JAKARTA, KOMPAS — Kesempatan kerja di sektor formal bagi penyandang disabilitas semakin terbuka seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kemungkinan itu akan semakin besar melalui peningkatan kapasitas atau keterampilan yang sesuai dengan penyedia kerja.
Dalam diskusi ”Mempromosikan Peluang Kerja Inklusif”, Selasa (25/6/2019), di Jakarta, Co Founder dan CTO dari Kerjabilitas, Tety Sianipar, mengatakan, kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas selalu terbuka. Masalahnya, perusahaan atau penyedia kerja tidak tahu atau belum punya pengalaman dalam merekrut penyandang disabilitas. Di sisi lain, informasi yang diterima penyandang disabilitas agar bisa masuk ke dunia kerja formal terbatas.
”Menurut kami, yang paling penting adalah kualitas penyandang disabilitas itu sendiri. Sebab, tanpa kualitas, meski ada lowongan kerja, ya, akan sama saja atau tidak tahu mau jadi apa,” kata Tety.
Melalui UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Indonesia telah mengakomodasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disablitas. Pasal 53 UU Penyandang Disabilitas telah mewajibkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 1 persen dari jumlah pekerja, sementara mewajibkan pemerintah dan badan usaha milik negara atau daerah untuk mempekerjakan setidaknya 2 persen dari jumlah pekerja.
Hal ini penting karena berdasarkan Survei Penduduk Antar-sensus 2015, jumlah penyandang disabilitas sekitar 8,56 persen dari total keseluruhan penduduk. Sementara, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional 2017, penduduk usia kerja disabilitas nasional berjumlah 21,9 juta orang. Dari jumlah itu yang termasuk angkatan kerja sebanyak 11,2 juta atau 51,18 persen.
Menurut Tety, peningkatan kualitas penyandang disabilitas tidak hanya mengenai keterampilan, tetapi juga cara berkomunikasi, cara membuat surat lamaran kerja yang benar, dan cara melakukan wawancara kerja dengan baik.
Sampai saat ini, laman Kerjabilitas yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan perusahaan penyedia kerja telah menempatkan 365 orang penyandang disabilitas untuk bekerja di berbagai perusahaan dari total 9.000 pendaftar. Penyandang disabilitas yang mendaftar kebanyakan adalah daksa, netra, dan tuli. Sekitar 60 persennya diserap perusahaan yang termasuk usaha kecil dan menengah. Sementara sisanya ke perusahaan nasional dan multinasional. Saat ini, Kerjabilitas telah bekerja sama dengan 2.000 perusahaan.
”Jenis pekerjaan yang banyak dimasuki adalah tingkat pemula karena biasanya tidak membutuhkan keterampilan yang banyak. Tapi sekarang juga ada yang bekerja sebagai desain grafis, lalu copywriter,” kata Tety.
Salah satu perusahaan yang telah mempekerjakan penyandang disabilitas adalah Bank Mandiri. Menurut Vice President of Mandiri Care Group Asih Samihadi, kebijakan nasional untuk membuka kesempatan lebih luas bagi penyandang disabilitas sudah berjalan. Namun, pelaksanaan di masing-masing badan usaha dapat berbeda-beda.
Kendati ada beberapa pertimbangan, perekrutan penyandang disabilitas tetap harus dilakukan untuk memenuhi kuota seperti diamanatkan UU Penyandang Disabilitas. Meski demikian, tidak semua unit dapat menerima penyandang disabilitas karena spesifikasi tugasnya tidak memungkinkan.
Senior Program Officer for Community Based Inclusive Development at CBM Jaka Ahmad menambahkan, dalam dunia kerja, penyandang disabilitas harus dapat berkontribusi kepada perusahaan. Sebaliknya, perusahaan juga mesti memandang penyandang disabilitas dari kapasitas atau kemampuan yang bisa dilakukannya, bukan dari ketidakmampuannya.
”Keinginan sebuah perusahaan untuk mempekerjakan pekerja dengan disabilitas patut diapresiasi. Kemudian tinggal arahan yang tepat agar penyandang disabilitas bisa berkontribusi maksimal,” kata Jaka. (NAD)