Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY melangkah maju begitu melihat kendaraan yang ditumpangi Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK memasuki pelataran kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/6/2019). Ketua Umum Partai Demokrat itu kemudian menyalami JK beserta sejumlah tokoh yang menyertainya ke Cikeas.
Keduanya kemudian ke rumah diikuti tamu lainnya, antara lain Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, serta mantan Menteri Perdagangan dan Duta Besar RI di Tokyo, M. Luthfi.
Tampak pula mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mendampingi SBY. Namun, kedua putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono, yang biasanya selalu mendampingi, tak terlihat.
Pertemuan SBY dan JK merupakan yang pertama setelah Ibu Ani Yudhoyono wafat pada awal Juni lalu. JK saat itu berhalangan hadir di pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, karena tengah dirawat di rumah sakit. Namun, saat masih dirawat di rumah sakit Singapura, JK dan istrinya, Nyonya Mufidah Kalla, sempat menegoknya.
”Saya datang untuk bersilaturahmi dan menyampaikan sekali lagi dukacita yang mendalam atas berpulangnya Ibu Ani. Saya baru sempat ke sini karena juga sempat beristirahat di rumah sakit 10 hari,” ujar JK seusai pertemuan tertutup.
SBY dan JK sama-sama menegaskan, selama pertemuan tidak ada pembicaraan terkait perkembangan politik di Tanah Air. Keduanya hanya membicarakan berbagai pengalaman serta kenangan selama lima tahun memimpin negara bersama pada 2004-2009.
JK kemudian menceritakan banyak kenangannya yang berkesan selama mendampingi SBY. ”Dalam keadaan senang dan susah, kami sama-sama sejak zaman menko (menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan di era Presiden Megawati Soekarnoputri), kemudian 2004 sebagai presiden dan wapres,” tuturnya.
Setelah dilantik sebagai wapres pada 2004, JK kerap berkunjung ke Cikeas. Hampir tiap malam, keduanya bertemu menyusun kabinet serta membahas nama-nama yang layak diangkat sebagai menteri. Di sanalah, JK mengingat makanan yang kerap dihidangkan Ibu Ani, seperti bakmi, nasi goreng, dan kerupuk. Almarhumah juga selalu menyiapkan sembilan kaleng berisi berbagai jenis kerupuk.
Sementara SBY mengenang saat-saat berjuang bersama mengatasi berbagai masalah bangsa. Mulai dari bencana alam, krisis bahan bakar, hingga krisis ekonomi. Kebersamaan menghadapi berbagai tantangan bangsa itulah yang menjadi bekal keduanya bersepakat untuk bekerja sama. Tentu bukan lagi presiden-wapres.
SBY-JK pun bersepakat untuk memosisikan diri sebagai ”orang tua” bagi bangsa dan negara. Bukan hanya sama-sama berpengalaman dan mantan, keduanya juga sama-sama berusia kepala tujuh. September mendatang, SBY genap berusia 70 tahun, sementara JK pada Mei lalu 77 tahun.
Menurut JK, pandangan dan pemikiran mereka yang berkepala tujuh lebih kuat karena banyak makan asam garam. ”Beliau (Yudhoyono) 70 tahun, saya tahun ini 77 tahun. Handphone saja, seri 7 paling bagus,” ujarnya tertawa.
Sebagai orang tua, keduanya siap memberi sumbangsih pemikiran. ”Sebagai orang tua, Pak Jusuf, kalau sudah tepat saatnya kami berkomunikasi lagi. Menyusun apa yang akan kami sampaikan, sebuah pandangan orang tua untuk kebaikan rakyat dan negeri ini,” tutur SBY.