Belasan Kapal Terbakar di Indramayu, Nelayan Tak Melaut
Kebakaran yang menghanguskan 15 kapal di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menyebabkan sebagian besar nelayan tidak dapat melaut. Padahal, Eretan adalah sumber produksi perikanan laut Indramayu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Kebakaran yang menghanguskan 15 kapal di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menyebabkan sebagian besar nelayan tidak dapat melaut. Padahal, Eretan adalah sumber produksi perikanan laut Indramayu.
Kebakaran yang terjadi pada Jumat (21/6/2019) sekitar pukul 23.30 tersebut sempat padam pada Sabtu subuh. Namun, sekitar pukul 14.00, api kembali berkobar di salah satu kapal. Bara api baru dapat dipadamkan sekitar pukul 16.00 dengan bantuan dua mobil pemadam kebakaran.
Tiga bangkai kapal ukuran 17 gros ton (GT), 24 GT, dan 29 GT yang hangus masih teronggok di tengah aliran sungai menuju muara. Sementara kapal kecil yang ikut terbakar perlahan tenggelam. Air pun menghitam. Bau gosong menyeruak.
Beberapa nelayan tampak menyelamatkan sisa-sisa kapal yang masih bisa dimanfaatkan. Area yang terbakar dikelilingi garis polisi. Sejumlah polisi juga masih berjaga di wilayah tersebut.
”Sekarang, enggak ada nelayan yang berangkat, apalagi kapal di atas 10 GT. Kapal enggak bisa lewat karena bangkai kapal terbakar belum dievakuasi. Kami berharap, bangkai kapal itu segera dipindahkan,” ujar Ketua Koperasi Unit Desa Mina Bahari Eretan Kulon H Asmudi.
Di sisi lain, menurut Asmudi, nelayan masih trauma akibat kebakaran. Apalagi, warga sempat mengungsi karena api nyaris menyentuh permukiman. Jarak kapal yang terbakar dengan permukiman hanya sekitar 6 meter. Bahkan, sebuah atap rumah warga terimbas api. Satu tempat penyimpanan ikan juga nyaris terbakar.
Berdasarkan keterangan sejumlah warga, api berasal dari sebuah kapal cumi yang bersiap melaut. Api diduga berasal dari lampu kapal dan percikannya membakar solar kapal yang mencapai lebih dari 25 ton.
Api diduga berasal dari lampu kapal dan percikannya membakar solar kapal yang mencapai lebih dari 25 ton.
”Saya mendengar ada tiga kali suara ledakan. Terus, ada api di atas air. Tiga kapal cumi terbakar di daerah Eretan Wetan, lalu sampai ke Eretan Kulon. Kapal kecil nelayan kena juga. Untung, saya cepat memindahkan kapal,” tutur Jupri (38), nelayan setempat, yang jempolnya luka karena terimpit kapal sehingga butuh 7 jahitan.
Kapal yang terbakar berada di Eretan Wetan, sekitar 40 meter ke pinggir Eretan Kulon. Selain tiga kapal cumi, terdapat 11 kapal nelayan ukuran di bawah 5 GT.
Casmuri, nelayan setempat, juga mengalami bengkak pada kaki karena terjepit saat memindahkan kapal. Tidak ada korban yang meninggal dalam peristiwa itu.
Rojani (40), nelayan yang kapalnya hangus terbakar, belum tahu kapan dan bagaimana dirinya bakal melaut. Kapal sepanjang 2 meter dengan lebar 80 sentimeter miliknya tidak lagi bisa digunakan.
”Saya tidak tahu dapat asuransi atau tidak. Harganya hampir Rp 100 juta karena mesinnya ada dua,” ujar bapak satu anak ini.
Asmudi mendorong Pemerintah Kabupaten Indramayu serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menormalisasi sungai di Eretan Kulon yang menjadi tempat kapal bersandar. Menurut dia, lebar sungai semakin menyempit, 40 meter.
”Padahal, ada sekitar 700 kapal di bawah 10 GT dan 45 kapal di atas 10 GT. Jadi, sudah melebihi kapasitas. Kalau ada kebakaran, risikonya besar,” ucapnya.
Tahun 2018, kebakaran juga terjadi pada sebuah kapal 60 GT. Namun, tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu tahun 2018, produksi perikanan oleh KUD Mina Bahari lebih dari 8 juta kilogram dengan nilai transaksi Rp 49,4 miliar.
Kontribusi KUD Mina Bahari merupakan yang terbesar kedua setelah KPL Mina Sumitra di Karangsong dengan produksi perikanan 21,5 juta kilogram dan nilai transaksi Rp 476,9 miliar. Produksi perikanan Indramayu tahun lalu mencapai 36,5 juta kilogram dengan nilai transaksi Rp 595 miliar.
Petugas Pemadam Kebakaran Indramayu, Aan Anjasmara, mengimbau nelayan melengkapi alat pemadam api ringan (APAR) di kapal. ”Dari tiga kapal cumi yang terbakar, kami tidak menemukan APAR,” ujarnya.