Penjualan pakan, baik ikan maupun udang, masih mendominasi total penjualan PT Central Proteina Prima Tbk. Lini usaha itu tetap jadi fokus tahun ini meski ada tantangan nilai tukar rupiah dan kondisi cuaca.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjualan pakan, baik ikan maupun udang, masih mendominasi total penjualan PT Central Proteina Prima Tbk. Lini usaha tersebut tetap menjadi fokus tahun ini meski mendapat tantangan berupa nilai tukar rupiah dan kondisi cuaca.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT Central Proteina Prima Tbk Irwan Tirtaritadi seusai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) dan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), Senin (24/6/2019), di Jakarta. Total penjualan pada 2018 sebesar Rp 7,4 triliun atau naik 12,7 persen dibandingkan 2017.
”Kami adalah perusahaan terintegrasi dengan pola bisnis dari hulu sampai hilir. Dari total penjualan tahun 2018 tersebut, 76 persennya dari penjualan pakan, baik pakan ikan maupun udang,” kata Irwan.
Pada 2018, PT Central Proteina Prima Tbk atau CP Prima telah menambah kapasitas produksi pakan ikan apung 40.000 ton. Dengan demikian, total kapasitas produksi pakan ikan menjadi 660.000 ton.
Wakil Direktur Utama PT Central Proteina Prima Tbk Saleh menambahkan, tahun 2019, CP Prima mengalokasikan belanja modal (capex) Rp 95 miliar. Sebagian besar dana tersebut akan digunakan untuk perawatan mesin dan pabrik pakan. Hingga triwulan I-2019, belanja modal telah terserap Rp 26,9 miliar. Sementara, untuk 2018, tidak ada pembagian deviden.
Pakan ikan
Dari dua jenis pakan ikan yang diproduksi, yakni pakan ikan apung dan pakan ikan tenggelam, permintaan pasar untuk pakan ikan apung semakin besar. Namun, produksi pakan ikan mengalami tantangan berupa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sebab, sebagian besar bahan baku pakan ikan, yakni bungkil kedelai, merupakan impor.
Menurut Irwan, masalah bahan baku yang mahal untuk pakan ikan merupakan masalah yang dihadapi oleh industri pakan ternak pada umumnya. Pihaknya telah mulai mencoba melakukan substitusi bungkil kedelai dengan cassava atau gaplek. Substitusi dilakukan bertahap. ”Sekitar 50 persen bahan baku pakan ikan itu impor,” kata Irwan.
Agar penjualan tetap tumbuh, lanjut Irwan, lini produksi yang lain juga akan ditingkatkan, yakni dari ekspor, penjualan benur, pakan hewan kesayangan, dan penjualan benur. Dengan penjualan benur yang meningkat, diharapkan ikut mengerek penjualan pakan.
Untuk itu, program kemitraan dengan petambak budidaya mandiri akan diintensifkan dengan memberikan bantuan teknis budidaya udang yang baik. Selain itu, dibuka kemungkinan kerja sama dengan petani kecil dengan luasan tambak yang kecil.
Cuaca
Pada awal tahun ini, menurut Irwan, faktor cuaca dengan intensitas hujan yang relatif tinggi berdampak kurang baik untuk budidaya udang. Namun, merujuk pada ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun ini akan cukup kondusif.
Lini bisnis lain yang akan ditingkatkan adalah ekspor udang ke Eropa. Selain Eropa, selama ini CP Prima juga mengekspor ke Amerika Serikat dan Jepang. Tahun ini angka penjualan dari ekspor ditargetkan 15 persen. Demikian pula produk olahan makanan ikan, ditargetkan juga akan tumbuh dua angka pada tahun ini.
”Kita bisa harapkan untuk tumbuh double digit karena masyarakat Indonesia semakin mencari produk seafood yang berkualitas,” kata Irwan. (NAD)