Pemerintah pusat didesak segera mengevaluasi pelaksanaan pelayaran perintis di Maluku termasuk yang dioperasikan oleh PT Pelni (Persero). Terhentinya pelayaran perintis ke sejumlah daerah di Maluku yang dibiarkan berlangsung selama empat bulan itu telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemerintah pusat didesak segera mengevaluasi pelaksanaan pelayaran perintis di Maluku, termasuk yang dioperasikan PT Pelni (Persero). Terhentinya pelayaran perintis ke sejumlah daerah di Maluku yang dibiarkan berlangsung selama empat bulan itu telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Kondisi serupa yang terjadi berulang itu dianggap tidak mencerminkan semangat nawacita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
”Ironis, saat kapal perintis rusak, PT Pelni tidak mencari kapal pengganti. Mereka sepertinya tidak peduli terhadap kebutuhan masyarakat yang selama ini bergantung pada pelayaran perintis. Apakah masyarakat di pulau-pulau terpencil Maluku ini bukan orang Indonesia?” ujar Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias kepada Kompas di Ambon, Minggu (23/6/2019).
Apakah masyarakat di pulau-pulau terpencil Maluku ini bukan orang Indonesia?
Rute yang tidak dilayani selama empat bulan itu adalah dari Pulau Seram ke Pulau Teon, Nila dan Serua. Kapal yang beroperasi pada rute itu, yakni KM Sabuk Nusantara 87, mengalami patah kemudi. Petani dan buruh panen dari Pulau Seram yang hendak memanen cengkeh di tiga pulau itu tidak bisa terangkut. Cengkeh yang sudah matang sejak Mei diperkirakan sebagian sudah rusak. Ribuan warga menggantungkan hidup mereka dari cengkeh di tiga pulau itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, setiap kali musim panen, cengkeh yang diperoleh mencapai ratusan ton. Cengkeh itu lalu dibawa ke Pulau Seram dan Pulau Ambon untuk dijual. Saat ini, harga cengkeh anjlok hingga Rp 70.000 per kilogram. Kerusakan cengkeh semakin menambah derita petani cengkeh. Terlebih saat ini anak-anak mereka hendak memasuki tahun ajaran baru atau melanjutkan pendidikan ke jejang lebih tinggi.
Kementerian Perhubungan baru menyetujui permintaan pengalihan rute KM Sabuk Nusantara 71 untuk melayani rute dari Pulau Seram pada 26 Juni. Persetujuan itu pun diambil setelah Pemerintah Provinsi Maluku bersurat kepada kementerian pusat pada 18 Juni. Surat dari pemprov dibuat setelah desakan masyarakat. ”Kalau tidak didesak masyarakat, mungkin sampai sekarang belum ada kejelasan,” ucap Anos.
Oleh karena itu, anggota Fraksi Partai Golkar itu meminta Kementerian Perhubungan agar mengevaluasi pelaksanaan pelayaran perintis di Maluku, termasuk yang dioperasikan Pelni. Ia menyarankan agar ke depan perlu disiapkan kapal pengganti yang setiap saat bisa digunakan jika terjadi kekosongan pada rute tertentu.
Agusta Izaac, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Angkutan Laut di Dinas Perhubungan Provinsi Maluku, berharap agar semua pihak harus memiliki kepedulian terhadap kondisi yang dialami pengguna transportasi laut. Beberapa bulan lalu, Pemprov Maluku sudah menyurati pihak Pelni di Ambon ihwal terhentinya pelayanan ke Teon, Nila, dan Serua. Namun, hal itu tidak ditindaklanjuti.
”Presiden Joko Widodo selalu mengatakan tentang nawacita. Salah satu poin adalah membangun dari pinggiran. Presiden juga selalu bilang tentang kekuatan sektor maritim sayangnya kondisi di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Pemprov tidak bisa berbuat banyak karena kewenangan dan sumber daya yang terbatas,” kata Agusta.
Klarifikasi
Kementerian Perhubungan dan PT Pelni lewat keterangan pers yang diterima Kompas memberikan penjelasan terkait dengan terhentinya pelayaran perintis pada rute itu. Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelni Yahya Kuncoro mengatakan, KM Sabuk Nusantara 87 yang mengalami patah daun kemudi sudah selesai diperbaiki di Galangan Marina Bahagia, Palembang, Sumatera Selatan. Selanjutnya, kapal itu akan menjalani docking dan kembali beroperasi di Maluku pada pekan terakhir Juli.
Sementara itu, Direkrut Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko mengklaim pemerintah pusat telah memberikan perhatian besar terhadap konektivitas di wilayah bagian timur Indonesia. Dari 113 kapal di seluruh Indonesia, 31 kapal beroperasi di Kepulauan Maluku yang terdiri atas Maluku dan Maluku Utara.