Persaingan Semakin Ketat
JAKARTA, KOMPAS
Persaingan antarperusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang di Indonesia semakin ketat. Pelaku berusaha menguasai pasar seluas-luasnya dengan cara melibatkan promosi produk tambahan kepada pelanggan.
Promosi produk tambahan atau dikenal sebagai cross-selling adalah teknik memikat konsumen agar melengkapi produk yang mereka beli dengan tambahan promosi lain.
"Industri e-dagang di Indonesia mengarah pada terbentuknya grup-grup besar pengusaha yang melayani berbagai bidang," ujar Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, Jumat (21/6/2019), di Jakarta.
Ignatius mencontohkan, pelanggan satu platform dijadikan pelanggan untuk platform lainnya. Hal ini terjadi pada beberapa perusahaan e-dagang yang melakukan aksi akuisisi.
Ia menambahkan, akuisisi di kalangan perusahaan e-dagang bisa terjadi karena investor pemodal ventura hendak meninggalkan perusahaan tersebut. Investor ini lantas menawarkan portofolio perusahaannya untuk diakusisi perusahaan lain.
Head of Operations IDC Indonesia Mevira Munindra berpendapat, akuisisi di kalangan perusahaan e-dagang bertujuan memperluas jumlah pengguna. Alasan lainnya, tren aplikasi super akan terus terjadi di masa mendatang, sehingga akuisisi jadi pilihan perusahaan.
Pada Kamis (20/6/2019), Tokopedia mengumumkan penyelesaian proses akuisisi atas Bridestory dan Parentstory. Bridestory adalah laman pemasaran khusus kebutuhan pernikahan, sedangkan Parenstory adalah laman pemasaran dengan sistem keanggotaan yang membantu orang tua mencari program aktivitas anak-anak.
Vice President Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak menjelaskan, alasan akuisisi sejalan dengan komitmen Tokopedia untuk membantu pengusaha lokal berevolusi menjadi bisnis berbasis teknologi. Dengan akuisisi, maka Bridestory dan Parentstory diharapkan bisa menyediakan layanan berkualitas terbaik.
"Parentstory memungkinkan Tokopedia menjangkau segmen pasar baru dan memberi nilai tambah kepada pelanggan kami, terutama dengan menyediakan solusi program aktivitas bagi anak-anak mereka," tambah dia.
Akuisisi juga sudah terjadi pada 12 Juni 2017. Saat itu, Blibli.com mengakuisisi 100 persen saham Tiket.com.
Head of Communication Blibli.com Yolanda Nainggolan mengatakan, pasca akuisisi sampai sekarang, Blibli.com dan Tiket.com saling melengkapi, antara lain untuk menjaga loyalitas pelanggan. Blibli.com menyediakan layanan loyalitas pelanggan bagi Tiket.com, sedangkan Tiket.com menyuplai produk tiket dan hotel ke Blibli.com.
"Jadi, di antara keduanya ada kolaborasi saling melengkapi dan menguntungkan," ujar dia.
Yolanda menceritakan, pada triwulan I-2019, permintaan pesanan barang naik 2,5 kali lipat, jumlah kategori barang tumbuh 3 kali lipat, dan jumlah mitra pedagang bertambah dua kali lipat.
Selain memperkuat kolaborasi dengan Tiket.com, lanjut Yolanda, Blibli.com menyiapkan beberapa strategi peningkatan pertumbuhan bisnis. Blibli.com antara lain memperluas lini bisnis dalam jaringan ke luar jaringan (O2O) melalui kerja sama dengan Alfamart serta menambah lokasi gudang. Saat ini, gudang Blibli.com menyebar di 14 lokasi.
Pada Agustus 2017, Go-Jek mengakuisisi perusahaan platform pemesanan dan manajemen tiket Loket. Akuisisi ini bertujuan memperkuat layanan penjualan tiket di fitur Go-Tix yang sudah dimiliki Go-Jek sebelumnya. Pada Desember 2017, Go-Jek kembali mengakuisisi tiga perusahaan rintisan bidang teknologi finansial, yakni Kartuku, MidTrans, dan Mapan.
Adapun Traveloka dikabarkan menyelesaikan proses akuisisi tiga perusahaan agen perjalanan daring Asia Tenggara, yaitu PegiPegi, Mytour Vietnam, dan Travelbook Filipina. Akuisisi berlangsung pada 2018.
Sementara itu, Bhinneka yang sudah beroperasi 26 tahun di Indonesia mengeksplorasi lini layanan potensial untuk dijadikan fokus bisnis baru. Bhinneka yang semula distributor fisik produk teknologi informasi komunikasi meluncurkan toko daring pada 1999.
Public Relations Bhinneka, Dragono Halim, mencontohkan, salah satu lini layanan potensial yang sudah diluncurkan adalah bisnis perawatan dan perbaikan produk TIK.
Menurut Dragono, industri e-dagang di Indonesia berkembang pesat. Di subsektor ritel, perusahaan e-dagang bukan hanya fokus pada jual beli produk, namun juga merambah layanan lainnya. Namun, pelaku e-dagang menghadapi tantangan berupa membangun ekosistem e-dagang menjadi lebih matang sehingga berdampak lebih besar terhadap pendapatan negara. (MED)