dikorupsi dan jumlah tersangka dimungkinkan nantinya masih akan bertambah,” ujarnya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan terlebih dulu membaca aturan saat melakukan proses administrasi di kantor mana pun. Dengan begitu, setiap orang dapat terhindar dari penipuan dan pungutan liar.
Suprih Prasetyo yang pada 2017 menjabat Kepala Desa Wringinputih mengatakan, dirinya hanya mengetahui bahwa pada akhir 2017 terbentuk tim khusus yang bertugas mengurusi program PTSL. Tim ini terdiri dari gabungan perangkat dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketika itu, pada akhir 2017, tim tersebut baru intens melakukan sosialisasi tentang PTSL. Tahun 2018, Suprih mengaku dirinya sudah tidak tahu-menahu perihal program tersebut karena saat itu dirinya sudah mengundurkan diri sebagai kepala desa karena akan maju sebagai salah satu caleg dalam Pemilu 2019.