Pada 13 Januari 2017, Kompas menjajal naik tangga yang dibangun menuju Halte Transjakarta CSW, Jakarta Selatan. Saking tingginya letak halte, 24 meter di atas tanah, tangga yang berawal dari trotoar di samping Gedung ASEAN dibuat dengan beberapa bordes. Lelah rasanya menggapai halte.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
Masih jelas dalam ingatan, pada 13 Januari 2017, Kompas menjajal naik tangga yang dibangun menuju Halte Transjakarta CSW, Jakarta Selatan. Saking tingginya letak halte, yakni 24 meter di atas tanah, tangga yang berawal dari trotoar di samping Gedung ASEAN dibuat dengan beberapa bordes. Lelah rasanya menggapai halte.
Sejumlah kritik dan masukan yang disampaikan sebelum pembangunan yang dimulai akhir 2014 hingga menjelang peresmian pada 2017 tak juga ditanggapi. Kritiknya sangat jelas, posisi halte yang tinggi akan menyulitkan pengguna.
Saat konstruksi MRT Jakarta koridor selatan-utara fase I rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia tengah dibangun, lagi-lagi muncul masukan, mengapa Koridor 13 Transjakarta tak dirancang terintegrasi dengan jalur MRT? Tujuannya jelas, supaya memudahkan penumpang beralih moda transportasi.
Alhasil, saat bus Transjakarta Koridor 13 mulai beroperasi melayani penumpang, ada sejumlah halte yang tidak bisa melayani sampai hari ini. Salah satunya Halte CSW, yang terletak persis di tengah-tengah pertemuan simpang Jalan Sisingamangaraja, Jalan Kyai Maja, dan Jalan Trunojoyo.
Baru pada 6-14 Februari 2019, sayembara perancangan kawasan CSW digelar PT Transportasi Jakarta selaku operator bus Transjakarta. Adalah Studio Lawang yang memenangi sayembara yang bermaksud memunculkan desain integrasi antara bus Transjakarta Koridor 13, Koridor 1, dan MRT Jakarta itu.
Patrisius Marvin D, Principal Architect Studio Lawang, Jumat (21/6/2019), menjelaskan, dari sejumlah referensi yang ia pelajari, di titik pertemuan Koridor 1 dan 13 Transjakarta dengan MRT Jakarta itu, pada 1948, merupakan bagian dari perencanaan wilayah Kebayoran. Perancangnya bernama M Soesilo.
Sebagai bagian dari kota baru (satelit), dari referensi, direncanakan ada bundaran. Sayang, bundaran itu tak pernah terwujud. Justru persimpangan itu lebih dikenal sebagai simpang CSW.
Padahal, dalam buku Pembangunan Kotabaru Kebajoran yang diterbitkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga tahun 1953 disebutkan, CSW adalah singkatan dari Centrale Stichting Wederopbouw, yayasan yang didirikan pemerintah untuk membangun kawasan Kebayoran baru. Kawasan ini berkonsep garden city.
Integrasi
Marvin berupaya mewujudkan rancangan bundaran itu. Untuk bisa mengintegrasikan ketiga rute angkutan umum tersebut, ia merancang bulatan untuk mengakomodasi perputaran atau pergerakan manusia yang akan lalu lalang di dua moda transportasi itu. Bulatan atau cakra itu menghubungkan Stasiun MRT ASEAN dengan Koridor 13. Di sayap kanan dari arah Senayan, tepatnya di Jalan Kyai Maja, ia merancang ada bangunan integrasi yang terdiri atas tiga lantai.
Di bangunan integrasi itu akan ada eskalator dan pertokoan. Eskalator yang paling atas akan langsung menghubungkan ke Koridor 13. Tangga yang ada saat ini, yang dibangun di atas trotoar di samping Gedung ASEAN, akan diupayakan dirancang ulang dengan selubung untuk menutup tangga. Secara keseluruhan ada konsep melayang dari bangunan integrasi yang ingin dihadirkan.
Adapun bangunan di kanan-kiri lengkungan dirancang melebar di sisi yang dekat dengan lengkungan dan menyudut yang ke arah jalan. ”Sebab, di sisi barat, di Jalan Kyai Maja, jalan sempit. Jadi, karena keterbatasan lahan ini, bangunan integrasi akan melebar di sisi yang dekat lengkungan dan menyempit atau menyudut di sisi jalan,” kata Marvin.
Bentuk bulat ini, menurut dia, menjadi pelembut kawasan yang sudah dipenuhi bangunan dan halte.
Lalu di bagian bawah, tepatnya di persilangan, muka jalan akan dinaikkan supaya selevel dengan trotoar dan diberikan speed level atau alat untuk mengontrol kecepatan kendaraan. Tujuannya, pejalan kaki yang berjalan di bawahnya tidak merasa terancam.
Adapun jembatan pejalan kaki yang menghubungkan Stasiun MRT ASEAN dengan bangunan integrasi tersebut tengah diupayakan dibangun oleh pihak MRT.
M Kamaluddin, Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, mengatakan, perusahaan segera melelang pembangunan jembatan pejalan kaki yang menghubungkan Stasiun ASEAN dengan titik integrasi Koridor 13.
Gandrie Ramadhan, Transport Associate Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, mengatakan, untuk penataan kembali kawasan CSW, sebaiknya pihak perancang juga memperhatikan aspek sirkulasi pejalan kaki di bawah.
”Orang yang bukan penumpang, tetapi ingin naik ke lengkungan dan menikmati pemandangan dari sana, bagaimana? Harus ada area yang bisa menampung pejalan kaki yang semacam itu di area tidak berbayar,” ujarnya.
Selain itu, lebar lengkungan semestinya memperhatikan aspek kepadatan agar lengkungan juga memiliki kemampuan daya muat. Masalah penataan trotoar yang menjadi akses pergerakan manusia tentu juga diingatkan ITDP.
Sementara Nirwono Joga, pengamat tata kota, mengatakan, melihat rancangan integrasi tersebut, ia menyoroti aspek keterbatasan lahan di simpang tersebut dan juga aspek waktu pekerjaan yang bisa memacetkan lalu lintas di sekitar kawasan.
”Kalau memang tujuannya integrasi, kenapa desainnya tak dibuat lebih sederhana? Desain yang langsung menghubungkan BRT dan MRT tanpa perlu memutar?” ujarnya.
Lagi pula, pembangunan titik integrasi yang demikian seharusnya juga memperhatikan tata ruang. Sebagai contoh, adakah rencana pengembangan gedung baru di sekitar Koridor 1 sampai ke arah stasiun MRT dan Blok M? Untuk itu, menurut Nirwono, perlu dicek lagi dalam rencana detail tata ruang DKI Jakarta.
Memang, dalam waktu dekat, MRT Jakarta segera meluncurkan rencana pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD) di Blok M-Stasiun ASEAN yang juga berkonsep garden city sesuai semangat adanya keterpaduan itu.
Baik Kamaluddin maupun Gandrie optimistis, dengan integrasi dua moda melalui CSW, kawasan di sekitarnya bisa tumbuh. ”Transjakarta juga akan bisa meningkatkan jumlah penumpang. MRT juga sama. Kawasan bisa tumbuh. Target awal Koridor 13 yang bisa melayani 40.000 penumpang bisa tercapai,” tutur Gandrie.